Dalam kehidupan selalu ada risalah atau pesan yang harus disampaikan dari satu pihak ke pihak lainnya. Beberapa merupakan hal penting dan harus disampaikan bagi kebaikan pihak yang mendapatkan pesan. Secara harfiah, “pesan” memiliki makna sebagai pemberitahuan, kata, atau komunikasi, baik lisan maupun tertulis yang dikirimkan dari satu pihak ke pihak lain.
Karena begitu pentingnya arti sebuah pesan, figure-figur yang dipilih sebagai pembawa pesan bukanlah merupakan figure sembarangan. Karena jika pesan yang hendak disampaikan gagal untuk dimengerti bahkan gagal sampai pada tujuan, maka kekacauan lah hasilnya.
Kita dapat membayangkan tentang risalah ke-Nabian yang dibawa oleh figur-figur terpilih, figur baik dan benar sebagai utusan Illahi yang membawa pesan keselamatan bagi umat manusia. Tentang pesan, saya juga mengingat satu film berjudul The Messenger, Story of Joan of Arc. Tentang gadis bernama Joan yang mendapatkan kehormatan sebagai pembawa pesan untuk menyelamatkan bangsanya, Prancis.
Sebagai seorang gadis, Joan diremehkan atas pesan bahaya yang ia sampaikan pada Raja Prancis saat itu. Namun, terbesit dalam nurani sang raja untuk segera mengambil keputusan atas pesan yang disampaikan Joan. Raja percaya tentang pesan yang Joan sampaikan dan akhirnya Joan dapat selamatkan bangsa dan keluarganya dari ancaman kematian akibat invasi Inggris.
Ingin saya garis bawahi, pesan, pembawa pesan maupun penerima pesan adalah pihak yang saling berkait. Pada fase berikutnya saling membutuhkan.
Begitu pula dengan sosok pemimpin. Pemimpin dalam frasa politik kekuasaan, yang memimpin rakyat pada satu wilayah. Pemimpin adalah pembawa sekaligus penerima pesan, menjadi pemimpin adalah berkah dan bencana pada satu waktu. Bahkan, ketika khalifah Umar bin Khattab diangkat menjadi pemimpin umat (khalifah), beliau menangis. Beliau tidak menghendaki tampuk kepemimpinan karena merasa tak mampu dan takut jika melakukan kesalahan dalam memimpin.
Pilkada Bekasi dan Penyampaian Pesan
Senin, 6 Februari 2017
“Bekasi tidak bisa kita biarkan terus begini. Harus ada perubahan. Harus ada perbaikan.”
“Tidak boleh ada lagi warga sakit tidak mampu berobat. Tidak boleh ada lagi orang tua yang stress ketika menyekolahkan anaknya. Tidak boleh ada lagi anak-anak muda yang susah mencari pekerjaan.”
“Bekasi sekarang sedang membutuhkan kita semua, untuk sama-sama berusaha menyelamatkan masa depan Bekasi dan anak cucu kita.”
“Untuk itu, saya mengajak saudara-saudara, untuk terlibat mengambil peran. Menjadi bagian dari gerakan ini. Saya mengetuk hati saudara-saudara sekalian. Ayo kita benahi Bekasi. Ayo kita perbaiki keadaan ini. Jangan jual suara kita. Coblos nomor 3 untuk Bekasi baik dan benar.”
Untaian kalimat panjang itu keluar dari mulut salah satu pasangan calon peserta Pilkada Kabupaten Bekasi 2017. Obon Tabroni-Bambang Sumaryono, calon bupati nomor urut 3. Hal tersebut disampaikannya ketika mengikuti gelaran acara debat Pilkada Kabupaten Bekasi 2017 yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta nasional.
Dan kata-kata itu merupakan pesan penutup Obon Tabroni pada gelaran debat Pilkada Kabupaten Bekasi 2017.
Satu tahun bergerak secara gerilya menemui masyarakat Kabupaten Bekasi, meminta restu, dukungan dan permohonan doa untuk pencalonannya. Obon banyak menerima pesan atas kegelisahan masyarakat Kabupaten Bekasi tentang kondisi kehidupannya yang tak kunjung membaik.
Tentang si miskin yang sakit dan tak mampu berobat, para orangtua yang pusing memikirkan biaya anaknya sekolah atau tentang si pemuda yang kesulitan mencari kerja di tanah lahirnya sendiri. Semua itu merupakan gambaran dari kondisi Kabupaten Bekasi hari ini.
Sebagai penerima pesan, Obon Tabroni juga harus menyampaikan pesan ini kepada publik dalam bentuk seruan, seruan agar tak salah memilih pemimpin. Pilihlah dirinya agar pesan yang diterima dari aduan masyarakat dapat dientaskan permasalahannya, dicarikan solusi atas kesulitannya dan dibuat kebijakan atas aturannya.
Satu tahun bergerilya di Kabupaten Bekasi juga membuat Obon Tabroni peka terhadap pesan dan isyarat harapan yang disematkan pada pundaknya jika kelak menjadi pemimpin Kabupaten Bekasi.
Ada pesan dibawa oleh dirinya dari relawan yang telah membantunya selama satu tahun mempersiapkan diri menjadi calon bupati. Ada pesan dari masyarakat juga jika kelak dirinya terpilih agar amanah dan tak melenceng hingga khianat terhadap apa yang diamanahkan.
Segala macam pesan itu lantas dikemas menjadi program dan visi misi guna mencapai apa yang diharapkan padanya sebagai sang pembawa pesan dari khalayak Kabupaten Bekasi.
Pesan Penutup
Kini Obon berjalan menuju pintu akhir gelaran Pilkada Kabupaten Bekasi 2017. Menang kalah adalah hal biasa dalam kontestasi politik. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Begitulah bunyi pepatah lama tentang pertarungan. Lebih dari itu semua, kepentingan masyarakat Bekasi diatas segalanya. Rekonsiliasi dan re-integrasi pasca marginalisasi kelompok yang dibentuk dari perhelatan demokrasi lebih substantive daripada memikirkan kejayaan pribadi dan kelompoknya.
Walaupun pada kenyataannya tak ada satu kandidat pun yang memiliki skenario untuk kalah. Namun hal tersebut adalah keniscayaan. Seruan untuk terus berjuang sampai titik darah penghabisan waktu pencoblosan semakin nyaring terdengar. Kemenangan adalah hal yang mutlak harus diraih. Ini adalah masanya, tak akan pernah terulang 2 kali. Momen yang harus dimaksimalkan entah bagaimana caranya.
Obon yang mendaftarkan diri melalui jalur independen ini pun memiliki semangat yang sama. Sebagai figur terpilih yang kini membawa pesan, jika dirinya kalah oleh keadaan dan stigma yang dilekatkan, maka gugurlah segala pesan yang hendak disampaikan.
Andai saja, Joan ataupun nabi-nabi pembawa pesan itu menghentikan usahanya dalam menyampaikan pesan pada satu detik sebelum mencapai tujuan akhir, maka gagal lah apa yang hendak dicapai. Tatanan dunia mungkin tak akan seperti sekarang ini, kekacauan bisa saja menjadi menu wajib kita sehari-hari.
Apa yang dibutuhkan Obon adalah keyakinan, doa dan terus laksanakan ikhtiarnya. Pesan penutup telah disampaikan dengan seruan yang begitu melekat dan tajam. Jika bukan dirinya, niscaya Bekasi tak dapat merengkuh apa yang telah dicitakan oleh pesan ribuan relawan dan masyarakat yang mendukungnya.
Pesan adalah sebuah isyarat kebenaran, meskipun hanya melalui kata-kata, seruannya dapat terngiang dalam sanubari terdalam. Sulit memungkiri apalagi mengingkari, sang pembawa pesan bagi Kabupaten Bekasi siap menatap Bekasi yang baik dan benar. Kini tentang pesan apa yang telah kita sampaikan pada Obon Tabroni dan Bambang Sumaryono akan dikembalikan kembali pada kita dalam harapan yang terwujud.
Rezha Nata Suhandi
Sabtu, 11 Februari 2017
Menjelang Menang, Mengenang Tenang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H