Jaman tak lagi berjalan pelan, proses berubah dengan begitu cepatnya untuk hampir semua lini bisnis. Termasuk di dalamnya adalah keberadaan fungsi kepegawaian yang erat kaitannya dengan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam lima dekade ini, pengelolaan sumber daya manusia telah mengalami perubahan paradigma sebanyak tiga kali, yaitu Manajemen Personalia, Human Resource Management (HRM), dan Human Capital Management (HCM).
Paradigma pertama muncul dengan istilah Manajemen Personalia sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an, yang memiliki fungsi dan tanggung jawab dalam mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) seperti merekrut dan mempekerjakan pegawai, melakukan penggajian, dan memastikan bahwa setiap pegawai memiliki manfaat yang diperlukan. Adapun focus dari fungsi ini adalah mengelola sistem penggajian, sehingga fungsi ini lebih mudah dipahami dengan baik.
Seiring dengan perkembangan ilmu tekhnologi dan informasi, sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an, dan organisasi semakin menyadari bahwa fungsi SDM ini semakin penting, maka muncullah paradigma baru dengan dengan konsep Human Resource Management (HRM). Pada periode ini organisasi menyadari bahwa posisi Vice President Human Resource memiliki peran yang jauh lebih besar, terutama dalam hal merekrut orang yang tepat, melatih orang-rang tersebut, menyusun desain dan struktur organisasi, mengembangkan paket kompensasi menyeluruh dan terpadu, termasuk menghitung pembagian saham dan bonus, serta melaksakan fungsi komunikasi dan pelayanan untuk kesehatan dan kesejahteraan bagi para pekerja. Sehingga fungsi kepala personalia kemudian bergeser menjadi Vice President Human Resource yang memiliki peran yang lebih luas dan penting dalam menjalankan strategi bisnis dan proses eksekusinya. Fokus utama dalam konsep ini adalah mendevelop sistem untuk mendukung peran baru yang mencakup sistem rekrutmen dan menetapkan persyaratan kerja, mengembangkan sistem kompensasi menyeluruh dan terpadu, serta mengembangkan sistem manajemen pelatihan dan pengembangan karir para pekerja. Dalam menjalankan fungsi dan peran manajemen ini, unit Sumber Daya Manusia kini lebih berfungsi menjadi mitra bisnis /partner dalam sebuah organisasi.
Sebuah babak baru dalam sejarah pengelolaan SDM adalah ketika perusahaan sudah mulai mengenal dan memahami bahwa karyawan adalah asset penting dari sebuah perusahaan, maka konsep tersebut otomatis bergeser dan berubah menjadi Human Capital Management (HCM). Gary Becker seorang ahli ekonomi dari University of Chicago (1962) mengatakan bahwa Human Capital berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan/organisasi untuk mempersiapkan masa depan perusahaan / organisasi melalui penanaman pengetahuan atau kemampuan pada manusianya. Kearns (2006) mengungkapkan bahwa Human Capital Management berfokus pada penambahan dan menciptakan value untuk pengembangan manusia. Hal tersebut mendorong human capital untuk mengedepankan pentingnya pengambilan data, analisis, dan penyajian data guna mendapatkan arahan jelas untuk mengambil sebuah Tindakan. Ada beberapa issue menarik yang melatarbelakangi lahirnya konsep manajemen ini, yaitu :
1. Bagaimana merekrut SDM secara lebih efektif dan efisien yang berbasis kompetensi.
2. Bagaimana cara mengembangkan pemimpin untuk memperkuat budaya perusahaan serta menanamkan nilai-nilai budaya tersebut, dan menciptakan kader kepemimpinan yang berkelanjutan.
3. Bagaimana kesenjangan kompetensi dapat diidentifikasi dengan cepat sehingga organisasi dapat memberikan pelatihan, e-learning, atau mengembangkan program untuk mengisi kesenjangan tersebut.
4. Bagaimana perusahaan dapat mempekerjakan orang-orang yang tepat untuk menjalan bisnis perusahaan yang telah dirancang di awal.
5. Bagaimana cara mengelola para pekerja dengan konsisten dan terukur sehingga setiap pekerja diperlakukan adil, bertanggung jawab, digaji dan dihargai secara sepadan sesuai dengan performansi dan kompetensinya.
6. Bagaimana cara mengidentifikasi pekerja berkinerja tinggi sebagai kader penerus untuk menduduki posisi kunci di seluruh organisasi, dan untuk memastikan bahwa organisasi bersikap fleksibel dan responsif dalam menanggapi kebutuhan para pekerja.
7. Bagaimana organisasi dapat memberikan pembelajaran yang lebih relevan, fleksibel, nyaman, dan tepat waktu.