Selain jiwa-jiwa yang tenang, golongan yang kedua ialah jiwa-jiwa yang tidak tenang (nafsu al-lawamah: jiwa yang selalu menyesal). Mereka tidak moksa atau beristirahat dalam damai, melainkan terikat atau gentayangan diantara orang-orang yang masih hidup. Secara spesifik, arwah penasaran inilah yang disebut hantu. Tidak saja menakut-nakuti maupun mengganggu, namun mereka juga suka membantu. Ketika orang yang taat beragama khusuk berdoa kepada tuhan, dewa, dan leluhur, lalu di kemudian hari da'oanya terkabul, itulah buah tangan dari hantu.
Sekali lagi, penjelasan dalam semua agama itu sama. Hanya dongeng-dongeng pada bagian kulit / permukaannya yang berbeda. Contohnya agama Hindu 'mengakomodasi' orang untuk beribadah dan memohon pertolongan kepada leluhur. Namun ketika anda masuk dalam penjelasan yang tersembunyi, anda akan tahu bahwa leluhur yang baik tidak bisa mengabulkan permohonan. Sebab, leluhur yang baik itu moksa, terlepas dari kehidupan (duniawi istilahnya). Jadi mereka tidak mau campur tangan lagi. Leluhur yang baik sudah menyelesaikan tanggung jawabnya semasa hidup. Setiap orang harus memikul bebannya sendiri.
Banyak koq buktinya orang memohon pada leluhur dikabulkan?
Ya, itu tadi. Jiwa-jiwa yang terikatlah yang bekerja. Entah leluhur atau bukan. Berdoa pada tuhan pun, masih itu-itu juga yang bekerja. Dan tujuannya ialah menyesatkan atau mencari kawan. Saat ini anda minta dan diberi, setelah mati anda harus mebayarnya. Caranya, anda bekerja mengabulkan doa anak cucu atau mungkin orang lain yang masih hidup. Dan anda tidak moksa, tidak bisa beristirahat dalam damai.Â
Adapun orang yang semasa hidupnya amat sangat jahat, setelah mati pun tetap jahat. bahkan mungkin bisa lebih jahat. Orang yang semasa hidupnya suka mengganggu dan merampas hak-hak orang lain, setelah mati pun kerjanya menghambat dan merusak. Itulah yang dinamakan setan atau iblis. Bukan sosok yang diciptakan oleh tuhan dari api sebagaimana dalam cerita versi Quran.
Penampakan
Selalu saja ada di antara kita yang bercerita pernah melihat hantu. Padahal, hantu itu adalah jiwa atau pikiran dari orang yang telah mati, dan pikiran itu sifatnya abstrak, tidak memiliki bentuk. Jangankan yang mati, pikiran orang yang hidup saja tidak nampak. Jadi tidak mungkin orang bisa melihat hantu.Â
Yang sesungguhnya terjadi ialah halusinasi, yaitu sebuah pengalaman seolah-olah dia melihat ada sosok tertentu. Pengalaman tersebut terjadi karena dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internalnya ialah sugesti dalam pikiran karena rasa takut yang besar. Sedangkan eksternalnya ialah campur tangan dari 'pekerja paruh waktu' yang sedang kita bahas.
Manakala orang  mendatangi atau melewati tempat yang dianggap angker, membayangkan sosok mistis yang mungkin ada di tempat itu dan merasa sangat takut, maka penampakanpun terjadi. Rasa takut yang berlebihan membuat kesadaran berkurang. Disaat kesadaran orang sangat rendah, faktor eksternal 'bekerja' memperkuat bayangan si korban, sehingga seolah-olah dia betul-betul melihat sosok tertentu di suatu spot. Dan sedikit dari kesadaran yang tersisa akan merekam pengalamannya, lalu menceritakannya kepada orang lain.
Atau sebaliknya. Penampakan juga bisa terjadi karena si pelaku sangat mengharapkan atau menginginginkannya. Contohnya orang-orang yang melakukan ritual tertentu untuk memanggil roh-roh, demi mendapat bentuan magis dalam menyembuhkan yang sakit, atau sekadar memperoleh informasi secara mistis.
Jika disederhanakan, halusinasi atau terjadinya penampakan itu mirip dengan teknologi green screen dalam fotografi dan videografi. Dan dalam kehidupan sehari-hari, ada kesamaan dengan terjadinya peristiwa dalam mimpi. Sesuatu yang tidak benar-benar ada, ditampilkan seakan-akan nyata.