Dalam pelayanan katarak, bila ketajaman penglihatan pasien masih lebih baik dari 6/18, maka BPJS tidak menanggung biaya operasi. Ketajaman 6/18 artinya, penderita bisa melihat objek dari jarak 6 meter sedangkan mata normal dapat melihatnya dalam jarak 18 meter. Hanya ketajaman penglihatan di bawah ini yang menjadi prioritas untuk ditanggung biaya operasinya oleh BPJS.
Dalam pelayanan bayi baru lahir, singkatnya, jika bayi lahir sehat, maka biaya dibayar satu paket dengan persalinan. Jika bayi lahir memerlukan pelayanan tambahan atau sakit, maka biaya ditagih di luar paket persalinan tersebut.
Misalnya jika bayi masuk NICU, maka tidak akan ditanggung satu paket dengan persalinan. Bayi tersebut harus didaftarkan dulu menjadi peserta JKN agar bisa mendapatkan jaminan. Poin ini juga dikritik oleh Menkes bahwa tidak ada diagnosis bayi lahir sehat atau sakit. Semua bayi baru lahir punya risiko yang sama.
Dalam pelayanan fisioterapi, BPJS tetap menanggung pelayanan fisioterapi oleh dokter spesialis, namun maksimal dua kali dalam sepekan atau delapan kali dalam sebulan.
Buntut dari peraturan baru ini yang telah diberitakan di antaranya 186 RS yang menghentikan pelayanan fisioterapinya (JPNN, 28/7/2018).
Letak Kebocoran Bahtera BPJS
Dalam upaya menyelamatkan kapal tenggelam, berbagai manuver dilakukan BPJS. Seperti pemangkasan tiga jaminan ini yang diharapkan akan menghemat anggaran hingga Rp360 miliar (Health Detik, 31/7/2018). Bulan April lalu, jaminan terhadap obat kanker Trastuzumab dihentikan karena dianggap terlalu mahal. BPJS juga menonaktifkan perekrutan pegawai baru dan melakukan pengalihan tugas (CNN Indonesia, 3/8/2018).
Besar pasak daripada tiang, berdasarkan RKAT BPJS Kesehatan 2018, target pendapatan yaitu Rp79,77 triliun, namun beban pembiayaan mencapai Rp87,80 triliun (Kompas, 3/8/2018). Laporan keuangan pun selalu membukukan aset neto minus. Pada tahun 2014 sebesar Rp3,3 triliun, 2015 Rp5,7 triliun, 2016 Rp9,7 triliun, dan 2017 Rp10 triliun (Beritagar, Gresnews, 31/7/2018).
Belum lagi penunggakan iuran oleh peserta yang mencapai 13 juta orang, mencakup 6% dari total peserta (Health Detik, 2/8/2018).
Kebocoran pun timbul dari efek kumulatif seribu satu jenis kecurangan (fraud) seperti yang digolongkan dalam Permenkes no. 36 tahun 2015, yang berpotensi dilakukan oleh peserta, petugas BPJS, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan. Kasus  yang diungkit oleh dr. Posma B. Siahaan, Sp.PD., FINASIM dalam tulisan beliau ini menggambarkan sebagian kecil saja.
Contoh fraud yang ditemukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2017, di 26 puskesmas 14 provinsi ditemukan potensi penggunaan dana kapitasi tidak sesuai UU, manipulasi bukti pertanggungjawaban dan pencairan, serta penarikan biaya yang seharusnya telah dijamin. Menurut catatan ICW, terdapat kerugian negara yang mencapai Rp5,8 miliar dari 8 kasus korupsi pengelolaan dana kapitasi puskesmas di 8 daerah (Gresnews, 31/7/2018).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!