Mohon tunggu...
Mamuth
Mamuth Mohon Tunggu... Full Time Blogger - teman bagi jiwa-jiwa yang bersahabat

kali, pagi, dan mentari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babayega!

19 Agustus 2024   17:27 Diperbarui: 10 Desember 2024   16:06 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian orang mempercayai keberadaan hantu, dan sebagian lagi tidak mempercayainya. Kalangan islam, terlebih yang fanatik misalkan, tidak mengakui keberadaannya. Sosok tak terlihat yang mereka yakini ada selain Tuhan, malaikat, iblis dan setan, hanyalah jin, esuai dengan ajaran yang mereka anut. Keyakinan macam ini sangat umum negeri ini. Sampai-sampai televisi nasional pernah menayangkan sinetron Jin dan Jun. 

Adapun kalangan yang mempercayai, tidak saja dari kalangan masyarakat tradsional di negara kita, tapi juga tersebar seluruh belahan bumi. Bahkan sekelas Hollywood sekalipun memberikan ruang untuk film-film bergenre horor. Tentu saja karena pertimbangan penikmat sinema jenis ini cukup banyak.

Di luar kepercayaan dan ketidakpercayaan, apakah sosok hantu itu benar-benar ada?

Kehidupan ini tidak hanya berputar sekitar kepercayaan dan ketidakpercayaan. Ada yang namanya pengetahuan. Berbeda dengan kepercayaan dan ketidakpercayaan yang merupakan pemahaman yang diterima ataupun ditanamkan, pengetahuan merupakan hasil dari proses pengamatan,pencarian, hingga penggalian. Entah objeknya berupa teks-teks pustaka maupun realita di lapangan. Nah, berdasarkan pengamatan dan pencarian, hantu itu sebetulnya ada. Hanya saja gambarannya tidak sesuai dengan cerita-cerita yang berkembang. Ada hantu kepala, pocong, suster ngesot dll.

Lantas, apakah sesungguhnya hantu itu? 

Hantu merupakan jiwa, roh, spirit dari manusia atau orang-orang yang telah meninggal.

Jiwa atau roh itu apa?

Karena terpaku pada ajaran yang ditanamkan, orang terjebak dalam pemahaman yang keliru. Jiwa atau roh merupakan sesuatu yang membuat kita hidup. Faktanya, setelah orang mengalami kematian, diyakini jiwanya tetap ada. Semestinya, ketika orangnya mati maka tidak ada lagi yang disebut dengan jiwa atau roh. Atau sebaliknya, saat jiwanya lenyap, orangnya mati. Sehingga, tidak perlu orang mendoakan orang yang sudah mati. 

Padahal sederhana sekali, yang disebut dengan jiwa, roh, spirit merupakan sesuatu yang abstrak dalam diri setiap orang, yakni pikiran. Seperti yang bisa kita pelajari dari kasus patung moai. Selama ini kita mengenal patung monolitis di pualu paskah tersebut hanya bagian kepala saja, karena bagian badannya terkubur. Setelah dilakukan penggalian, ternyata patung moai menamiplkan bagian tubuh secara utuh. Begitulah diri kita. Saat mati, jasmani akan hancur. Namun isi kepala, yaitu pikiran, akan tetap selalu ada.

Di dalam semua agama, bukan di permukaan atau kulitnya, masing-masing memberikan penjelasan yang sama mengenai 'perjalanan' paska kematian. Jiwa atau pikiran dari orang-orang yang telah mati terbagi ke dalam dua golongan. Jiwa-jiwa/ pikiran orang yang tenang (nafsu al muthmainnah) akan moksa, yakni beristirahat dalam damai. Mereka pergi ke suatu tempat di bumi ini yang tidak terjangkau atau jarang dikunjungi oleh orang-orang yang masih hidup. Jaman dahulu kala, diyakini jiwa leluhur bersemayam di puncak gunung. Terang saja karena waktu itu masih belum tren yang namanya mendaki gunung. Belum ada komunitas-komunitas pencnta alam. Setelah kini hampir di setiap gunung terdapat posko pendakian, dan gunung pun menjadi tempat yang ramai pengunjung, tentu roh-roh leluhur yang moksa, tidak lagi tenang dan damai beristirahat di puncaknya. Melainkan harus pindah ke tempat lain yang lebih sunyi.

Selain jiwa-jiwa yang tenang, golongan yang kedua ialah jiwa-jiwa yang tidak tenang (nafsu al-lawamah: jiwa yang selalu menyesal). Mereka tidak moksa atau beristirahat dalam damai, melainkan terikat atau gentayangan diantara orang-orang yang masih hidup. Secara spesifik, arwah penasaran inilah yang disebut hantu. Tidak saja menakut-nakuti maupun mengganggu, namun mereka juga suka membantu. Ketika orang yang taat beragama khusuk berdoa kepada tuhan, dewa, dan leluhur, lalu di kemudian hari da'oanya terkabul, itulah buah tangan dari hantu.

Sekali lagi, penjelasan dalam semua agama itu sama. Hanya dongeng-dongeng pada bagian kulit / permukaannya yang berbeda. Contohnya agama Hindu 'mengakomodasi' orang untuk beribadah dan memohon pertolongan kepada leluhur. Namun ketika anda masuk dalam penjelasan yang tersembunyi, anda akan tahu bahwa leluhur yang baik tidak bisa mengabulkan permohonan. Sebab, leluhur yang baik itu moksa, terlepas dari kehidupan (duniawi istilahnya). Jadi mereka tidak mau campur tangan lagi. Leluhur yang baik sudah menyelesaikan tanggung jawabnya semasa hidup. Setiap orang harus memikul bebannya sendiri.

Banyak koq buktinya orang memohon pada leluhur dikabulkan?

Ya, itu tadi. Jiwa-jiwa yang terikatlah yang bekerja. Entah leluhur atau bukan. Berdoa pada tuhan pun, masih itu-itu juga yang bekerja. Dan tujuannya ialah menyesatkan atau mencari kawan. Saat ini anda minta dan diberi, setelah mati anda harus mebayarnya. Caranya, anda bekerja mengabulkan doa anak cucu atau mungkin orang lain yang masih hidup. Dan anda tidak moksa, tidak bisa beristirahat dalam damai. 

Adapun orang yang semasa hidupnya amat sangat jahat, setelah mati pun tetap jahat. bahkan mungkin bisa lebih jahat. Orang yang semasa hidupnya suka mengganggu dan merampas hak-hak orang lain, setelah mati pun kerjanya menghambat dan merusak. Itulah yang dinamakan setan atau iblis. Bukan sosok yang diciptakan oleh tuhan dari api sebagaimana dalam cerita versi Quran.

Penampakan

Selalu saja ada di antara kita yang bercerita pernah melihat hantu. Padahal, hantu itu adalah jiwa atau pikiran dari orang yang telah mati, dan pikiran itu sifatnya abstrak, tidak memiliki bentuk. Jangankan yang mati, pikiran orang yang hidup saja tidak nampak. Jadi tidak mungkin orang bisa melihat hantu. 

Yang sesungguhnya terjadi ialah halusinasi, yaitu sebuah pengalaman seolah-olah dia melihat ada sosok tertentu. Pengalaman tersebut terjadi karena dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internalnya ialah sugesti dalam pikiran karena rasa takut yang besar. Sedangkan eksternalnya ialah campur tangan dari 'pekerja paruh waktu' yang sedang kita bahas.

Manakala orang  mendatangi atau melewati tempat yang dianggap angker, membayangkan sosok mistis yang mungkin ada di tempat itu dan merasa sangat takut, maka penampakanpun terjadi. Rasa takut yang berlebihan membuat kesadaran berkurang. Disaat kesadaran orang sangat rendah, faktor eksternal 'bekerja' memperkuat bayangan si korban, sehingga seolah-olah dia betul-betul melihat sosok tertentu di suatu spot. Dan sedikit dari kesadaran yang tersisa akan merekam pengalamannya, lalu menceritakannya kepada orang lain.

Atau sebaliknya. Penampakan juga bisa terjadi karena si pelaku sangat mengharapkan atau menginginginkannya. Contohnya orang-orang yang melakukan ritual tertentu untuk memanggil roh-roh, demi mendapat bentuan magis dalam menyembuhkan yang sakit, atau sekadar memperoleh informasi secara mistis.

Jika disederhanakan, halusinasi atau terjadinya penampakan itu mirip dengan teknologi green screen dalam fotografi dan videografi. Dan dalam kehidupan sehari-hari, ada kesamaan dengan terjadinya peristiwa dalam mimpi. Sesuatu yang tidak benar-benar ada, ditampilkan seakan-akan nyata.

Mengenai sugesti sendiri tidak bisa lepas dari cerita yang berkembang pada setiap masyarakat. Seseorang akan mengalami halusinasi sesuai dengan gambaran dari sosok hantu yang ada di lingkungannya. Atau singkatnya, tergantung bagaiamana orang-orang terdahulu memberi nama dan menggambarkan sosok-sosok imajinernya.

Mengingat besarnya peran dari cerita mempengaruhi pikiran, yang dalam hal ini dampaknya negatif, maka seyogyanya orang-orang yang pernah mempunyai pengalaman mistis tidak menyebarkan  ceritanya kepada orang lain, apalagi membesarbesarkannya. Terutama kepada generasi di bawahnya. Kita mengetahui keberadaannya, tapi tidak perlu mengumbarnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun