Mohon tunggu...
murtiana nainggolan
murtiana nainggolan Mohon Tunggu... Guru - guru

menyukai dunia literasi, guru bahasa daan sastra Indonesia jenjang SMA

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bahan Ajar yang Tepat untuk Meningkatkan Daya Literasi Siswa

24 Juni 2024   10:42 Diperbarui: 24 Juni 2024   11:02 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Kegiatan belajar mengajar di lingkungan madrasah atau sekolah merupakan rutinitas siswa dan guru untuk mendiskusikan materi pembelajaran. Proses pembelajaran siswa di dalam kelas merupakan pengalaman belajar yang berharga untuk perkembangan kompetensi siswa. Untuk itu, alokasi waktu pembelajaran yang terbatas perlu direncanakan agar pertemuan tatap muka siswa dan guru lebih efektif.  Salah satu hal yang penting adalah menentukan bahan ajar yang tepat untuk siswa.   

Penyusunan bahan ajar termasuk pekerjaan fungsional dengan  karakteristik materi yang bersifat teknis sehingga menyeleraskan antara kompetensi, aktivitas dan penilaian  (Muhidin, 2018). Bahan ajar termasuk bagian dari fasilitas belajar itu sendiri. 

Persiapan bahan ajar yang digunakan di kelas sebaiknya perlu mempertimbangkan faktor-faktor antara lain: (1)kondisi kebutuhan siswa tingkat Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah, (2) kemudahan akses informasi pada media sosial,  (3) visi-misi instansi atau sekolah, (4) materi pembelajaran berdasarkan kurikulum, dan (5) kemandirian dan inovasi dari kurikulum merdeka.  

Semua guru mata pelajaran pada dasarnya mempunyai beragam sumber bahan ajar mulai dari modul yang sudah disiapkan sekolah, modul siswa dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan fasilitas dari perpustakaan sekolah, namun guru perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan siswa serta perkembangan teknologi.

            Faktor pertimbangan pertama mengenai kebutuhan siswa terhadap unsur kognitif, psikologi,  maupun keterampilan berbahasa jika berkaitan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, karena setiap mata pelajaran tentu mempunyai karakteristiknya tersendiri. Namun, tidak hanya Bahasa Indonesia saja yang perlu memperhatikan bahan ajar yang digunakan terkait peningkatan daya literasi siswa, perlu kekompakan dan kerja sama yang baik agar peningkatan daya literasi siswa tercapai.

Kebutuhan akan minat membaca siswa terhadap ilmu yang menjadi unsur yang disukai siswa dapat memberikan stimulus yang positif terhadap kegiatan membaca siswa. Buku pertama yang ingin diketahui siswa dapat memberikan efek pemikiran bahwa membaca adalah hal positif yang dapat dikembangkan ke bentuk kegiatan literasi lainnya.

Pada berbagai kesempatan tatap muka di kelas, sering kali siswa menanyakan hal-hal yang dilihatnya di dunia maya atau bermedia sosial, kegiatan bermedia sosial ini juga dapat menjadi kegiatan literasi yang baik, jika siswa mempunyai kecakapan daya literasi yang baik pula. Berkaitan dengan hal ini, bahan ajar menjadi hal yang urgen untuk dapat menyesuaikan dengan era digitalisasi yang dapat menjelaskaan kepada siswa hubungan materi pembelajaran dengan fenomena berliterasi saat menggunakan media sosial. Pengetahuan tentang digital surveillance menjadi  faktor penting dalam mendukung ketahanan nasional maupun kekuatan ekonomi Indonesia (Gunawibawa, 2021).

Dampak digital memang tidak langsung terhimbas pada pengguna internet di Indonesia, hal ini dijelaskan pada penelitian tahun 2021 dengan judul "Pengetahuan Literasi Digital terhadap Digital Surveillance Mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul pada Era Internet Of Things" oleh Eka Yuda Gunawibawa bagi siswa  SMKN 1 Bandar Lampung. 

Tingkat kompetensi literasi jangka panjang memengaruhi kemampuan Sumber Daya Manusia yang dimiliki negara, Rifani Rahayu tahun 2022 pernah meriset "Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Penerapan Literasi Digital Pada Guru Di Era 4.0".Tujuan penelitian literasi digital pada guru untuk menjelaskan upaya pengembangan sumber daya manusia dalam penerapan literasi digital pada guru SD Negeri 90 Pekanbaru serta menganalisis faktor penghambat pengembangan sumber daya manusia (Rahayu, 2022). 

Penelitian pada lokasi pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) merupakan bentuk upaya literasi sedini mungkin. Hasil pertanyaan observasi tentang kegiatan literasi menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan berliterasi siswa sekarang ini terletak pada dunia maya, yaitu kegiatan bermedia sosial. 

Guru perlu menyesuaikan diri dengan kegiatan bermedia sosial ini, agar menjadi kegiatan literasi yang berpikir kritis. Hal ini dapat  direncanakan pada bahan ajar. Penelitian yang lain tentang tingkat kompetensi siswa terkait literasi pernah dilakukan oleh Astri Dinda Sripuspita dengan judul "Kompetensi Literasi dan Numerasi Siswa Kelas V pada Materi Sumber Daya Alam" yang bertujuan untuk untuk mengetahui kompetensi literasi dan numerasi siswa. 

Pengukuran tingkat kemampuan literasi siswa Indonesia yang pada kisaran 61% menunjukkan rendahnya keterampilan literasi dan numerasi. Sehingga dibutuhkaan optimalisasi  literasi dan numerasi pada jenjang sekolah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sripuspita, 2022).

Kualitas pendidikan berhubungan dengan perencanaan yang tepat oleh guru. Perencanaan tersebut dapat dimulai dari bahan ajar dengan  mempertimbangkan nilai-nilai visi-misi sekolah. 

Guru diharapkan untuk mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan tenntang penyusunan bahan ajar baik daring maupun tatap muka agar mampu Menyusun Modul Ajar (MA) mandiri yang disesuaikan  dengan kondisi sekolah masing-masing berdasarkan kurikulum yang digunakan serta potensi siswanya. 

Untuk itu penerapan kurikulum berfokus siswa pada kurikulum merdeka juga menjadi kebutuhan di dalam penerapan pembelajaran di kelas yang berkesinambungan dengan bahan ajar yang dimanfaaatkan oleh guru. Dengan demikian, pembahasan tentang "Pemanfaatan Bahan Ajar yang Tepat untuk Meningkatkan Daya Literasi Siswa MAN  2 Surakarta" masih relevan untuk diteliti.

           

A. Daya Literasi Siswa

Kemampuan berliterasi siswa memengaruhi budaya sebuah bangsa. UNESCO sudah lama memasukkan cakupan makna literasi tersebut sebagai suatu kemampuan berbahasa, angka-angka, gambar, komputer, maupun segala sarana yang ada dalam memahami, mengomunikasikan, memperoleh ilmu pengetahuan, memecahkan problem, problem matematis dan menggunakan sistem simbol dari suatu lingkaran budaya tertentu (Hamzani, 2020).

PISA sudah mengukur kemampuan siswa bidang literasi yakni literasi matematika, literasi sains, dan literasi membaca. Kurun waktu 2012-2015, literasi membaca hanya naik 1 poin dari 396 poin menjadi 397 poin. Karakter soal PISA yang menggunakan HOTS menjadi kendalanya. 

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa siswa di Indonesia memiliki daya baca yang masih relatif rendah (Hasanah, 2019). Perlu adanya gerakan bersama untuk meningkatkan  minat literasi ini harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk mencapai generasi yang melek akan literasi.  

Kompetensi akan daya literasi ini mengungkapkan cara berpikir kritis siswa dalam memahami fenomena yang sedang terjadi dan kemampuan untuk melihat dan menyelesaikan masalah dengan sudut pandang yang luas. Jadi, literasi tidak cukup dengan siswa mampu membaca, menulis, dan berhitung (Pradana, 2022). Literasi yang dimaksud adalah literasi kritis. Literasi kritis dalam pembelajaran diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran kritis bagi siswa saat praktik sosial di masyarakat (Mubasiroh, 2019).

Penggunaan kurikulum, dilihat dari kurikulum merdeka untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia bahwa literasi kemampuan mandiri siswa untuk membaca, memirsa, menulis, mempresentasikan, berbicara, dan menyimak konteks yang sedang digali dalam bentuk genre teks sedangkan capaian pembelajaran yang dikuasai siswa tertuang jelas dalam Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Nomor 008/Kr/2022  tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka.  Adapun, untuk dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka, guru perlu meningkatkan kemampuan diri dalam membuat bahan ajar perangkat yang disebut Modul Ajar (MA).

B. Modul Ajar pada Kurikulum Merdeka

Modul ajar merupakan contoh pengembangan bahan ajar. Modul  yang baik tentu dapat meningkatkan daya literasi siswa, kriteria modul ajar yang diharapkan meliputi esesial, menarik, bermakna dan menantang, relevan dan kontekstual, dan berkesinambungan:

1. Esensial merupakan  cara pemahaman konsep dari setiap mata pelajaran melalui    pengalaman belajar dan lintas disiplin.

2. Menarik, bermakna dan menantang Menumbuhkan minat untuk belajar dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar. Berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, sehingga tidak terlalu kompleks, namun juga tidak terlalu mudah untuk tahap usianya.

3. Relevan dan kontekstual , Berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, dan sesuai dengan konteks di waktu dan tempat peserta didik berada.

4. Berkesinambungan  Keterkaitan alur kegiatan pembelajaran sesuai dengan fase belajar peserta didik.

            Daya literasi bisa dimaknakan sebagai kemampuan dan kekuatan untuk memanfaatkan berbagai aktivitas literasi seperti membaca, memirsa, menulis, mempresentasikan, berbicara, dan menyimak untuk meningkatkan telaah pengetahuan, keterampilan, bersikap positif, serta kritis dengan bernalar logis dalam menemukan pemecahan masalah terhadap proses pembelajarannya. Untuk dapat mengakomodir daya literasi tersebut modul ajar sebagai bahan ajar yang tepat dapat dibuat dengan prosedur :

  • Hasil analisis dan kebutuhan guru, siswa, dan instansi satuan Pendidikan
  • Menentukan alur tujuan pembelajaran (ATP) yang akan dikembangkan menjadi modul ajar.
  • Konsisten melakukan kegiatan berdasar perencanaan Modul Ajar
  • Mengidentifikasi dimensi profil pelajar Pancasila terhadak aktivitas pembelajarannya
  • Menyusun Modul Ajar berdasarkan komponen yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
  • Mengevaluasi disertai dengan tindak lanjut dari hasil pembelajaran bebasis modul ajar.

      Modul ajar merupakan  bagian dari proses penggunaan bahan ajar yang tepat dalam rangka peningkatan daya literasi. Bahan ajar modul dapat menjadi alternatif ketika penyusunannya bahan ajar dapat  inovatif, sehingga dapat diaplikasikan pada materi atau situasi kelas yang lain (Yustiana, 2020). 

Modul ajar dapat disusun secara sistematis dengan mempertimbangkan berbagai sumber belajar dan praktik pembelajarannya yang interaktif berbasis implementasi kurikulum merdeka. Secara teknis, modul dapat dimanfaatkan secara digital yang disebut e-modul atau e-book maupun dalam bentuk paper. Bentuk digital modul yang paling umum dan mudah digunakan  dalam bentuk format PDF (Portable Document Format). 

Modul digital PDF mempunyai kelebihan menjaga layout dokumen asli dengan baik meskipun dibuka di aplikasi dan sistem operasi yang berbeda, sehingga format digital PDF mudah diakses siswa maupun guru (Prasetya, 2015). Modul ajar yang dibuat guru dapat didampingi dengan bahan ajar atau media pembelajaran lainnya yang relevan dan dapat menunjang keberhasilan pembelajarannya serta meningkatkan daya literasi siswa.

C. Mempertimbangkan Bahan Ajar yang Tepat

      Pemilihan bahan ajar yang tepat menjadi penting untuk memberikan pengalaman belajar siswa yang menyenangkan sekaligus meningkatkan daya literasi. Minat literasi siswa yang rendah akan menjadi pembiasaan ketika siswa tersebut sudah berda di lingkungan pekerjaan ketika dewasa, dan ini akan menjadi lingkaran budaya literasi yang tidak baik.

      Bahan ajar yang tepat dapat dikaitkan dengan aktivitas siswa, pada makalah ini merupakan hasil penelitian dari siswa Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta dari siswa kelas X dan kelas XI, yang sudah kategori usia remaja dan merupakan generasi Z atau gen Z. Gen Z dekat sekali dengan dunia teknologi digital, tantangan guru dan siswa berkaitan dengan pemanfaatan media sosial menjadi suatu hal yang memudahkan bukan menjerumuskan. 

Siswa generasi Z ini membutuhkan daya literasi diberbagai bidang yang berkaitan dengan kebutuhaan dan perkembangaannya sebagai individu remaja yang disesuaikan dengan percepatan teknologi yang ada. Generasi disebut juga dengan  generasi internet. Generasi Z mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu (multi tasking) seperti: menjalankan sosial media menggunakan ponsel, browsing menggunakan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset (Wijoyo, 2020).

Konsep literasi media sosial yang membuat literasi media menjadi sesuatu hal penting, karena siswa generasi Z adalah pengguna yang aktif terhadap media sosial. Literasi media sosial yaitu suatu kompetensi teknis dan kognitif individu dalam menggunakan sosial media dalam berinteraksi sosial dan komunikasi. 

Kompetensi teknis mengacu pada keterampilan dan pengetahuan untuk membuat, mengatur, menavigasi, memproduksi, serta berbagi konten media sosial. Peningkatan kesadaran akan pesan media yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dapat membantu mengenali media, menyaring persepsi dan keyakinan, terhadap  budaya serta memengaruhi pilihan individu.

Kemampuan yang harus dikuasai untuk meningkatkan daya baca menurut Hasanah, 2019:

 1. Skemata

 2. Kemampuan berbahasa

 3. Teknik dan metode membaca

 4. Pengetahuan praktis yang mendukung

 5. Tujuan membaca

 6. Kebiasaan dan fleksibilitas membaca

            Penelitian dapat dilakukan dengan menerapkan  pendekatan gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif didapatkan  dari hasil angket digital dengan memanfaatkan media tautan google form dengan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan bahan ajar literasi. 

Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara siswa dan observasi pembelajaran di dalam kelas, observasi lingkungan madrasah, serta observasi literasi siswa di luar kelas yang didukung dengan literasi riset dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian kualitatif  dapat digunakan untuk menyusun penulisan penelitian dengan metode studi kasus, fenomenologis, naratif, kajian teks, disertai analisis yang menekankan pada orientasi proses (Widayati dkk., 2015).

Penelitian kualitatif memiliki  tujuan utama yaitu menggambar dan mengungkapkan (to describe and explore) kemudian menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain) (Sukmadinata, 2015). 

Penggunaan bahan ajar yang tepat oleh guru perlu digambarkan secara deskripsi untuk mengungkapkan bahwa pemilihan bahan ajar guru di saat pembelajaran di kelas dapat memotivasi siswa terhadap minat literasi, sehingga hasil penelitian dapat memberikan penjelasan yang dapat diterapkan pada proses pengajaran di kelas. Penelitian kuantitatif dan kualitatif digabungkan untuk memperoleh gambaran umum (Mustaqim, 2016). 

Instrumen penelitian kuantitatif  yang digunakan adalah test aktivitas literasi, angket digital dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait bahan pengajaran, dan wawancara. Sedangkan instrumen dalam kualitatif adalah peneliti sebagai instrumen (human instrumen) dan catatan observasi.

Penelitian  dilakukan di  Madrasah Aliyah Negeri 2 Surakarta dengan melibatkan responden siswa, pada kelas X atau fase E dan kelas XI. Fase E yaitu E4 yang sudah diberlakukan implementasi kurikulum merdeka, dengan jumlah siswa 36 siswa. 

Sedangkan kelas XI yaitu XI IPA 4 yang masih menggunakan kurikulum 2013, dengan jumlah 34 siswa pada semester genap tahun pelajaran 2022/2023. Jadi jumlah responden siswa sebagai sampel adalah 70 siswa, pada rentang usia 15 sampai dengan 18 tahun. Siswa tersebut merupakan generasi Z yang mempunyai keterampilan digital dan melek media sosial.

Kurikulum merdeka maupun kurikulum 2013 yang digunakan MAN 2 Surakarta saat ini, mempunyai kepentingan di bidang literasi. Inovasi kurikulum diharapkan meningkatkan minat siswa terhadap aktivitas literasi dengan mengoptimalkan penggunaan bahan ajar yang tepat dan mendukung program madrasah riset. Penggunaan bahan ajar yang tepat juga mendukung program percepatan Implemetasi Kurikulum Merdeka (IKM) sekaligus memotivasi siswa dalam kegiatan literasi.

D. Pemilihan Bahan Literasi

            Pemilihan bahan literasi menentukan kualitas literasi tersebut, berdasarkan 61 responden siswa yang menjawab pertanyaan terhadap minat mempelajari buku diperoleh data tertinggi 41% buku yang disertai visual gambar. Berbagai bahan literasi yang ditawarkan adalah (1) buku cetak konvensional, (2) buku digital dari berbagai aplikasi, (3) audiobook pada gawai  (4) teks sinopsis atau resensi (5) buku dengan visual gambar. Lima bahan ajar tersebut mempunyai peminat meskipun dengan persentase berbeda, guru dapat mencoba berbagai ragam bahan literasi tersebut pada jenis materi yang berbeda dalam satu rencana pembelajaran semester.

            Aspek kegiatan literasi membaca, memirsa, menulis, mempresentasikan, berbicara, dan menyimak sesuai dengan kurikulum merdeka, perlu direpresentasikan dari berbagai sumber bahan ajar. 

Memirsa dan menyimak mempunyai daya dukung sumber bahan ajar, fasilitas belajar, dan metode pembelajaran yang dapat dieksplorasi bersama siswa. Penggunaan media digital visual atau audio visual seperti power point, iklan, film, internet (web, media sosial) dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk mendukung metode pembelajaran (Huri, 2021).

E. Pembiasaan Membaca

            Membaca merupakan kegiatan berliterasi yang paling umum kita lakukan. Namun perilaku pembiasaan membaca ini masih belum maksimal. Bahan ajar membaca seharusnya tidak selalu berpusat pada guru, tetapi siswa dapat memanfaatkan waktu luang dengan membaca hal-hal yang paling dekat dengan dirinya. Misalnya, informasi pada media sosial, informasi di tempat-tempat publik, dan buku yang ringan untuk dibaca sesuai minat. Untuk mendapatkan kualitas membaca yang baik dapat membuat strategi membaca, antara lain:

  • Melakukan penjadwalan membaca buku
  • Menentukan target membaca buku dalam sebulan, misalkan satu buku fiksi dan satu buku nonfiksi
  • Membiasakan membaca cermat pada media sosial dan tempat public, agar terhindar dari informasi hoaks.
  • Jika tidak menyukai membaca buku, mulailah dari buku-buku yang ringan sesuai dengan hobi pribadi.
  • Memastikan informasi yang diketahui benar, baru kemudian dapat menginformasikan kepada orang lain atau dikenal dengan istilah sharing sebelum share.
  • Belajar memberikan pendapat atau menceritakan kepada orang terhadap hasil baca yang diperoleh, agar dapat menstimulus perkembangan berpikir kritis.
  • Hasil membaca dapat ditulis dalam bentuk resensi atau sinopsis agar memperbanyak kosakata.

Membaca dan menyimak merupakan kegiatan reseptif yaitu menerima informasi dari kegiatan tersebut. Jika kegiatan reseptif maksimal, maka dapat diimbangi dengan kegiatan produktif yaitu menulis dan berbicara. Berdasarkan data diagram dari angket digital berikut diperoleh data menulis teks 41% bahwa siswa hanya menulis ketika pada pelajaran sekolah saja berupa teks nonfiksi. 

Kegiatan menulis yang masih mengambil peran dari guru yang cukup besar untuk siswa mau mencoba menulis. Kegiatan menulis ini diawali dengan kegiatan reseptif membaca dan menyimak informasi yang berkualitas, sehingga dari kegiatan reseptif siswa dapat memperbanyak kosakata untuk kegiatan produktif baik menulis maupun berbicara.

F. Strategi Pembelajaran Berdaya Literasi

            Strategi untuk meningkatkan daya literasi siswa berbeda-beda sesuai dengan usia. Pada pembahasan ini, responden merupakan siswa Madrasah Aliyah (MA) setingkat SMA sehingga siswa sudah mempunyai minat, memilih bahan literasi, serta memahami maksud dari kegiatan berliterasi. 

Strategi pembelajaran berdaya literasi bagi siswa gen Z, memberikan tantangan tersendiri bagi guru. Siswa remaja yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi perlu diarahkan untuk tahu tentang hal-hal positif yang dapat mendukung prestasi mereka. Perlu kerja sama dengan instansi sekolah dan semua pihak warga sekolah. 

Khususnya di MAN 2 Surakarta, sudah mempunyai fasilitas perpustakaan, laboratorium bahasa, serta program madrasah riset mendukung peningkatan daya literasi siswa. Khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu lainnya memberikan kegiatan kepada siswa setor buku bacaan kepada guru bekerja sama dengan pustakawan sebagai penyedia buku.

Sebagai madrasah riset MAN 2 Surakarta memotivasi semua mata pelajaran agar mengajak siswa melakukan penelitian-penelitian yang nantinya ditulis dalam bentuk karya tulis ilmiah. Selain kegiatan dari program madrasah, guru juga harus kreatif menyajikan materi dengan strategi yang menarik dan beragam metode dan bahan ajar.

G. Keberlanjutan Giat Literasi di dalam Kehidupan Sehari-Hari

            Kegiatan aktivitas literasi tak cukup di bangku kelas formal, Indonesia sebagai negara yang luas dengan kepluralan masyarakat dibutuhkan pembiasaan baik di bidang literasi di dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Tidak semua, masyarakat mampu belajar hingga ke perguruan tinggi, namun dengan pembiasaan aktivitaas literasi tanpa ke perguruan tinggi pun, masyarakat akan mempunyai daya literasi yang baik.

            Keberlanjutan giat literasi diluar kelas perlu disampaikan oleh guru saat pembelajaran. Adapun mereka yang berada di lingkungan sekolah formal dapat menjadi penggerak bagi anak-anak yang tidak sekolah di lingkungan sekolah formal.

Contoh kegiatan literasi di dalam kehidupan sehari-hari adalah kebiasaan membaca di dalam waktu luang saat sela beraktivitas, misalnya saat menunggu bis di halte, perjalanan di dalam kereta, membacakan adik dongeng, Kegiatan yang lain adalah menggerakkan berbagai perpustakaan atau pojok baca, seperti: perpustakaan desa, perpustakaan pemuda desa, perpustakaan tempat ibadah, pojok baca di persimpangan jalan, pojok baca di rumah makan atau kafe kuliner. Selain aktivitas membaca atau menyediakan bahan baca, kegiatan literasi jugaa dapat melakukan kegiatan mendengarkan sumber berita seperti radio, disaat mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti mendengarkan berita saat sedang menyapu rumah, mendengarkan informasi dengan berolahraga. 

Jadi, keberlanjutan giat literasi ini, tak cukup berhenti di bangku sekolah SMA/MA tetapi semua lapisan masyarakat tua muda dan menjadi pembiasaan masyarakat yang berbudaya literasi. Kegiatan literasi di sekolah formal hanya menjadi pemantik generasi baca, diharapkan siswa setelah lulus, dewasa, dan terjun ke masyarakat menjadi generaasi masyrakat yang berdaya literasi, atau penggerak untuk mayarakat lain agar berbudaya literasi, sehingga menciptakan peradaban masyrakata yang berdaya literasi, sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang didasari dengan ilmu dan bernalar logis.

Aktivitas literasi, pemilihan bahan literasi, budaya pembiasaan membaca, guru yang mempunyai strategi terhadap metode pembelajaran, dan keberlanjutan giat literasi di dalam kehidupan sehari-hari, menjadi bahan untuk guru bersama siswanya menciptakan inovasi pembelajaran berbasis literasi. 

Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang menghadapi globalisasi digital yang berkembang pesat, perlu dibentengi dengaan daya literasi yang kritis agar tidak terjebak pada informasi hoaks karena memiliki literasi yang kritis. Pemanfaatan bahan ajar yang tepat oleh guru pada siswa MAN 2 Surakarta bertujuan untuk menjadi motivasi yang berkesungguhan bagi siswa, agar mempermudah program madrasah riset sekaligus memikirkan keberlanjutan daya literasi pada kehidupan sehari-hari siswa. Peningkatan daya literasi ini bukanlah hal mudah, namun perlu pembiasaan yang ketat dan kreatif agar siswa dan guru bersama-sama nyaman ketika proses pembelajaran. 

Percepatan kurikulum merdeka ikut meningkatkan program-program literasi yang berfokus pada siswa. Kompetensi siswa terkait daya literasi, baik pada kelas X maupun kelas XI dibutuhkan perhatian khusus oleh madrasah khusunya guru dalam mempersiapkan bahan ajar yang bervariasi, sehingga siswa mempunyai keyakinan dengan beragam strategi guru bahwa kegiatan berliterasi adalah kegiatan yang menyenangkan serta merupakan suatu kebutuhan bagi perkembangan kompetensinya.

Keberlanjutan daya literasi, setelah lulus atau saat siswa terjun ke masyarakat dapat menjadi penggerak pada masyarakat. Pentingnya masyarakat untuk melek literasi, sudah menjadi urgensi demi bangsa yang berkemajuan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gunawibawa, Eka Yuda,  Hestin Oktiani, dan Vito Frasetya. (2021). "Pengetahuan Literasi Digital terhadap Digital Surveillance Mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul pada Era Internet Of Things". Dalam Jurnal Leverage, Engagement, Empowerment of Community, Vol. 3, No. 1, Mei 2021, 71--80 ISSN 2686-2786 print/ISSN 2685-8630 online.  Lampung: Universitas Lampung

 Hamzani, Achmad Irwan. (2020)."Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan pemahaman literasi hukum". Dalam Masyarakat Berdaya dan Inovasi 1 (2), 2020, 56-61.Tegal:  Universitas Pancasakti

Hasanah, Uswatun dan Warjana. (2019). "Pengembangan Pembelajaran Literasi Membaca untuk Meningkatkan Daya Baca Siswa". Dalam Media Pustakawan Vol. 26 No. 2 Tahun 2019. Yogyakarta: SMK Negri Yogyakarta

Huri, Daman dkk. (2021). "Kajian Awal Keterampilan Memirsa (Viewing Skills)dan Pembelajarannya pada Era Digital di Indonesia". Dalam Isolec International Seminar On Language, Education, and Culture. Malang: Universitas Negeri Malang

 Mubasiroh, dan Siti Latifah, Endah Tri Priyatni, dan Gatut Susanto. (2019). "Pengembangan Bahan Ajar Menulis Resensi Cerpen Berbasis Literasi Kritis bagi Siswa SMA Kelas XI" . Dalam Jurnal Foundasia ISSN 1412-2316 Vol X, No 2, September 2019 (1-19) Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia,. Malang: Universitas Negeri Malang

 Muhidin, Aeng dan Ubaid Al-Faruq. (2018). Pengembangan Bahan Ajar. Tangerang Selatan: Unpampress

 Mustaqim (2016). Metode Penelitian Gabungan Kuantitatif Kualitatif/Mixed Methods Suatu Pendekatan Alternatif. Dalam Jurnal Intelegensia -- Vol. 04 No. 1 Januari-Juni 2016. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Pradana, Galih Visnhu, Agatha Mayasari, dan Yohanes Mario Pratama. (2022) "Peran Literasi dalam Peningkatan Sumber Daya Guru di SD Negeri Se-Kepanewon Cangkringan, DIY". Dalam  Journal of Service Learning, Vol. 8, No. 2, August 2022, 159-167. Yogyakarta : Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

 Prasetya, Didik Dwi. (2015). "Kesiapan Pembelajaran Berbasis Buku Digital". Dalam TEKNO, Vol: 24, September 2015, ISSN : 1693-8739. Malang: Universitas Negeri Malang

 Rahayu, Rifani, Seno Andri, Mayarn. (2022). "Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Penerapan Literasi Digital pada Guru Di Era 4.0". Dalam ISSN 2088-7469 (Paper) ISSN 2407-6864 (Online)Volume 12 Nomor 2 (Desember 2022). Riau: Universitas Riau

 Sripuspita, Astri Dinda, Akhmad Nugraha, Syarip Hidayat. (2022). "Kompetensi Literasi dan Numerasi Siswa Kelas V pada Materi Sumber Daya Alam". Dalam Journal of Elementary Educational Research http://ejournal.iain-manado.ac.id/index.php/jeer Volume 2, No. 2, Desember 2022, 111-120. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

 Sukmadinata, Nana Syaodih. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

 Widayati, Mukti, dkk. (2015). Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sukoharjo: FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

 Wijoyo, Hadion, Yoyok Cahyono, dan Irjus Indrawan. (2020). Generasi Z & Revolusi Industri 4.0. Banyumas: Penapersada

Yustiana, Sari dan Rida Fironika Kusumadewi. (2020). "Pengembangan Bahan Ajar Modul Berbasis CTL sebagai Bagian dari Pengembangan SSP".  Dalam Jurnal kontekstual Volume 1, No. 02, Februari 2020, p. 1-6. Semarang: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun