Aku lahir dari keluarga sultan. Aku bisa menikmati segala hal yang bisa dinikmati. Menjelajahi dunia, mencicipi makanan lezat. Memuaskan hasrat dalam bentuk apapun
Aku mencari kesenangan, kebahagiaan, dan kepuasan. Aku biasanya menolak kecemasan dan kesedihan yang membosankan. Aku mengejar kebebasan dan kegembiraan. Menciptakan momen-momen yang tidak terlupakan.
Kehidupan adalah untuk dinikmati. Mengambil segala kesempatan yang ada. Menjadikan setiap hari seperti hari libur.Â
Aku hidup untuk seni, makanan, dan keindahan. Dalam dunia yang penuh dengan keindahan yang indah
Ku nikmati semua, setiap saat dalam hidupku. Dalam gaya hidup hedonisme, aku bahagia dan puas.
Bolehlah kau anggap aku seperti sebuah oase di padang pasir kehidupan. Atau seperti bunga yang merekah di musim semi. Atau seperti binar cahaya di langit. Tapi jangan dulu. Jangan gegabah
Sebab ayahku seringkali lupa membayar upeti. Atau persepuluhan dari seluruh hartanya. Pajak, kata kebanyakan orang. Untungnya, ayahku tidak sampai lupa dirinya sendiri. Bahwa di dalam raganya masih ada jiwanya
Kalau akau mau jujur. Aku bisa menjelajahi dunia ataupun mencicipi makan lezat  tidak semuanya dari hasil keringat ayah. Entahlah aku tak tahu bagaimana cara ayah mendapatkannya. Pokoknyam happy sajalah
Malam semakin larut. Aku sudahi saja hayalanku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H