Metode seperti mengisap bisa dari luka, menyayat atau menusuk area luka, mengikatnya dengan kencang, atau mengoleskan apa pun telah terbukti berbahaya, baik bagi korban maupun penolong.
Mengisap bisa ular seperti di sinetron, selain tidak efektif, justru menimbulkan risiko penyebaran bisa ular kepada penolong. Bagaimana jika pemirsa meniru adegan ini pada kasus gigitan ular, lalu terjadi perburukan kondisi pada korban atau penolong? Hmm.
4. Adegan timbul-hilang penyakit yang ajaib
Seorang aktris disabotase oleh saudara tirinya akibat perebutan harta warisan. Sang aktris tertabrak mobil, kepalanya terbentur dengan keras. Saat dirawat di rumah sakit, sang aktris tiba-tiba lupa segalanya.
Setelah mengalami amnesia berkepanjangan, suatu saat sang aktris kepalanya kembali terbentur. Ia sembuh dari amnesianya, dan ingatannya kembali dengan sempurna.
Kenyataannya:
Ini termasuk tidak akuratnya fenomena yang digambarkan di sinetron. Seseorang yang mengalami amnesia butuh waktu dan usaha untuk mengembalikan ingatannya.
Penyembuhan terjadi bertahap, sedikit demi sedikit, dibantu oleh keluarga dan terapis. Resolusi tidak terjadi secepat itu, dan tidak dengan cara memberi benturan kepada kepala pasien.
Masih banyak adegan timbul-hilang penyakit yang sering ditemui di sinetron, seperti kanker stadium akhir, operasi mata, dan lain-lain.
5. Perban dahi yang legendaris
Stop korban sinetron
Televisi masih menjadi media yang banyak dikonsumsi oleh sebagian kalangan. Diperlukan komitmen untuk melanggengkan program berkualitas di dalamnya. Masyarakat yang terdidik tentu lebih bisa menalar dan menyaring konten. Namun, bagaimana dengan yang lain?
Tapi tunggu dulu, ternyata ada juga tokoh terdidik yang mengadopsi adegan sinetron.
Jangan sampai jatuh lagi korban seperti itu, dimana mobil sang "korban" menabrak tiang, diberitakan dahi bengkak sebesar bakpao, gegar otak terancam amnesia, lalu dirawat di ruang biasa dengan selang dan kabel yang tidak terhubung ke mesinnya.