Mohon tunggu...
Rezha Nata Suhandi
Rezha Nata Suhandi Mohon Tunggu... Penulis - Rezha

Mencintai senja kala biru, kegaduhan imajinasi lambang superioritas intelektual.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kemilau dan Mitologi Laut Selatan Indonesia

23 Oktober 2016   21:29 Diperbarui: 26 Oktober 2016   03:31 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Laut selatan sejak dahulu kala menyimpan misteri yang tak pernah terpecahkan. Tersimpan rapi dibalik cerita mistisme Kanjeng Nyi Roro Kidul yang dipercaya masyarakat Jawa kuno sebagai penjaga misteri sekaligus mistisme laut selatan. Beratus tahun lalu mitologi ini dimulai, melalui cerita yang tak kalah menggugah bulu kuduk untuk turut berdiri merasakan betapa laut selatan menyimpan sejuta pesona.  

                Masyarakat Sunda kuno, mengaklaim jika kisah mitologi Nyi Roro Kidul adalah bagian dari sejarah mereka. Dimulai dari cerita tentang dewi Kadita yang hidup pada masa kerajaan Sunda kuno. Dewi Kadita merupakan putri dari Raja Munding Wangi, Raja termahsyur negeri Sunda kuno. Namun kehadiran Dewi Kadita tidak diharapkan, karena sang raja Munding Wangi menginginkan anak laki-laki agar tahtanya dapat diteruskan oleh keturunannya.

                Sang raja pun menikah lagi dengan Dewi Mutiara dan mendapatkan keturunan seorang  anak laki-laki. Namun rasa sayang raja tak berkurang sama sekali terhadap Dewi Kadita, sehingga Dewi Mutiara merasa iri dengan rasa sayang yang didapat Dewi Kadita dari sang raja. Khawatir juga jika yang menjadi penerus tahta Munding Wangi adalah Dewi Kadita, lantas pemufakatan jahat terjadi demi menyingkirkan Dewi Kadita dari kerajaan. Dewi Mutiara menggunakan cara tak terpuji dengan mengguna-guna Dewi Kadita sehingga memiliki penyakit kulit yang tak dapat disembuhkan walauapun raja telah memanggil seluruh ahli pengobatan terbaik di Negerinya.

                Dalam keputus asaannya Dewi Kadita berjalan keluar kerajaan, meratapi nasib yang begitu perih karena kutukan atas penyakit yang entah bagaimana cara menyembuhkannya. Dalam perjalanan yang entah akan kemana Dewi Kadita pergi, tibalah ia dia di penghujung daratan dan menemui samudra luas selatan Jawa yang terbentang begitu rupa menembus batas cakrawala, dengan senandung burung-burung camar tepi laut, dan kejernihan laut selatan yang mengharu biru terdengar sayup-sayup suara memanggil Dewi Kadita untuk terjun kedalam jernihnya air laut selatan. Tenang namun mematikan.

                Selepas itu Kadita coba melompat dan berenang di Samudera tersebut, seketika itu pula Ia memperoleh mukjizat. Diwaktu kulitnya menyentuh air laut, penyakit kulitnya sedikit demi sedikit hilang dan dirinya menjadi cantik kembali bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Selain itu, sekarang ini Kadita mempunyai kekuasaan dalam Samudera Selatan. Dia dijuluki peri yang dinamakan Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan yang hidup selamanya.

                Kecantikan yang dimiliki Kadita sang Ratu Pantai Selatan dalam mitologi tersebut layaknya kemilau mutiara laut selatan. Mutiara yang terindah di Dunia. Nyatanya dimiliki oleh Indonesia. Laut selatan yang telah menghadirkan mitologi ternyata juga menghadirkan keindahan karya Tuhan pada benda material seperti mutiara. Ratu Laut Selatan dan Mutiara Selatan merupakan dua harta terindah yang dimiliki bangsa ini pada kedalaman laut-laut nusantara. Satunya merupakan mitologi terhadap keindahan yang dipuja bak dewi-dewi kecantikan dan satunya lagi dipuja jua karena nilai materialism dalam pesona kemilaunya mutiara laut selatan.

                Mengapa Ratu Laut Selatan dan Mutiara Laut Selatan coba penulis sejajarkan dari sudut pandang pesona keindahan sebuah fenomena materialism maupun mitologi ?

                Karena memang keduanya memiliki potensi sebagai harta, meskipun dari dua dimensi yang berbeda. Kekayaan sejarah dan mitologi yang dihadirkan Kadita dengan laut selatannya membuat laut selatan memiliki kekayaan budaya ratusan tahun lamanya. Pun begitu dengan mutiara laut selatan dengan segala pesonanya merupakan puncak kesempurnaan indahnya mutiara di seluruh dunia.

Konon pada tahun 1800-an, seorang saudagar yang bernama Said Badilla dari pelabuhan sandar kecil di Maluku bernama Banda Neira, menyampaikan kepada Ratu Emma di Belanda atas penemuan mutiara sebesar telur burung merpati yang dianggapnya sebagai mutiara terbesar di dunia, dan itu menakjubkan.

                Karena hal itulah, pada tahun 1800an guna menghindari perburuan tak terkendali terhadap tiram mutiara yang nantinya akan menyebabkan kelangkaan di masa depan, pemerintah Hindia Belanda sebagai pemegang otoritas Hindia Belanda secara De Jure pada saat itu mengeluarkan aturan terkait pengelolaan tiram mutiara dan terumbu karang. Aturan tersebut merupakan yang pertama keluar terkait perikanan dan kelautan di Hindia Belanda.

                Dan pada tahun 1921 untuk pertama kalinya riset penelitian terkait mutiara laut selatan dilakukan. Riset dilakukan agar mengetahui tentang cara membudidayakan tiram laut selatan, sehingga tidak mengganggu ekosistem alami tiram ini. Riset pertama ini dilakukan oleh DR. Sukeo Fujita dari Jepang yang dibiayai oleh Mitsubishi selaku perusahaan komersil di Jepang saat itu. Riset penelitian mengambil tiram mutiara dari Laut Arafura di sekitar Kepulauan Aru dan menghasilkan Mutiara Laut Selatan pertama hasil budidaya.

Atas hal tersebut, Mitsubishi membuka perusahaan budidaya mutiara dengan nama Nanyo Shinju KK hingga tahun 1938 yang harus terhenti akibat perang berkecamuk di Pasifik yang juga melibatkan Jepang.

Mutiara Laut Selatan (Indonesian South Sea Pearl)   

Indonesia adalah penghasil mutiara laut selatan (Indonesian South Sea Pearl) terbesar di dunia. Hingga tahun 2014 diperkirakan menembus produksi 5,400 kilogram atau sekitar 50 persen dari total 12,700 kilogram. Daerah penghasil tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Salah satu yang terkenal berasal dari Raja Ampat, Lombok dan Dobo. Indonesia juga menjadi penghasil mutiara dengan kualitas nomor 1 di Dunia. Bahkan di Lombok mutiara termasuk buah tangan atau oleh-oleh khas para pelancong yang berkunjung ke Lombok.

Klasifikasi kualitas mutiara sendiri didasarkan pada ukuran, warna, bentuk, luster atau kilauan dan bintik atau cacat pada permukaan mutiara. Untuk kualitas terbaik memiliki ukuran big size diatas 16 mm, dengan menggunakan ukuran berat 1 momme atau 3,75 gram. Untuk warna didominasi oleh 2 warna yaitu silver (perak) dan golden (emas). Sementara untuk bentuknya, semakin mendekati bentuk bulat mutiara itu maka Akan semakin baik kualitasnya dan semakin mahal harga mutiara tersebut. Sementara untuk kilau mutiara atau Luster, semakin glowing atau berkilau, maka akan semakin baik kualitas dan harga mutiara tersebut. Pun begitu dengan cacat atau bintik yang terproyeksi pada permukaan mutiara, semakin banyak bintik maka akan semakin rendah kualitasnya, para pemain mutiara mengenal dengan istilah No Spot, Few Spot, A Few Spot dan Many Spot.

Sementara untuk penilaian umum tentang kelas mutiara merupakan kualitas tinggi atau bukan dapat diklasifikasi dengan hanya melihat Spot (Bintik) dan Luster (Kilauan). Untuk kualitas tinggi grade Top Quality biasanya dinilai dengan no spot  dan high luster, kelas very good grade A, dengan penilaian few spot high luster, dan kelas good dengan grade B penilaiannya adalah a view spot high luster. Sementara untuk mutiara dengan kualitas menengah atau grade C bisa diklasifikasi berdasar some spot medium luster atau many spot high luster.

Jika kita menilik pada potensi ekonomi yang dihadirkan Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl)  maka, mutiara laut selatan adalah salah satu potensi laut yang memiliki kemewahan material. Mutiara sangat disukai kaum perempuan untuk dijadikan instrument penambah pesolek kecantikan seorang perempuan menghadap muka dunia. Kilau abadi dengan menampilkan citra yang elegan lagi cantik bak mitos Kadita sang Ratu Laut Selatan.

Dunia perhiasan internasional menjuluki Mutiara Laut Selatan sebagai “queen of gems” atau ratu perhiasan, berkat kualitas yang tinggi dan keindahannya begitu memukau. Butirannya besar dan bulat sempurna serta memancarkan kilauan yang sangat indah. Di pasaran internasional harganya bisa mencapai antara $10.000 s.d. $300.000. Maka dapat disejajarkan gelar ratu kepada dua benda material dan immaterial. Mutiara sebagai ratu perhiasan dan Kadita atau Nyi Roro Kidul sebagai ratu laut selatan. 

Saat ini ada 4 jenis mutiara yang mengisi dominasi pasar dunia. Untuk yang pertama adalah Mutiara Laut Selatan ( South Sea Pearl) yang didapat dari jenis kerang Pinctada Maxima dan hanya memiliki satu mutiara pada satu kerangnya. Selanjutnya ada mutiara Tahiti atau dikenal dengan black pearl Tahiti, mutiara Akoya dari tiram mutiara laut dan mutiara air tawar China dari kerang mutiara air tawar.

Berdasarkan hal tersebut, mutiara laut selatan (South Sea Pearl) merupakan mutiara dengan kualitas tertinggi dengan persebaran terbanyak di Indonesia, namun ketika mencapai pasaran dunia harga atau nilai jualnya ada di peringkat kedua. Hal ini terjadi karena hasil kerajinan mutiara yang kurang bias bersaing atas desain atau mutiara yang dihasilkan dari proses alam tidak memperhatikan proses pengambilan dan kurang hati-hati, sehingga permukaan bisa cacat atau terkena spot yang membuat kilauan tidak maksimal.

Terlepas Mutiara Laut Selatan dan Ratu Laut Selatan sebagai dua objek yang berbeda, namun kedua hal ini memiliki kesamaan, didasarkan pada keindahan, pesolek dan kemewahan yang ada pada jati diri perempuan. Mitologi atas kedua hal ini harus terjaga dengan baik, mutiara tak kalah indah dengan permata. Dalam balutan budaya dan sejarah panjang mutiara laut selatan Indonesia akan kembali menemukan kejayaannya.

Mitologi pun tersisa bukan hanya sekedar menjadi cerita pengantar tidur, mitologi adalah bagian dari kehidupan yang terus harus dijamah kebenarannya. Mutiara Laut Selatan bukanlah mitologi, namun realitas yang harus dilestarikan. Mutiara banyak disuka perempuan atas keindahannya, konon Cleopatra pun sangat mengagumi keindahan mutiara. Maka bukan tak mungkin, Kadita atau sang Ratu Laut Selatan pun berhiaskan Mutiara untuk pesona keindahannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun