Kita mati, dalam menanti, tak pernah ada yang pasti.
Kita tanggal, menelan yang janggal, dicap produk gagal.
Hidup tanpa hati. Ternyata mati.
Ingin rasa diri berlari, namun gravitasi menghalangi. Bukan, bukan ini yang pantas kita geluti.
Merasa tapi tak peka.
Wajah-wajah gontai berdekatan. Tanpa sekat, tanpa batas. Bercerita tentang hidup dan berlalu tanpa lalang.
Kita rasa kita ini begini. Merasa tak pernah mati, sendiri, sambil melongok mimpi.
Hati telah kalah.
Terbelah pada pelepah cemara merah. Yang tua tinggal pepatah. Pun masih samar, tertinggal lalu punah.
Sesal adalah kepahitan. Begini kalimat petuah. Padahal amarah berarti kalah.
Bungkam saja semua. Hingga akal menjadi tumpul lantas tinggal tangan yang memukul.
Mimpi kita bukan tentang jati diri, bukan juga soal harga diri. Mimpi kita adalah menjadi manusia yang hakiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H