Di Deli ada seorang pemuda yang berasal dari Nagari Minang  Kabau, ia merantau mencari keberuntungannya dengan cara berjualan dari sana ke sini, dari pagi hingga sore dengan penuh semangat, berharap nasibnya di rantau bisa berubah. Tetapi disamping itu ternyata ia tertarik dengan seorang Perempuan yang bernama "Poniem" setiap hari ia sengaja membuat lapak jualannya di dekat rumah Poniem berharap perempuan itu lewat didepannya dan menyapa  sambil membeli dagannya, karena ia sangat menyukai perempuan itu. Ehhh aku lupa dech nyebutin mana laki-laki Minang ini hehe namanya "Leman" ya heheh J
Markilat mari kita lanjut heheh...
Dengan penuh usaha yang ia lakukan, akhirnya leman berhasil mendekati perempuan itu, sehingga suatu ketika leman dan poniem dapat berbicara dengan secara empat mata, mulailah leman menyapaikan niatnya ingin menikahi perempuan poniem ini, dengan banyaknya pertimbangan dan pergolakan batin yang ia rasakan, akhirnya poniem menerima ajakan Leman untuk menikah.
Singkat cerita merekapun menikah, jatuh bangun pernikahan yang mereka alami merupakan suatu bentuk cobaan bagi mereka, banyak lika liku perjuangan dalam mencapai kebahagiaan, bertahun-tahun bersama tentulah banyak pelajaran yang didapat, Harta melimpah itulah sekarang yang sedang mereka nikmati, tetapi menyedihnya mereka belum mendapatkan keturunan...
10 tahun menikah pasangan ini memutuskan pulang ke kampung Leman yaitu minang kabau, disana mereka bertemu dengan keluarga dan tentunya adat yang dipegang orang minang kabau sangat kental, budi bahaso adalah prilaku yang melekat kepada orang minang kabau. "Elok budi karano bahaso" itulah ungkapan yang sering menjadi tumpuan dalam prilaku kehidupan orang minang.
Beberapa hari dikampung laki-laki yang bernama leman itu diminta untuk menikah lagi dengan seorang gadis minang hanya karena persoalan suku adat dan budaya yang harus dipatuhi, dan leman mengikuti permintaan kelaurganya hingga dia memiliki istri dua.
Singkat cerita dengan adanya masalah maka leman menceraikan istri pertamanya kemudia memilih dihidup dengan istri kedua yang berdarah minang kabau itu. Dengan berbagai peristiwa yang sdh dialami, leman mengalami kesusahan keuangan selama bersama istri keduanya hingga jatuh miskin. Tetapi hal ini berbeda terbalik dengan mantan istrinya.
Mantan istriya menikah dengan mantan anak buah leman, dengan hidup penuh keringant dingin akhinya dia berhasil menjadu sepasang suami istri yang berkecukup hingga lebih.
Tidak lama kemudia leman teringat akan salahnya kepada mantan istrinya dan ia menemui mantan istrinya dengan meminta maaf, dengan wajah yang suram ia menyesali atas perbuatan yang ia sudah lakukan terhadap mantanya .
Tetapi waktu sudah jauh berbubah, sayangnya ia tak mampu mengubah apa yang sdh ia perbuat, penyesalan yang ia dapati merupakan hukuman batin yang tuhan  berkan kepadanya.
Tapi disini yang menarik perhatianku, mengapa bisa adat dan budaya menilai sesuatu hanya sebatas suku dan keturunan, mengapa tidak adanya kesetaraan antar manusia?