Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Alasan Anggota DPRD Menggadaikan Surat Keputusan

11 September 2019   18:35 Diperbarui: 12 September 2019   14:50 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa  hari belakangan ini, media tengah gencar mengekspos berita tentang ramainya anggota DPRD menggadaikan Surat Keputusannya untuk mendapatkan pinjaman. Alasan peminjaman pun sangat bervariatif. 

Pertama,  pinjaman untuk membayar utang pasca kampanye dan untuk merealisasikan janji kampanye yang belum terpenuhi kepada pemilihnya.

Menurut Ketua sementara DPRD Ciamis Nanang Permana, anggota legislatif yang menggadaikan SK ke perbankan untuk pinjaman adalah hal yang wajar dan tepat. Rata-rata mereka membutuhkan uang untuk membayar utang pascakampanye atau untuk merealisasikan janji kampanye yang belum terpenuhi kepada pemilihnya.

Kedua, pinjaman dilakukan untuk renovasi rumah, kuliah anak, dan lain. lain.

"Lebih banyak pengajuan renovasi rumah, kuliah anak, dan lain-lain," ungkap Sekretaris DPRD Banten Deni Hermawan di ruangannya, Jl Syekh Nawawi Al-Bantani, Serang, Selasa (10/9/2019).

Ketiga, demi keamanan SK.

"Tidak masalah kalau ada anggota dewan yang "menyekolahkan" SK ke bank, selain aman, juga nyaman. Dibanding disimpan di rumah, SK rawan hilang dan rusak.Tapi kalau di bank, SK bakal di simpan ke dalam brangkas dan dijaga oleh Satpam," tambahnya.Kalau di simpan dirumah, dikhawatirkan SK tersebut akan hilang atau lupa disimpan di mana. Jika dititipkan ke bank, kita tidak usah khawatir SK itu akan hilang. Karena disimpan di dalam brangkas, sehingga keamanannya terjamin," kata Munif kepada Tribunjateng.com, Sabtu (7/9/2019).

Kejanggalan dalam alasan pengajuan pinjaman

Bagi saya alasan pengajuan anggota DPRD  di atas patut dipertanyakan. Pertama, alasan pengajuan untuk merealisasikan janji kampanye yang belum terpenuhi kepada pemilihnya. Saya sendiri yang agak sedikit pelit atau punya karakter sulit membagi dalam kehidupan ini sangat mempertanyakan motif pinjaman hanya untuk memenuhi janji kampanye yang belum terpenuhi kepada pemilihnya. 

Mengapa motif ini dipertanyakan? Alasannya adalah saya baru menemukan bahawa ada anggota dewan berani mengeluarkan uang pribadi dari sakunya (lewat pinjaman lagi)  hanya  untuk memenuhi janji kampanye. 

Tambahan pula, hampir jarang ditemukan bahwa pengadaan infrastruktur  selama ini tidak ada atas nama pribadi dewan tetapi semuanya adalah kegiatan pemerintah daerah. Kedua, alasan keamanan. Alasan keamanan juga patut dipertanyakan. Mengapa? Kalau saya tidak salah setiap daerah pasti memiliki kantor arsip daerah. Kantor arsip sangat tepat untuk mengamankan dokumen kenegaraan seperti surat keputusan yang bersifat kenegaraan.   

Pinjaman sebagai sesuatu yang privasi

Kita semua pasti mengakui bahwa soal pinjam meminjam (baik pinjaman berupa barang maupun jasa) adalah urusan pribadi setiap orang. Kalau kita mengakui bahwa pinjam meminjam adalah privasi maka sebenarnya fenomena anggota DPRD meminjam uang di Bank atau di mana saja merupakan urusan pribadi anggota DPRD. 

Tentunya dalam soal ini kitta semua pun sepakat dengan Andra Sonni yang mengatakan bahwa soal meminjam adalah urusan pribadi masing-masing orang.

"Itu ranah pribadi, masing-masing tahu kebutuhan dan pengelolaannya," kata Andra Soni melalui pesan WhatsApp kepada detikcom di Serang, Banten, Selasa (10/9/2019).

Tetapi bagaimana jika suatu saat pinjaman atas nama pribadi kemudian dibayar dengan uang hasil korupsi. Tentu, tidak semua orang akan menyetujui kalau hutang atas nama pribadi dibayar dengan uang korupsi, bukan?

Persoalan yang privasi menjadi masalah

Pada satu sisi memang soal pinjam meminjam adalah hal privasi setiap orang. Namun pada sisi yang lain hal yang bersifat privasi tadi kemudian menjadi persoalan publik ketika utang yang sifatnya privaasi tadi tidak dilunaskan oleh masing-masing prbadi tetapi melibatkan orang-orang yang sebenarnya tidak tepat untuk menyelesaikan soal urusan hutang piutang. Pada konteks inilah, pembicaran soal pinjaman anggota DPRD ramai dibicarakan oleh banyak kalangan. Banyak pihak yang mulai mencurigai atau mulai meningkatkan kewaspadaan atas pinjaman para anggota DPRD itu. 

Tanggapan seputar pinjaman anggota DPRD

Donal Fariz (Peneliti ICW) berpendapat bahwa penggadaian Sura Keputusan oleh anggota DPRD berpotensi melakukan Korupsi dengan modus baru. Modus baru ini sangat sulit untuk dideteksi jika pembayaran cicilan dilakukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan. Sebab menurut Fariz belum ada jaminan anggota DPR akan membayar cicilannya sendiri. Ia khawatir cicilan itu dimanfaatkan para anggota DPRD itu untuk bermain proyek dengan pihak ketiga.

"Aku justru curiga apa iya dia yang bayar perbulan kalau nyicil, misalnya nanti anggota dewan yang nyicil kemudian ada kontraktor yang ingin dapat proyek nya, ya sudahlah dari pada menyuap langsung ke tangkap, mending yang nyicil aja dari pada langsung ke tangkap KPK, kalau Rp 100 juta ke tangkap kpk kelihatan, kalau nyicil kan tinggal datang ke ATM transfer per bulan nggak di kasih secara langsung," tutur Donal.

Sementara itu, Lucius Karus (peneliti Formappi) melihat tindakan penggadaian SK sangat berpotensi untuk menyuburkan korupsi.

"Dengan demikian secara etis penggadaian SK ini tak pantas dilakukan karena berpotensi menyuburkan korupsi sebagaimana selama ini banyak melibatkan anggota DPRD," kata peneliti Formappi Lucius Karus saat dihubungi, Selasa (10/9/2019).

Penutup

Jika kita tidak mau peduli dengan kejanggalan alasan  peminjaman dan sangat menghargai privasi setiap anggota DPRD pada pihak lain maka perlu beberapa solusi untuk menghindari anggota dewan dari tindakan korups. Pertama, perlu ada aturan yang menegaskan setiap transaksi pada pihak bank dibayar sendiri oleh anggota dewan tanpa melibatkan pihak ketiga.Kedua, pihak bank perlu mengeluarkan aturan pelarangan bagi setiap anggota dewan untuk tidak melakukan pembayaran dengan sistem transfer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun