"Ehm. Begini kaka. Kemarin aku sudah ajukan rencana project ku, yang aku minta kaka bimbing. Dan hasilnya oke oleh dosenku. Menurut beliau, idenya menarik dan meminta aku untuk melanjutkan  tahapan detail desain."
"Terus?"
"Terus ya, aku mau bilang terima kasih atas bimbingan kakak. Terima kasih sudah mau selalu aku repotkan. Selanjutnya semuanya akan ku godok bersama teman-teman."
"Wah, bagus itu! Terus kamu mau bilang kalau aku sudah kamu campakkan karena aku sudah tidak kamu butuhkan lagi?" katanya dengan wajah memelas.
"Eh, tidak. Tidak. Bukan itu sungguh!"
Dia tertawa terkekeh sampai ada bulir air mata yang terbit di ujung kelopak matanya.
"Nia, Nia. Okelah. Selamat ya, untuk lolosnya idemu dengan berbagai argumentasi rasional yang kamu siapkan. Sejujurnya aku malah tidak banyak repot. Kamu sudah tahu apa yang kamu mau buat. Hanya kamu kurang percaya diri saja. Padahal kamu itu sebenarnya cerdas. Aku saja kagum padamu," katanya sambil menatap mataku dalam dan sukses membuatku ingin luluh dalam pelukan hangatnya.
"Selanjutnya, kamu bisa kapanpun datang ke tempat ini untuk mengajakku diskusi. Kamu dan teman-temanmu!"
Aku menarik nafas legah. "Makasih banyak kak. Sudah. Itu saja. Aku cuman mau bilang itu saja, kak." Aku langsung berdiri. Tak tahan berada terlalu dekat dengannya berlama-lama apalagi tatapan matanya itu.
Tiba-tiba, dia meraih tanganku. Dan untuk pertama kali aku mendengarnya berkata dengan nada yang sangat berbeda: "Terima kasih. Terima kasih sudah datang pagi ini"
Aku terdiam. Suasana menjadi sangat kikuk. Lalu ia bangun. Masih menggenggam tanganku dengan hangat, sampai dering ponselnya memisahkan kami.