Sadar atau tidak, hampir keseluruhan hidup manusia dikendalikan oleh gadget dan tidak bisa lepas dari Gadget atau handphone, bentuk dari ketergantungan tersebut dikarenakan adanya aplikasi-aplikasi yang membantu dalam produktivitas, kesehatan atau hanya sekedar hiburan semata.
Peningkatan teknologi dalam kehidupan tidak lepas juga pada interaksi perdagangan dan transaksi keuangan. Kebutuhan untuk infomasi data pribadi menjadi hal yang rentan untuk di pertukarkan melalui media sosial. Setidaknya dalam beberapa dekade terakhir telah mengalami pertumbuhan pesan dalam teknologi e-commerance, perbankan Digital, layanan online.
Pertukaran data pribadi atau sekedar informasi personal menjadi hal yang lumrah tidak hanya terjadi saat layanan diperlukan namun saat mengunduh aplikasi kadang diperlukan persetujuan oleh aplikasi untuk mengakses data pribadi. Secara positif dampak teknologi juga sangat dirasakan, kemudahan dalam transaksi dan persaingan layanan digital menjadi semakin terbuka sehingga nasabah atau konsumen atau masyarakatlah yang diuntungkan.
Di sisi lain, ancaman terhadap keamanan data pribadi juga meningkat, dengan maraknya kasus pencurian data, peretasan, dan penyalahgunaan data. Menjadi hal yang santer kita dengan belakangan. Dengan perkembangan teknologi dan transformasi digital di Indonesia, kebutuhan untuk perlindungan terhadap ancaman siber semakin mendesak.
Serangan siber atau penyalagunaan data dapat membahayakan operasional perusahaan, data keuangan perusahaan, data rahasia dan reputasi bisnis. Tercatat beberapa Kasus Terkait Serangan Siber di Indonesia, diantaranya  Peretasan Situs e-Commerce: Pada tahun 2020, salah satu situs e-commerce terbesar di Indonesia mengalami kebocoran data, yang menyebabkan data pribadi jutaan pengguna bocor. Data seperti nama, email, dan nomor tersebar di internet dan menjadi konsumsi publik
Kedua, Serangan Ransomware pada Perusahaan Kesehatan, Sebuah perusahaan kesehatan terkenal di Indonesia menjadi korban serangan. ransomware: peretas mengenkripsi data pasien dan meminta uang kripto sebagai pembayaran atau sebagai ancaman. Ketiga yang baru saja terjadi beberapa bulan belakangan  yakni Phishing pada Bank Digital: Sejumlah bank digital di Indonesia telah menjadi sasaran serangan phishing. Serangan ini dilakukan dengan mengelabui pelanggan dengan informasi login mereka, yang kemudian digunakan untuk mencuri dana dari rekening pelanggan.
Lalu, bagaimana upaya personal atau perusahaan dalam menghadapi hal tersebut. Diperlukan manajemen risiko yang terpadu untuk minimal mengurangi dampak apabila hal diatas terjadi, diantaranya mendorong penggunaan asuransi siber
Salah satu cara untuk mengurangi risiko ini dan melindungi bisnis dari serangan siber adalah dengan menggunakan asuransi cyber. Sudah saat nya produk Asuransi siber ini dipasarkan dan diperkenalkan kepada masyarakat dan dunia usaha setidaknya dalam tahap awal menjadi upaya penyadaran bersama tentang pentingnya perlindungan data pribadi sejalan dengan dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi mewajibkan perusahaan untuk mematuhinya, yang mencakup aspek keamanan siber.
Perusahaan yang baik mungkin telah memiliki roadmap untuk manajemen risiko pada serangan siber namun manjadi alternatif pemindahan risiko kepada pihak Asuransi apabila dirasa ada hal yang tidak dapat ditanggung sendiri oleh perusahaan akibat terjadi nya risiko tersebut.
Di negara-negara maju, asuransi cyber telah menjadi komponen penting dari strategi manajemen risiko bisnis. Amerika Serikat (AS), Banyak perusahaan asuransi menawarkan produk asuransi siber dengan cakupan yang sangat luas. Perusahaan seperti AIG dan Chubb, misalnya, menawarkan perlindungan yang mencakup kerugian akibat serangan ransomware, biaya pemulihan reputasi, dan denda dan hukum.