Mohon tunggu...
Ewia Putri
Ewia Putri Mohon Tunggu... Penulis - seorang aktivis kemanusiaan konsen terahadap persoalan ekonomi, perempuan dan kemanusiaan

saya merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, saat ini saya sedang menempuh studi Program Doktor ilmu ekonomi di universitas jambi, sekarang sedang senang2 menjadi peneliti, pengamat dan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tubuh Perempuan di Konotasikan sebagai Objek

18 Desember 2024   15:07 Diperbarui: 18 Desember 2024   15:07 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan laki-laki terhadap tubuh perempuan seringkali menjadi subjek perdebatan dan kontroversi dalam masyarakat. Apakah perempuan yang memakai pakaian terbuka lebih mungkin menjadi objek pemuas bagi laki-laki dibandingkan dengan perempuan yang memakai pakaian tertutup? Apakah faktor utama dalam hal ini adalah pakaian yang dikenakan, ataukah otak laki-laki yang harus sehat dalam menyikapi pandangan mereka? kali ini akan mengupas masalah ini dengan menggunakan bahasa rasional, menggambarkan perbedaan antara perempuan yang memakai pakaian terbuka dan tertutup, dan mencoba menyusun pandangan ini dalam konteks agama, khususnya melalui tafsir Buya Hamka, guna meraih pemahaman yang lebih mendalam.

Pakaian Terbuka vs. Pakaian Tertutup

Ada pemahaman umum bahwa perempuan yang memakai pakaian terbuka lebih mungkin menjadi objek pemuas bagi pandangan laki-laki. Namun, ini hanya satu sisi dari pernyataan yang lebih kompleks. Pakaian perempuan, baik terbuka maupun tertutup, harus dilihat dalam konteks individu, budaya, dan konteks sosial.

Perempuan yang memakai pakaian terbuka mungkin mengekspresikan diri mereka dengan cara tertentu, merasa nyaman dengan pakaian yang mereka kenakan, atau mungkin mematuhi norma sosial tertentu yang mengizinkan pakaian semacam itu. Tidak benar untuk mengatakan bahwa pakaian terbuka secara inheren menjadikan perempuan sebagai objek pemuas. Pakaian adalah ekspresi identitas dan pilihan pribadi, bukan alasan untuk melegitimasi pandangan laki-laki yang tidak pantas.

Di sisi lain, perempuan yang memakai pakaian tertutup mungkin melakukannya karena nilai-nilai keagamaan, budaya, atau preferensi pribadi mereka. Namun, mengenakan pakaian tertutup juga tidak menjamin perlindungan dari pelecehan seksual. Banyak kasus telah terjadi di mana perempuan dengan pakaian tertutup juga menjadi korban pelecehan. Oleh karena itu, tidak tepat untuk menyimpulkan bahwa pakaian tertutup adalah solusi mutlak dalam menghindari pandangan tidak senonoh.

Faktor Utama: Kesehatan Mental dan Pandangan Laki-Laki

Sebagai gantinya, kita harus menyoroti faktor yang lebih penting dalam masalah ini, yaitu kesehatan mental dan pandangan laki-laki. Pandangan laki-laki terhadap perempuan tidak hanya didasarkan pada pakaian yang dikenakan oleh perempuan, tetapi juga pada pendidikan, nilai-nilai, dan budaya yang mereka anut. Laki-laki yang memiliki pandangan yang sehat akan menghargai perempuan sebagai manusia dengan hak dan martabat yang sama.

Penting untuk memahami bahwa tidak semua laki-laki memandang perempuan sebagai objek pemuas, bahkan ketika perempuan memakai pakaian terbuka. Kesehatan mental dan pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk pandangan individu terhadap lawan jenis. Laki-laki yang terdidik dengan baik tentang kesetaraan gender dan norma-norma sosial yang sehat lebih cenderung memperlakukan perempuan dengan hormat dan tidak merendahkan mereka menjadi objek nafsu.

Perspektif Agama: Tafsir Buya Hamka

Dalam Islam, pandangan terhadap perempuan dan pakaian mereka diatur oleh prinsip-prinsip agama. Tafsir Buya Hamka, yang merupakan penafsiran Al-Qur'an oleh ulama terkemuka Indonesia, memberikan pandangan yang mendalam tentang perlunya menghormati perempuan dan menjaga pandangan.

Salah satu ayat yang relevan adalah Surah An-Nur (24:31), yang mengatur pakaian perempuan. Dalam tafsir Buya Hamka, ayat ini menekankan pentingnya perempuan untuk menjaga aurat mereka dan menunjukkan bahwa pakaian adalah salah satu cara melakukannya. Namun, tafsir ini juga menekankan bahwa kesucian hati dan perilaku yang baik juga sangat penting. Dengan kata lain, pakaian adalah satu aspek, tetapi tidak cukup untuk menjaga pandangan laki-laki yang baik.

Kesimpulan

Dalam membahas pandangan laki-laki terhadap tubuh perempuan, kita harus melihatnya dalam kerangka yang lebih luas. Pakaian, baik terbuka maupun tertutup, bukanlah faktor utama dalam menjadikan perempuan sebagai objek pemuas. Lebih penting adalah kesehatan mental dan pendidikan laki-laki serta pemahaman yang benar tentang pandangan agama.

Pandangan laki-laki terhadap perempuan harus diarahkan pada penghormatan, kesetaraan, dan martabat yang sama. Dalam Islam, tafsir Buya Hamka menekankan pentingnya menjaga aurat dan perilaku yang baik sebagai komponen utama dalam menghormati perempuan.

Jadi, bukan pakaian yang harus diubah, melainkan pandangan dan mentalitas laki-laki yang harus diperbaiki untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, aman, dan hormat terhadap perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun