Dalam sistem perkawinanpun, pihak kerajaan berhak menentukan jodoh. Jika perlu kepala distrik mengirimkan puteri terbaik dan tercantiknya untuk dinikahkan dengan pihak kerajaan.
Mirisnya, setelah masa penjajahan Belanda berakhir semua asset tanah dan isinya diklaim oleh para pekerja sebagai hak miliknya. Alasannya adalah semua barang bukti yang ada di dalam tanah tersebut (pisang, Kemiri, pohon kopi dan lain sebagainya) adalah jerih payah dari para pekerja kerajaan. Nasib para orang-orang kerajaan menjadi tidak jelas.
Untungnya, pada saat peralihan kerajaan ke sistem demokrasi (saat dimana Indonesia Merdeka-Penjajah Belanda kembali ke negara asalnya), orang-orang kerajaan, khususnya raja, sangat gencar memberi sosialisasi kepada pihak kerajaan dan orang-orang sekitar kekuasaan. Bahwa yang disebut kraeng (tuan) di masa depan adalah orang-orang yang rajin bekerja dan memiliki stock makanan yang berlimpah, bisa menyekolahkan anak. Bahwa semua sistem yang digunakan sebelumnya (super power) akan tergantikan dimana semua orang punya hak yang sama di bidang hukum dan pemerintahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H