Mohon tunggu...
Evy Sofiawati
Evy Sofiawati Mohon Tunggu... Aktor - Petani dan pengajar

Pendidik, Penyuluh, Petani dan Peduli

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Provokator

24 September 2021   21:30 Diperbarui: 24 September 2021   21:31 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Gimana mbak ? kita coba yaa....." , beliau menatap dengan penuh harap, aku hanya bisa menghela nafas panjang dan membayangkan betapa banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan. ..

Sebagai pengurus majelis taklim, saya termasuk orang yang lamban istilah khususnya 'tidak punya kemauan', dan akhirnya majelis yang saya pimpin bagai hidup segan mati tak mau, ruh nya mulai terlihat tatkala saya mengenal tetangga baru penghuni rumah bekas guru ngaji kami dahulu, mantan kepala cabang bank swasta yang terkenal dan juga mantan ketua RT di wilayahnya dahulu. 

Beliau mengenalkan saya dengan bekas koleganya yang pensiuan nakes hingga akhirnya majelis taklim kami mendapat kesempatan untuk mendapat pengobatan gratis yang akhirnya tidak hanya untuk ibu-ibu majelis aja tapi warga sekitar musolla pun bisa mengikutinya.

Dan kali ini beliau meminta saya untuk menerima tamu seorang calon dewan yang mau mengenalkan program yang baru kami dengar yaitu bank sampah, selama ini saya selalu menolak para tamu yang mempunyai kepentingan tertentu terutama yang menyangkut politik, dan dengan berat hati saya menerima sarannya.

Pekerjaan pertama yang kami lakukan adalah berkeliling di setiap majelis taklim yang berada satu wilayah , yang selama ini kami selalu berhubungan erat , selalu menyokong semua kegiatan yg diadakan . Kami meminta waktu untuk sosialisasi bank sampah ini disetiap pengajian yang diadakan, melelahkan memang... tapi itu terbayarkan tatkala melihat antusiasme yang menyejukkan.

Pada minggu pertama sebelum launcing bank sampah beliau disibukkan dengan pembuatan form-form standar layaknya bank konvensional sedangkan saya cenderung lebih santai karena tugas saya hanya sosialisasi dan membuat undangan pembukaan.

Penimbangan sampah yang pertama kali diadakan berlangsung lancar tanpa kendala yang besar dan akhirnya lama kelamaan kami mencintai kegiatan ini,. apalagi selama penimbangan terasa kental rasa kekeluargaan dengan seringnya kami dikirimi makanan dari para nasabah bank sampah dan juga sharing bekal yang kami bawa. 

Hingga pada suatu ketika bank sampah kami mendapatkan apresiasi dari walikota,  saya dengan bangga menerima penghargaan di podium kehormatan dan beliau tersenyum senang sambil menatap di kejauhan.

" Gimana mbak ? sayang kan kalau kita tidak ambil kesempatan ini...", saya hanya terpana dan mengira-ngira betapa berdesak-desakannya ide yang memenuhi kepalanya, sangat menakjubkan. 

Penyuluh dari dinas pertanian pun hadir dan dimulailah pembuatan kebun Kelompok Wanita Tani yang lahannya kami pinjam dari tanah kavling perumahan kami yang tak terpakai. 

Dengan tangan dinginnya, kebun kecil kami jadi banyak dikunjungi mulai dari sekolah PAUD hingga mahasiswa dan akhirnya mewakili wilayah untuk mengikuti lomba tingkat kecamatan, tingkat kota hingga tingkat propinsi. 

" duh mbak.....apalagi siiih....? " kali ini kepalaku terasa berdenyut-denyut dan beliau dengan semangatnya mencetuskan idenya untuk mendirikan koperasi agar uang nasabah bank sampah yang mengendap bisa lebih berguna dan juga menjawab keluhan warga atas maraknya bank keliling yg cukup menjerat. Pada saat itu pembuatan koperasi sangat mudah bahkan tanpa biaya apapun semuanya diurus oleh dinas koperasi, kesempatan yang memang tidak boleh dilepaskan begitu saja.

Seperti yang sudah-sudah perjalanan koperasi kami cukup lancar, walaupun kami tidak menerapkan bunga pinjaman hanya infaq saja, kami mendapatkan keuntungan dari penjualan beras subsidi yang dibeli langsung dari petani, entah darimana beliau mendapatkan canelnya. 

Dan pada akhirnya kami bisa membawa para nasabah koperasi berjalan-jalan ke kota Bandung dengan gratis.

" Mbak....,ada yang perlu saya bicarakan...", beliau terlihat serius dan dibenakku mulai menari-nari ide apa lagi yang akan beliau sampaikan ,tapi akhirnya hanya air mata yang menggenang dipelupuk mata tatkala beliau memutuskan untuk menemani anaknya yg tinggal diluar negri. Selamat jalan mbak....memang sudah waktunya mereka merasakan tangan dinginmu disana...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun