Pinjaman sebagai sesuatu yang privasi
Kita semua pasti mengakui bahwa soal pinjam meminjam (baik pinjaman berupa barang maupun jasa) adalah urusan pribadi setiap orang. Kalau kita mengakui bahwa pinjam meminjam adalah privasi maka sebenarnya fenomena anggota DPRD meminjam uang di Bank atau di mana saja merupakan urusan pribadi anggota DPRD.Â
Tentunya dalam soal ini kitta semua pun sepakat dengan Andra Sonni yang mengatakan bahwa soal meminjam adalah urusan pribadi masing-masing orang.
"Itu ranah pribadi, masing-masing tahu kebutuhan dan pengelolaannya," kata Andra Soni melalui pesan WhatsApp kepada detikcom di Serang, Banten, Selasa (10/9/2019).
Tetapi bagaimana jika suatu saat pinjaman atas nama pribadi kemudian dibayar dengan uang hasil korupsi. Tentu, tidak semua orang akan menyetujui kalau hutang atas nama pribadi dibayar dengan uang korupsi, bukan?
Persoalan yang privasi menjadi masalah
Pada satu sisi memang soal pinjam meminjam adalah hal privasi setiap orang. Namun pada sisi yang lain hal yang bersifat privasi tadi kemudian menjadi persoalan publik ketika utang yang sifatnya privaasi tadi tidak dilunaskan oleh masing-masing prbadi tetapi melibatkan orang-orang yang sebenarnya tidak tepat untuk menyelesaikan soal urusan hutang piutang. Pada konteks inilah, pembicaran soal pinjaman anggota DPRD ramai dibicarakan oleh banyak kalangan. Banyak pihak yang mulai mencurigai atau mulai meningkatkan kewaspadaan atas pinjaman para anggota DPRD itu.Â
Tanggapan seputar pinjaman anggota DPRD
Donal Fariz (Peneliti ICW) berpendapat bahwa penggadaian Sura Keputusan oleh anggota DPRD berpotensi melakukan Korupsi dengan modus baru. Modus baru ini sangat sulit untuk dideteksi jika pembayaran cicilan dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan. Sebab menurut Fariz belum ada jaminan anggota DPR akan membayar cicilannya sendiri. Ia khawatir cicilan itu dimanfaatkan para anggota DPRD itu untuk bermain proyek dengan pihak ketiga.
"Aku justru curiga apa iya dia yang bayar perbulan kalau nyicil, misalnya nanti anggota dewan yang nyicil kemudian ada kontraktor yang ingin dapat proyek nya, ya sudahlah dari pada menyuap langsung ke tangkap, mending yang nyicil aja dari pada langsung ke tangkap KPK, kalau Rp 100 juta ke tangkap kpk kelihatan, kalau nyicil kan tinggal datang ke ATM transfer per bulan nggak di kasih secara langsung," tutur Donal.
Sementara itu, Lucius Karus (peneliti Formappi) melihat tindakan penggadaian SK sangat berpotensi untuk menyuburkan korupsi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!