“Bagaimanapun, Kakanda Purbararang adalah kakak yang seharusnya saya hormati, saya sangat sayang dengan kak Purbararang.. “
“Uwak mengerti Purbasari, tapi bagaimanapun cobaan yang kamu alami saat ini, sudah seharusnya menjadi pelajaran untuk bisa menilai bagaimana sifat kakakmu Purbararang..”
“Iya Uwak.. Purbasari mengerti.. mudah-mudahan kelak kak Purbararang bisa mengubah sifat buruknya..”
“Ya sudah, kamu yang sabar ya, Uwak pamit dulu…”
“Iya Uwak, terima kasih..”
Uwak Batara Lengser kemudian beringsut meninggalkan Purbasari, dan hari beranjak petang, Purbasari masuk kembali ke dalam pondokannya.
***
Pada suatu pagi yang cerah, putri Purbasari dikejutkan oleh suara seseorang yang berasal dari remimbunan pohon di atas pondokannya.
“Putri cantik.. kenapa bersedih.. apakah Tuan putri ingin saya ambilkan setangkai bunga? Atau buah-buahan yang segar?”
Putri Purbasari masih mencari-cari asal suara, karena di atas pondokannya hanya ada beberapa monyet yang bergelantungan seperti hari-hari biasa, tidak ada manusia.
“Wahai kisanak, siapakah engkau? Saya tidak mengenal suaramu.. dan tidak dapat melihat wujudmu.. bolehkah kau perlihatkan wujudmu?”