Mohon tunggu...
Rezha Nata Suhandi
Rezha Nata Suhandi Mohon Tunggu... Penulis - Rezha

Mencintai senja kala biru, kegaduhan imajinasi lambang superioritas intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hati yang Kalah

4 Juni 2017   01:54 Diperbarui: 4 Juni 2017   02:07 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mati, dalam menanti, tak pernah ada yang pasti.
Kita tanggal, menelan yang janggal, dicap produk gagal.

Hidup tanpa hati. Ternyata mati.

Ingin rasa diri berlari, namun gravitasi menghalangi. Bukan, bukan ini yang pantas kita geluti.

Merasa tapi tak peka.

Wajah-wajah gontai berdekatan. Tanpa sekat, tanpa batas. Bercerita tentang hidup dan berlalu tanpa lalang.

Kita rasa kita ini begini. Merasa tak pernah mati, sendiri, sambil melongok mimpi.

Hati telah kalah.

Terbelah pada pelepah cemara merah. Yang tua tinggal pepatah. Pun masih samar, tertinggal lalu punah.

Sesal adalah kepahitan. Begini kalimat petuah. Padahal amarah berarti kalah.

Bungkam saja semua. Hingga akal menjadi tumpul lantas tinggal tangan yang memukul.

Mimpi kita bukan tentang jati diri, bukan juga soal harga diri. Mimpi kita adalah menjadi manusia yang hakiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun