"Udara memang sedang dingin pagi ini. Tanganmu dingin sekali. Aku sampai berpikir, kau baru saja keluar dari lemari es." Dia terkekeh seperti biasa dan seperti biasa pula spontan mengatakan semuanya.
"Eh, ayo duduk. Kamu pasti punya alasan untuk menemuiku kan?" katanya sambil mengarahkanku untuk duduk di sebuah bangku di depan ruang kerjanya.
Kami berdua duduk bersama. Dekat sekali. Aku rasanya tak mampu bernafas. Lalu mulai mengingat-ingat apakah tadi aku memakai parfum? Apakah parfumku terlalu banyak? Apakah tadi setelah sarapan aku sudah gosok kembali gigiku? Apakah bajuku rapih? Pikiran itu lebih sibuk di benakku saat ini. Seolah-olah lagi ada hajatan besar dalam otakku. Sibuk, riuh, ramai.
"Nia? Kamu dengar apa yang saya tanyakan?"
Deg!
Astaga. Apa yang sudah aku lakukan?
"Eh iya. Maaf kak. Apa tadi?" tanyaku gugup
"Kamu sakit ya?" Ia bertanya balik
Aku hanya mengangguk. Rasanya ingin ditelan bumi saja. Bodoh sekali aku.
Tiba-tiba aku merasakan tangannya hangat di dahiku. "Badanmu tidak hangat," katanya tanpa sadar bahwa tindakan yang ia lakukan bisa membuatku pingsan saat itu.
"Jadi bagaimana? Apa yang mau kamu sampaikan?"