Ini bukan cerita program "Slepet Imin". Sebuah forum untuk anak muda menyampaikan gagasan dan berdiskusi terkait politik di Indonesia. Tetapi ini tentang dua kelompok remaja sengaja janjian untuk melakukan aksi perang sarung di kolong tol Cibitung, Kabupaten Bekasi, dini hari. Sebuah cerita tentang kematian seorang remaja. (Kompas, 15/3/2024)
Cerita ini tidak hanya mencerminkan kegagalan individu, tetapi juga kegagalan sistem yang seharusnya memberikan perlindungan, bimbingan, dan pengawasan yang memadai bagi anak-anak dan remaja.
Cerita ini juga menyoroti tentang pentingnya peran keluarga dalam membimbing dan melindungi remaja dari bahaya perilaku kekerasan.
Keluarga merupakan lembaga pertama dan terdekat di mana anak-anak harus belajar nilai-nilai moral, etika, dan perilaku yang benar.
Namun, seringkali, kehadiran orang tua atau pengasuh yang tidak memadai, kurangnya komunikasi yang terbuka, atau kurangnya pemahaman akan kebutuhan dan tantangan remaja dapat menyebabkan keluarga gagal memberikan perlindungan yang cukup.
Sistem pendidikan juga turut bertanggung jawab dalam membentuk karakter dan perilaku remaja.
Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat untuk mengajarkan pengetahuan akademis, tetapi juga tempat di mana nilai-nilai moral, keadilan, dan toleransi diajarkan dan diterapkan.
Namun, terkadang, kurikulum yang terlalu padat, kurangnya pelatihan bagi guru dalam pendekatan holistik terhadap pembelajaran, serta kurangnya perhatian terhadap masalah perilaku remaja dapat menyebabkan sistem pendidikan gagal dalam memberikan perlindungan yang memadai.
Selain keluarga dan sekolah, masyarakat juga memiliki peran penting dalam melindungi remaja. Lingkungan sosial yang positif, dukungan dari tetangga, teman sebaya, dan komunitas dapat membantu remaja merasa didukung dan terlindungi dari pengaruh buruk.
Namun, dalam beberapa kasus, masyarakat gagal menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi remaja, atau bahkan turut memperkuat budaya kekerasan melalui norma-norma yang tidak sehat.