Mohon tunggu...
Evi Wiyanti
Evi Wiyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam diUniversitas Islam Lamongan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Benturan Teologi Islam dan Budaya dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Jawa

20 Mei 2024   22:51 Diperbarui: 20 Mei 2024   23:27 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam hukum islam sendiri, adat istiadat disebut Al Urf.  Al Adat Muhakkamah bahwa segala perbuatan yang terjadi berulang kali dan mampu diterima akal dapat dijadikan suatu sumber hukum. Suatu adat bisa menjadi sumber hukum jika ia dapat diterima oleh rasionalitas manusia, mengandunmaslahah dan tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. Perlu diingat bahwa segala kebudayaan yang ada dan dijadikan sebagai sumber hukum disuatu kelompok Masyarakat haruslah maslahah dan tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah. Jelas bahwa segala hal yang bertentangan mau tidak mau harus tunduk terhadap Al Qur'an

Pertanyaannya apakah semua hal yang ditradisikan sebagaimana yang disebutkan diatas mengandung maslahah???

Jika mengacu pada konsep masalahah mursalah sebagaimana yang dijelaskan Al Ghazali dan ulama adalah kemaslahatan haruslah yang bersifat dharuriyat, tingkat keperluan mengapa diterapkannya suatu tradisi haruslah dalam tingkat yang mendesak. Serta segala alasan untuk melakukan suatu tradisi tidak hanya sekedar dugaan dugaan semata. Jika berpegang pada kemaslahatan, maka kemasalahatan yang dimaksud haruslah berlaku secara umum dan kolektif dan tidak individual. Berpegang pada kemasalahatan tidaklah berlawanan dengan kesempurnaan syariat.

Sedangkan jika meninjau bagaimana tradisi pranikah seperti perhitungan weton, kecocokan weton, sedulur mintelu, sesajen sebelum pernikahan adalah dominasi karena harapan-harapan yang kemasalahatan setelahnya masih belum jelas atau sebatas hanya dugaan-dugaan.

Dalam masyarakat jawa, perangkat-perangkat keras dalam peribadatan masih mempengaruhi kebudayaan dalam melaksanakan ritual yang berhubungan dengan adat, ritual. 

Tradisi nenek moyang masihlah sangat kental melekat. Padahal jika kita meyakini Tuhan Maha Mendengar dan Melihat Kesungguhan maka akan terlihat kurang pas jika disimbolkan dengan hal-hal yang tampak mata. Penggunaan sesajen pranikah dengan harapan mendapat perlindungan nenek moyang/ tetuah desa agar segala berjalan lancar adalah termasuk pada urf yang fasid dan bertentangan dengan syariat.

Jika diamati dan dilihat, segala yang dilakukan masyarakat dalam tradisi-tradisi yang tersebar sebenarnya merupakan bentuk ikhtiyar baik masyarakat untuk memperbaiki nasib dan agar segala yang dilalui kedepan berjalan dengan baik. Namun, ikhtiyar baik yang tidak dibarengi dengan melalui jalan-jalan yang baik akan menggelincirkan manusia pada perbuatan terlarang yang perlahan meruntuhkan Aqidah.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun