Mohon tunggu...
Ewia Putri
Ewia Putri Mohon Tunggu... Penulis - seorang aktivis kemanusiaan konsen terahadap persoalan ekonomi, perempuan dan kemanusiaan

saya merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, saya tamatan s2 magister ilmu ekonomi di universitas jambi, sekarang sedang senang2 menjadi pengamat dan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Novel Merantau Ke-Deli karya Buya Hamka

14 Juni 2023   14:49 Diperbarui: 14 Juni 2023   21:56 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

REVIEW NOVEL MERANTAU KE -- DELI

KARYA BUYA HAMKA

By : Ewia Putri

Sebenernya aku tu jarang banget baca Novel, kebanyakan aku sering baca buku yang nuanasa pemikiran, filsafat, ekonomi dan buku-buku yang sekiranya mampu menggunggah membuat otakku menjadi berfikir lebih  dalam, nggak tau kenapa aku senang banget baca yang gituan. Hehe J

Tapi kali ini sedikit berbeda aku sempat di berikan buku oleh seseorang, seseorang ini agak berbeda dari yang sering ku temui, dia lumayan sosok manusia pemikir, suka bahas-bahas yang aneh-aneh, pokoknya beda banget dech dengan kebanyakan manusia lainnya, tapi aku suka manusia yang berbeda yang tidak terkontaminasi dengan lingkungan yang ada. Pokoknya aku angkat dua jempol untuk manusia yang satu ini heheh...

Kali ini aku mau Riview sebuah novel sastra dari buya hamka judulnya " Merantau ke-Deli" Novel ini terlihat di Cover halaman depan dengan sebuah koper jadul berwarna Coklat Lusuh ini, mengingatkan kita pada keadaan  dijaman 80-90 an, ya bentuknya emang sama seperti koper-koper zaman dulu, Novel ini di kemas dengan bahasa sastra yang baku dan  sederhana sehigga mudah untuk dimengerti oleh berbagai kalangan.

Novel ini berisi tentang kebudayaa, sosial, rumah tangga, Rasa dan Nafsu, semua di kemas dalam nuansa yang sederhana tapi menyentuh hati pembacanya. Novel ini memang berbicara tentang keadaan zaman dahulu, tapi yang sangat realite dengan situasi zaman sekarang. Aku tersentak berfikir " ternyata perjalanan hidup yang kita alami tidak lepas berputar dari itu dan itu saja, mengulang-mengulang masa ke masa, tidak ada yang benar-benar beranjak dari masa lalu, karena masa lalu akan terulang cuman waktunya saja yang tidak sama"

Kita lanjut ya...

Seorang tokoh paling favoidku dalam novel ini adalah ia yang bernama "Poniem" perempuan Jawa hidup sebatang kara dengan bekal ayu dan cantik yang dianugrahkan tuhan kepadanya adalah cara satu-satunya  ia fikir untuk bertahan hidup. Untuk terus hidup dan bertahan ia memilih untuk menjadi simpanan mandor dengan Enam istrinya. Waww...

Secara agama memang ini adalah sebuah keputusan yang sangat lazim dilakukan, keputusan yang ia ambil menimbulkan suatu bentuk perbuatan Zina yang jelas akan di larang oleh Agama, tapi hal ini terpaksa ia lakukan agar hidupnya ada yang menjamik secara material, jika ia memilih hidup sprit wanita-wanita dizaman itu, tentulah ia akan bekerja banting tulang menjadi petani kuli, bekerja dikebun dengan penuh tekanan, terus ia akan di beri upah yang kadangpun ia sering dilecehkan oleh sebagian laki-laki yang memiliki nafsu birahi yang tinggi, ya karena wajahnya dan fisiknya begitu ayu dan menyejukkan mata laki-laki dalam memandangnya. Maka ia memilih menjadi simpanan agar ia aman dan bisa dijamin hidupnya.

Di Deli ada seorang pemuda yang berasal dari Nagari Minang  Kabau, ia merantau mencari keberuntungannya dengan cara berjualan dari sana ke sini, dari pagi hingga sore dengan penuh semangat, berharap nasibnya di rantau bisa berubah. Tetapi disamping itu ternyata ia tertarik dengan seorang Perempuan yang bernama "Poniem" setiap hari ia sengaja membuat lapak jualannya di dekat rumah Poniem berharap perempuan itu lewat didepannya dan menyapa  sambil membeli dagannya, karena ia sangat menyukai perempuan itu. Ehhh aku lupa dech nyebutin mana laki-laki Minang ini hehe namanya "Leman" ya heheh J

Markilat mari kita lanjut heheh...

Dengan penuh usaha yang ia lakukan, akhirnya leman berhasil mendekati perempuan itu, sehingga suatu ketika leman dan poniem dapat berbicara dengan secara empat mata, mulailah leman menyapaikan niatnya ingin menikahi perempuan poniem ini, dengan banyaknya pertimbangan dan pergolakan batin yang ia rasakan, akhirnya poniem menerima ajakan Leman untuk menikah.

Singkat cerita merekapun menikah, jatuh bangun pernikahan yang mereka alami merupakan suatu bentuk cobaan bagi mereka, banyak lika liku perjuangan dalam mencapai kebahagiaan, bertahun-tahun bersama tentulah banyak pelajaran yang didapat, Harta melimpah itulah sekarang yang sedang mereka nikmati, tetapi menyedihnya mereka belum mendapatkan keturunan...

10 tahun menikah pasangan ini memutuskan pulang ke kampung Leman yaitu minang kabau, disana mereka bertemu dengan keluarga dan tentunya adat yang dipegang orang minang kabau sangat kental, budi bahaso adalah prilaku yang melekat kepada orang minang kabau. "Elok budi karano bahaso" itulah ungkapan yang sering menjadi tumpuan dalam prilaku kehidupan orang minang.

Beberapa hari dikampung laki-laki yang bernama leman itu diminta untuk menikah lagi dengan seorang gadis minang hanya karena persoalan suku adat dan budaya yang harus dipatuhi, dan leman mengikuti permintaan kelaurganya hingga dia memiliki istri dua.

Singkat cerita dengan adanya masalah maka leman menceraikan istri pertamanya kemudia memilih dihidup dengan istri kedua yang berdarah minang kabau itu. Dengan berbagai peristiwa yang sdh dialami, leman mengalami kesusahan keuangan selama bersama istri keduanya hingga jatuh miskin. Tetapi hal ini berbeda terbalik dengan mantan istrinya.

Mantan istriya menikah dengan mantan anak buah leman, dengan hidup penuh keringant dingin akhinya dia berhasil menjadu sepasang suami istri yang berkecukup hingga lebih.

Tidak lama kemudia leman teringat akan salahnya kepada mantan istrinya dan ia menemui mantan istrinya dengan meminta maaf, dengan wajah yang suram ia menyesali atas perbuatan yang ia sudah lakukan terhadap mantanya .

Tetapi waktu sudah jauh berbubah, sayangnya ia tak mampu mengubah apa yang sdh ia perbuat, penyesalan yang ia dapati merupakan hukuman batin yang tuhan  berkan kepadanya.

Tapi disini yang menarik perhatianku, mengapa bisa adat dan budaya menilai sesuatu hanya sebatas suku dan keturunan, mengapa tidak adanya kesetaraan antar manusia?

Saya jadi berfikir bahwa yang terjadi saat itu adalah adat  dan kebudayaan memperbodoh para pengikutnya sehingga melepaskan nilai-nilai diri, dan kemanusiaan.

14.06.2023 jambi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun