Mohon tunggu...
Rezha Nata Suhandi
Rezha Nata Suhandi Mohon Tunggu... Penulis - Rezha

Mencintai senja kala biru, kegaduhan imajinasi lambang superioritas intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar Digenggaman

28 Desember 2016   23:24 Diperbarui: 28 Desember 2016   23:47 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pekikan itu mengagetkanku, teriakkan histeris Andini begitu memecahkan hening bening suasana pagi itu. Bergegas aku hampiri Andini untuk menenangkannya. Pemandangan yang membuat hatiku teriris melihatnya. Andini seperti kehilangan dirinya, dia masuk dalam rona dan tabir kelam imajinernya tentang mawar yang selalu digenggam. Membuka luka lama perih menyayat hadirnya kedustaan tentang cinta yang dibiarkan membusuk menjadi bangkai di pundak seorang perempuan seperti Andini.

Aku coba menenangkan sahabatku itu, aku dekap dan peluk erat Andini dari belakang. Jiwanya berlarian entah kemana. Aku memeluk raga hampa saat ini, yang sesekali berontak dari dekapan ku. Tanpa sadar air mataku pun menetes dari kelopak mataku. Aku tak tega melihat kondisi sahabat terkasihku sekarang, sungguh tak tega. Keceriaannya dulu, hiruk pikuk, senyum sungging, dan pesona tawa dari Andini hilang lenyap terbawa taufan yang menggulung menyapu debu. Trauma mendalam dialami Andini, entah sampai kapan jiwanya akan pulang. Sampai saat itu tiba, aku akan selalu mengasihinya.

“Andini, ini aku Sekar. Aku Sekar sahabatmu, din. Sadarlah Andini. Mawar laknat itu sudah kubuang. Tak pantas lagi kamu cari dan tangisi. Aku akan carikan setangkai mawar untukmu. Sudah Andini, sudah.”

Andini masih saja kacau dalam ceracaunya, berjalan tak tentu arah di kamarnya. Rambut yang tergerai indah beberapa saat lalu, kini sudah tak karuan. Beberapa jambakan pada rambutnya sendiri membuat keanggunan mahkota Andini lenyap. Tatapan matanya nanar, kosong, hampa dan menyedihkan. Bulatan biru di sekitar kelopak mata tak dapat menyembunyikan betapa dahsyat tangisan yang diderukan Andini pada hari-hari sebelum ini.
Aku memohon sambil mengiba dan terus meneteskan air mata. Aku tak tahan dengan teriakan menyayat dari bibir perempuan yang juga sahabatku ini. ‘Plaakkk’ satu tamparan mendarat keras di pipi Andini. Jika dengan membunuhnya aku dapat menghilangkan derita raga dan batinnya maka akan aku lakukan. Aku sungguh menyayangi Andini lebih dari aku menyayangi diriku sendiri.

Andini meringis kesakitan. Sedikit membekas tamparanku diwajahnya. Menambah rona lebam bekas peristiwa malam itu. Aku lantas memeluknya erat. Lebih erat kali ini. Sambil menangis dan meminta maaf atas perlakuan ku. Andini masih saja terdiam, duduk terpaku dibibir kasur. Matanya masih saja nanar menatap kosong, sendu terlihat, tetesan air mata mengalir satu persatu dari matanya, mengaliri wajah cantiknya yang tak tertutupi oleh kepalsuan macam apapun.

Kutoleh keluar jendela dengan masih memeluk Andini, ada setangkai mawar yang baru saja mekar di kebun depan rumah Andini. Lantas kutarik Andini menuju kebun rumahnya, sedikit kupaksa, karena Andini enggan beranjak dari tempat ia bersedekap dengan lutut. Seperti manusia yang sedang didera siksaan batin dengan hebat. Andini bersuara sedikit. Dalam suaranya aku hanya mendengar kata ‘mawar’ yang ia lantunkan dalam isak tangisnya.

Aku berhasil membawa Andini ke hadapan kebun bunga yang pernah ditanam ibunya bertahun silam. Menyisakan beberapa tangkai bunga segar yang senantiasa Andini rawat selepas ibunya berpulang.

Kini aku, membiarkan ia bersenda gurau dengan mawar yang baru saja mekar di hadapannya. Andini hanya menatapnya dari dekat sambil sesekali menghirup aroma mawar itu dalam-dalam. Sesekali Andini tersenyum dan menoleh kepadaku tanpa berujar sepatah kata pun. Namun wajahnya telah melukiskan makna tersirat dari sunggingan senyum tulus Andini.

Dalam hati aku bertanya, sebegitu jernihnya kah perlakuan Andini terhadap mawar itu. Ia tak ingin memaksa untuk memilikinya dengan mencerabut mawar dari tangkai. Ia hanya menikmati apa yang sewajarnya ia nikmati, tanpa harus merusak hidup sang mawar.

Bersamaan dengan itu ada bunyi pesan singkat masuk ke ponselku, segera kulihat barangkali ada kabar yang penting untuk diriku. Suamiku ternyata. Ia menyampaikan pesan, jika pelaku pemerkosaan terhadap Andini sudah ditemukan dan berhasil ditangkap oleh pihak yang berwajib. Kini aku memahami, senyum tulus Andini dihadapan mawar, mengartikan bahwa dirinya telah kembali.

Cerpen Pertama.

Masih harus banyak berimajinasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun