Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PPN Naik, Guru Honorer Menjerit

15 Maret 2024   19:59 Diperbarui: 16 Maret 2024   07:22 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar guru honorer yang sedang mengajar di depan kelas dengan peralatan kelas yang kurang (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dalam konteks kebijakan kenaikan PPN, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan prinsip keadilan sosial guna menghindari peningkatan ketimpangan ekonomi dan memastikan bahwa golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, termasuk guru honorer, tidak terpinggirkan secara ekonomi.

Pertanyaannya adalah apa Relevansi Kenaikan PPN 12 persen dengan Tujuan Kebijakan Ekonomi. Kenaikan PPN secara langsung dapat mendukung tujuan penerimaan fiskal pemerintah dengan meningkatkan pendapatan negara. Namun, relevansi kebijakan ini dengan tujuan-tujuan ekonomi lainnya perlu dievaluasi.

Meskipun kenaikan PPN dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi negara, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dan kesejahteraan masyarakat harus dipertimbangkan secara menyeluruh.

Pertanyaan mendasar lainnya  adalah apakah kenaikan PPN tersebut sejalan dengan upaya pengendalian inflasi ataukah justru akan memperburuk beban ekonomi masyarakat, terutama golongan berpenghasilan rendah seperti guru honorer.

Kenaikan PPN yang signifikan dapat menghasilkan tekanan inflasi, terutama jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat atau langkah-langkah lain untuk mengendalikan harga. Ini dapat memperburuk beban ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang cenderung menggunakan sebagian besar pendapatan mereka untuk konsumsi.

Dalam menilai kebijakan kenaikan PPN, penting untuk mempertimbangkan efektivitas kebijakan alternatif dalam mencapai tujuan yang sama tanpa memberikan beban tambahan pada golongan masyarakat yang rentan.

Misalnya, pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan fiskal lain seperti peningkatan pajak atas golongan yang lebih mampu atau restrukturisasi pengeluaran anggaran untuk memperkuat basis ekonomi tanpa memberikan beban tambahan pada golongan berpenghasilan rendah.

Aspek keadilan dalam distribusi beban pajak juga harus dievaluasi. Apakah kenaikan PPN ini memberikan beban yang adil sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing golongan ataukah justru memberatkan golongan berpenghasilan rendah secara tidak proporsional?

Selain itu, perlu dipertimbangkan juga dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap stabilitas sosial dan politik. Kenaikan beban ekonomi bagi golongan berpenghasilan rendah dapat memperburuk ketidaksetaraan ekonomi dan memicu ketegangan sosial.

Dalam keseluruhan, penilaian terhadap kebijakan kenaikan PPN harus mempertimbangkan sejumlah faktor termasuk relevansi dengan tujuan-tujuan kebijakan ekonomi, dampaknya terhadap inflasi dan beban ekonomi masyarakat, efektivitas kebijakan alternatif, aspek keadilan dalam distribusi beban pajak, dan dampak jangka panjangnya terhadap stabilitas sosial dan politik.

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, berpendapat langkah berani pemerintah dengan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025, sebagai bagian dari amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Meskipun langkah ini berpotensi mengerek harga barang dan jasa, tetapi ada keyakinan bahwa dampaknya terhadap inflasi tidak akan begitu signifikan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan fasilitas PPN dan ambang batas Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun