"Oposisi itu kecelakaan karena tidak menang. Ia jadi oposisi, ini kecelakaan", kata Jusuf Kalla dalam acara Election Talk di FISIP Universitas Indonesia, Kamis (7/3/2024).
Sebuah pernyataan kontroversial dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memicu gelombang debat dalam dunia politik Indonesia.Â
Pernyataan JK sebagaimana ditulis di bagian lead tulisan ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam tentang esensi demokrasi Indonesia:Â
Apakah menjadi oposisi di Indonesia merupakan 'kecelakaan' politik?
Memang pada kenyataannya, menjadi bagian dari pemerintahan memberikan akses yang lebih besar terhadap sumber daya dan pengaruh politik.Â
Meskipun demikian, penting untuk tidak mengabaikan peran krusial yang dimainkan oleh oposisi dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas pemerintah. Pandangan ini tentu tidak sepenuhnya akurat dan perlu dipertanyakan, karena partai oposisi memiliki peran yang penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan akuntabilitas pemerintahan.Â
Partisipasi oposisi adalah esensi dari demokrasi yang sehat. Mereka memberikan suara alternatif dan memastikan pemantauan yang efektif terhadap kebijakan pemerintah.
Tanpa oposisi yang kuat, risiko penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya akuntabilitas pemerintah dapat meningkat. Lagi pula, oposisi memberikan pengawasan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, memastikan kepentingan masyarakat terjaga.Â
Partai politik yang berada di oposisi seringkali dapat menjadi wakil bagi suara-suara minoritas dalam masyarakat, sehingga mendukung representasi yang lebih inklusif.Â
Contoh konkret dari sejarah politik Indonesia yang dapat digunakan sebagai ilustrasi adalah peran oposisi dalam menyeimbangkan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas pemerintah pada masa Orde Baru.
Pada masa tersebut, partai oposisi seperti PDI dan PPP berperan penting dalam menentang kebijakan pemerintah yang otoriter dan korup.Â
Ketika PDI yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri memprotes pemerintahan Soeharto pada pemilihan umum tahun 1997, hal ini menjadi contoh konkret bagaimana oposisi berperan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan mengawasi kebijakan pemerintah.
Di negara lain, contoh konkret yang dapat digunakan adalah peran oposisi di Amerika Serikat dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan presiden atau partai penguasa. Misalnya, pada masa pemerintahan Presiden Richard Nixon, oposisi dari Partai Demokrat secara aktif menentang kebijakan pemerintah terkait dengan Perang Vietnam dan skandal Watergate. Hal ini menunjukkan bagaimana oposisi berperan dalam menjaga akuntabilitas pemerintah dan memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan.
Selain contoh dari Indonesia dan Amerika Serikat, kita juga dapat melihat contoh-contoh dari negara-negara lain yang mengalami situasi serupa. Misalnya, di Britania Raya, Partai Buruh dan Partai Konservatif secara bergantian mengisi peran oposisi dan pemerintahan. Peran oposisi dalam sistem politik Inggris memiliki dampak yang signifikan dalam mengawasi dan mengkritik kebijakan pemerintah serta menawarkan alternatif kepada masyarakat.
Di Jerman, partai oposisi memiliki peran penting dalam sistem politik multiparti mereka. Partai-partai seperti Partai Sosial Demokrat dan Partai Hijau tidak hanya mengkritik kebijakan pemerintah yang ada, tetapi juga menjadi kekuatan yang mendorong perubahan kebijakan dan menyuarakan kepentingan masyarakat yang beragam.
Menurut Dahl (1971), oposisi dalam konteks kehidupan demokrasi adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan karena merupakan salah satu fondasi pemerintah. Oposisi dalam konteks politik merupakan penyeimbang kekuasaan.Â
Penyeimbang secara substansi bisa diartikan sebagai kekuatan yang ada di luar pemerintah dengan memberikan alternatif sehingga pemerintahan menjadi seimbang dan tidak jauh dari kepentingan rakyat.
Fungsi penyeimbang kekuasaan ini memiliki makna utamanya yakni, untuk pengingat bahwa ada kalanya pemerintah yang dipilih secara demokratis akan jatuh menjadi pemerintahan yang melawan semua kehendak masyarakat. Oleh karena itu, oposisi penting untuk dipertahankan agar pemerintah dapat menjalankan dan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Selain itu, oposisi juga merupakan penjaga alternatif kebijakan. Dengan adanya oposisi, akan memungkinkan adanya banyak pilihan alternatif kebijakan pemerintah. Pasalnya, tidak ada satupun pemerintahan yang tidak luput dari kesalahan. Pemerintah dengan kebijakan terbaik pun, masih akan membutuhkan dukungan dari kelompok oposisi untuk mengetahui kepentingan rakyat.
Sebuah pemerintahan sudah pasti akan mengalami yang namanya stagnasi atau bahkan sebuah kemunduran. Hal ini dapat terjadi apabila, pemerintah tidak mendapatkan tantangan dari pihak-pihak yang berkompeten dan mampu menunjukkan kepada rakyat mengenai kebijakan-kebijakan lain yang lebih masuk akal daripada kebijakan pemerintah.
Dikutip dari laman Parliamentary Education Office, oposisi dalam pemerintahan merupakan kelompok pengimbang dan pengawas (check and balances), penjaga akuntabilitas pemerintah, kelompok yang meneliti dan mencermati pekerjaan pemerintah. Kelompok oposisi boleh meminta pemerintah menjelaskan tindakan atau kebijakan yang diambil, memperdebatkan atau memeriksa rancangan undang-undang dan isu-isu penting nasional.
Peran oposisi penting dalam menjaga demokrasi yang sehat dan mengawasi kebijakan pemerintah agar tetap akuntabel. Memandang menjadi oposisi sebagai 'kecelakaan' politik dapat menghasilkan stigma negatif terhadap partai oposisi. Hal ini dapat menghambat partisipasi politik yang sehat dan membatasi ruang bagi suara-suar minoritas untuk diwakili dalam proses pembuatan keputusan politik. Akibatnya, proses demokratis di Indonesia dapat terhambat karena kurangnya keragaman pandangan politik yang dapat mendorong inovasi dan perubahan.
Pandangan bahwa menjadi oposisi adalah 'kecelakaan' politik dapat melemahkan peran oposisi sebagai pengawas pemerintah dan penjaga akuntabilitas. Jika partai-partai politik tidak bersedia menjadi oposisi, maka tidak akan ada pihak yang mengkritik atau memantau kinerja pemerintah dengan kritis. Hal ini dapat berdampak negatif pada transparansi dan akuntabilitas pemerintah, yang merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi.
Tanpa adanya oposisi yang kuat, risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dapat meningkat. Ketidakberadaan oposisi yang dapat mengawasi dan mengkritik kebijakan pemerintah secara efektif dapat menciptakan lingkungan di mana keputusan politik dapat diambil tanpa pertimbangan yang memadai terhadap kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Pandangan bahwa menjadi oposisi adalah 'kecelakaan' politik juga dapat mengurangi pluralitas politik dalam sistem politik Indonesia. Pluralitas politik adalah salah satu karakteristik utama dari demokrasi yang sehat, di mana berbagai pandangan politik memiliki ruang untuk diekspresikan dan diperjuangkan. Ketika partai politik tidak bersedia menjadi oposisi, hal ini dapat menyebabkan homogenitas politik yang tidak sehat dan mengurangi ruang bagi perbedaan pendapat yang konstruktif.
Namun, implikasi pandangan ini tidak berhenti di situ. Secara spesifik, pandangan bahwa menjadi oposisi adalah 'kecelakaan' politik dapat mempengaruhi partisipasi politik, transparansi, dan akuntabilitas pemerintah secara signifikan. Mengapa?
Pertama, pandangan ini dapat mengurangi partisipasi politik dengan menurunkan minat masyarakat untuk terlibat dalam proses politik. Jika masyarakat percaya bahwa menjadi oposisi tidaklah efektif atau berguna, mereka mungkin cenderung untuk menarik diri dari proses politik secara keseluruhan, mengurangi pluralitas pendapat dan diskusi yang penting untuk demokrasi yang sehat.
Kedua, pandangan ini juga dapat mengurangi transparansi dalam pemerintahan. Tanpa adanya oposisi yang kuat yang mengawasi dan mengkritik kebijakan pemerintah, risiko terjadinya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dapat meningkat. Kekurangan kontrol dari oposisi dapat membuat pemerintah lebih bebas untuk beroperasi tanpa pertanggungjawaban yang memadai.
Ketiga, pandangan bahwa menjadi oposisi adalah 'kecelakaan' politik juga dapat melemahkan akuntabilitas pemerintah. Tanpa adanya tekanan yang kuat dari oposisi, pemerintah mungkin merasa lebih sedikit dorongan untuk mempertanggungjawabkan keputusan mereka atau menerima kritik yang membangun. Akibatnya, kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dapat lebih tinggi, merugikan kepentingan masyarakat umum.
Peran oposisi memiliki signifikansi dalam memastikan representasi yang inklusif dan menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem politik. Dalam politik Indonesia, peran oposisi tidak boleh dianggap sebagai "kecelakaan", melainkan sebagai bagian integral dari sistem politik yang sehat. Agar oposisi menjadi bagian integral dari system politik yang sehat maka berapa langkah tindakan konkret yang dapat diambil oleh partai politik atau masyarakat untuk memperkuat peran oposisi dalam sistem politik Indonesia ada sebagai berikut:
Pertama, Mendorong Kesadaran Publik: Partai politik dan aktivis masyarakat dapat mengadakan kampanye penyuluhan dan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya peran oposisi dalam demokrasi. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar, diskusi publik, atau kampanye media sosial yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang fungsi oposisi dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan akuntabilitas pemerintah.
Kedua, Penguatan Koalisi Oposisi: Partai politik yang berada di oposisi dapat memperkuat koalisi mereka dengan cara meningkatkan kerjasama dan komunikasi antarpartai. Dengan memiliki koalisi yang solid, partai politik oposisi dapat memiliki suara yang lebih kuat dalam menentang kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan atau tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat.
Ketiga, Mendorong Partisipasi Politik: Masyarakat dapat didorong untuk aktif terlibat dalam proses politik, baik melalui pemilihan umum maupun melalui partisipasi dalam organisasi dan gerakan masyarakat sipil. Dengan meningkatkan partisipasi politik masyarakat, partai politik oposisi akan mendapatkan dukungan yang lebih besar dan dapat memperkuat peran mereka dalam sistem politik.
Keempat, Penguatan Institusi Pendukung: Mendorong penguatan lembaga-lembaga pendukung demokrasi seperti media independen, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian politik. Institusi-institusi ini dapat berperan sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan politik dan memberikan dukungan kepada partai politik oposisi dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Terakhir, Peningkatan Kapasitas: Partai politik oposisi perlu meningkatkan kapasitas mereka dalam hal penelitian, advokasi, dan komunikasi politik. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendukung demokrasi atau lembaga internasional yang bergerak di bidang politik.
Oleh karena itu, penting bagi partai politik untuk mengakui dan mendukung peran oposisi dalam menjaga demokrasi yang inklusif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H