Mohon tunggu...
Excella Junghans
Excella Junghans Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Angkatan 2022

Saya suka naik gunung, membaca buku Haruki Murakami, dan menonton film bergenre romance yang tragis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Harus Ada Peraturan yang Memperbolehkan Pernikahan Beda Agama

4 Juni 2023   13:22 Diperbarui: 4 Juni 2023   13:24 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perkawinan. Foto: Carsten Vollrath/Pexels. 

Penyelundupan hukum dapat diartikan sebagai pelaku penyelundupan menghendaki untuk tidak berlakunya suatu sistem hukum karena akan menimbulkan akibat hukum yang tidak dikehendaki. 

Kekosongan Hukum

Tidak adanya peraturan hukum yang bisa dijadikan dasar yang resmi untuk boleh atau tidak bolehnya melaksanakan pernikahanbeda agama menciptakan ruang untuk kekosongan hukum. 

Adanya kekosongan hukum dalam hal perkawinan beda agama membuat beberapa pihak bebas menafsirkan UU Perkawinan. Salah satu contohnya adalah pada kasus Kepala KUA dan Pegawai Pencatat Luar Biasa Pencatat Sipil DKI Jakarta yang menolak mencatat perkawinan beda agama dengan merujuk kepada Pasal 60 UU Perkawinan. 

Kasus ini kemudian diputus oleh Mahkamah Agung melalui Keputusan MA  No.1400 K/Pdt/1986. Pasal 60 pada UU Perkawinan bicara tentang Pejabat di Kantor Catatan Sipil dapat menolak untuk memberikan surat keterangan agar seseorang dapat menikah bilamana mendapati ada syarat-syarat untuk melangsungkan "perkawinan campuran" yang tak dipenuhi oleh kedua calon mempelai. Penafsiran tersebut keliru karena Pasal 60 berbicara tentang perkawinan campuran beda kewarganegaraan, bukan beda agama.

Adanya kekosongan hukum dalam hal ini yang membuka ruang bagi penafsiran secara bebas akan menghasilkan tidak adanya kepastian hukum. Tidak adanya kepastian hukum akan mengarah kepada tidak adanya rasa keadilan bagi masyarakat. 

Seperti dalam contoh kasus yang telah disebutkan sebelumnya, akan terasa tidak adil bagi calon mempelai yang tidak dapat mencatatkan perkawinannya dengan alasan yang sebenarnya merupakan kegagalan dari pejabat di Kantor Catatan Sipil untuk menafsirkan makna yang sebenarnya dari suatu pasal. Pejabat tersebut menggunakan satu ketentuan untuk mengatur situasi yang sebenarnya berbeda konteks dengan yang diatur pada ketentuan tersebut. 

Pernikahan di Mata Hak Asasi Manusia 

Menikah seharusnya merupakan pilihan bebas, yang berarti bahwa seseorang bebas memilih orang lain untuk dijadikan pasangan hidupnya dan tak dapat dihalangi oleh agama sekalipun. 

Hal ini dengan jelas termaktub dalam Pasal 16 ayat (2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi "Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.

 

Ilustrasi Perkawinan. Foto: Carsten Vollrath/Pexels. 
Ilustrasi Perkawinan. Foto: Carsten Vollrath/Pexels. 
Berbagai Aliran dalam Agama dalam Menyikapi Perkawinan Beda Agama 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun