Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Gratis: Realitas atau Mimpi?

14 Mei 2024   22:58 Diperbarui: 14 Mei 2024   22:59 1433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di beberapa daerah terpencil, akses ke sekolah menjadi tantangan tersendiri. Infrastruktur yang kurang memadai, seperti jalan yang rusak atau jarak yang jauh, menambah beban biaya bagi orang tua. Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi atau bahkan harus menyekolahkan anak-anak mereka di kota yang lebih besar dengan biaya hidup yang lebih tinggi.

Contoh lain dapat dilihat di Jakarta, di mana Pemda telah berupaya menggratiskan biaya pendidikan di sekolah negeri. Meskipun langkah ini patut diapresiasi, masih banyak orang tua yang harus membayar berbagai biaya tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan gratis belum sepenuhnya efektif diimplementasikan.

Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan bahwa pendidikan gratis dapat diwujudkan dengan kebijakan yang tepat dan kemauan politik yang kuat. Oleh karena itu, langkah-langkah konkrit diperlukan untuk mengurangi beban biaya pendidikan di Indonesia. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran pendidikan dan memastikan penggunaannya transparan dan akuntabel. Selain itu, peran Komite Sekolah perlu diperkuat dengan melibatkan orang tua secara aktif dalam pengambilan keputusan.

Dengan pendekatan yang lebih transparan dan akuntabel, pendidikan gratis yang berkualitas dapat tercapai di Indonesia. Ini akan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi generasi mendatang untuk mengembangkan potensi mereka dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Kesenjangan dan Ketidakmerataan

Program pendidikan gratis di Indonesia menunjukkan ketidakmerataan yang mencolok, terutama di daerah pedalaman seperti Papua dan Papua Barat. Di wilayah-wilayah ini, biaya pendidikan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Jakarta. Fenomena ini mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan anggaran pendidikan yang belum optimal.

Papua dan Papua Barat, sebagai contoh, menghadapi banyak kendala dalam penyediaan pendidikan. Infrastruktur yang kurang memadai, seperti jalan yang rusak dan jarak yang jauh antara rumah dan sekolah, menambah beban biaya transportasi bagi orang tua. Selain itu, biaya hidup yang tinggi di daerah terpencil ini membuat pengeluaran untuk pendidikan semakin membengkak. Sekolah-sekolah di daerah ini juga sering kekurangan fasilitas dasar, seperti buku pelajaran, alat tulis, dan ruang kelas yang layak.

Di sisi lain, kota-kota besar seperti Jakarta telah menikmati berbagai fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan akses yang lebih mudah. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, misalnya, telah berupaya menggratiskan biaya pendidikan di sekolah negeri, meskipun implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pendidikan, tetapi kondisi serupa belum banyak terlihat di daerah lain.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pendidikan belum merata. Pengelolaan anggaran yang lebih baik dan alokasi yang lebih adil diperlukan untuk memastikan bahwa semua wilayah, termasuk daerah pedalaman, mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan. Pemerintah perlu memperhatikan kesenjangan ini dan mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasinya.

Contoh nyata dari upaya mengatasi ketidakmerataan dapat dilihat dari program "Sekolah Garis Depan" yang diluncurkan beberapa tahun lalu. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) dengan mengirimkan guru-guru berkualitas ke daerah-daerah tersebut. Meskipun program ini telah menunjukkan hasil yang positif, masih banyak yang perlu dilakukan untuk mencapai pemerataan pendidikan yang sesungguhnya.

Pemerintah juga perlu memperkuat infrastruktur pendidikan di daerah pedalaman. Pembangunan jalan, penyediaan alat transportasi yang memadai, serta peningkatan fasilitas sekolah harus menjadi prioritas. Selain itu, insentif bagi guru yang bersedia mengajar di daerah terpencil juga perlu ditingkatkan untuk memastikan ketersediaan tenaga pengajar yang berkualitas.

Dengan langkah-langkah ini, harapan untuk mencapai pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia dapat terealisasi. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap anak, di mana pun mereka berada, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Hal ini penting untuk menciptakan generasi mendatang yang siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Peran Kontribusi Masyarakat dalam Pendidikan Berkualitas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun