Pembangunan masyarakat berkelanjutan sangat bergantung pada keberhasilan transisi energi menuju sumber energi terbarukan atau nol karbon. Kita bisa lihat negara-negara yang telah melakukan transisi energi tidak ada yang dikategorikan negara terbelakang.
Negara-negara di Eropa contohnya, telah membangun transisi energi yang begitu besar sejak puluhan tahun lalu. Setiap negara memiliki konteks energi terbarukan yang unik, misalnya Denmark dengan energi anginnya dan Belanda dengan energi airnya.
Mendesain transisi energi
Manfaat transisi energi dalam jangka panjang tak diragukan lagi. Namun, dalam jangka pendek, sebagian besar pemangku kepentingan di negara kita masih mengkhawatirkan efek negatif beralih ke energi terbarukan, seperti kenaikan harga listrik, kehilangan pekerjaan, dan ketidaknyamana, seperti suara bising dari turbin angin yang berdekatan dengan desa-desa tertentu.
Nah, ketakutan dan kekhawatiran seperti ini menurut saya perlu dimitigasi sedini mungkin.
Asia Pasifik berada di garis depan perubahan iklim. Wilayah kita sangat rentan terhadap perubahan iklim. Pada 2020 dan 2021, hampir 40 persen bencana di seluruh dunia terjadi di Asia dan Pasifik. Sebagian besar terjadi di Asia Timur, Asia Tenggara, dan Asia Selatan.
Kendati luas daratannya kecil, negara-negara di Pasifik mengalami lebih dari lima persen bencana. Jutaan orang mengungsi setiap tahun.
Ada lima hal yang penting diketahui terkait transisi energi.
1. Transisi energi lebih dari sekadar dekarbonisasi
PLN mencatat lebih dari 4.700 desa di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) di Indonesia belum menikmati listrik. Rasio elektrifikasi beberapa provinsi bahkan masih di bawah 80 persen, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Maluku. Papua dan Papua Barat bahkan masih di bawah 50 persen.
Kita sama-sama tahu bahwa yang namanya kemakmuran di sebuah daerah itu sangat bergantung pada aksesibilitas dan konsumsi energo. Kendati transisi energi saat ini lebih didorong kepedulian kita terhadap lingkungan dan perubahan iklim, hal tersebut tak bisa kita pisahkan juga dari alasan untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkeadilan di Indonesia.