Mohon tunggu...
Evita Ariparno
Evita Ariparno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/ Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya adalah orang yang pantang menyerah dan selalu ingin belajar hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sampah Iklan Luar Ruang di Kota Yogyakarta Bertebaran, Begini Pandangan Civitas Akademik

27 Juni 2023   17:06 Diperbarui: 27 Juni 2023   17:09 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media iklan luar ruang, merupakan media yang masih banyak digunakan oleh institusi atau orang untuk mempromosikan setiap produk dan jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat. Dikutip dari Nielsen.com (26/06/2019), berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Mei 2019 oleh Nielsen Consumer Media & View di 11 kota besar di Indonesia, seperti  Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar dan Banjarmasin. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa iklan luar ruang berupa Billboard mendominasi dengan 43%, disusul Baliho sebesar 18% dan 14% berikutnya berupa LED. Nielsen juga menunjukan tingginya liputan media luar ruang, yang mencapai 66%. (Gambar 1)

Berdasarkan hasil data tersebut, terlihat bahwa penggunaan media iklan luar ruang masih menjadi alat yang kerap digunakan oleh para institusi untuk memasarkan produk mereka. Tetapi hal ini juga menimbulkan permasalahan yaitu munculnya polusi visual dikarenakan banyaknya iklan luar ruang seperti baliho dan reklame yang menumpuk serta semrawut. 

Yogyakarta termasuk ke dalam salah satu kota yang kaya dengan sejarah dan budayanya. Banyak orang yang berkunjung ke kota Yogyakarta untuk menikmati keindahan dan kebudayaan pada kota Yogyakarta. Hal ini dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk mempromosikan produk ke masyarakat melalui media iklan luar ruang yang disediakan dan disewakan oleh para agensi periklanan di kota Yogyakarta. Pemasaran melalui media luar ruang dilakukan dengan harapan agar produk mereka mendapatkan awareness dari masyarakat yang berkunjung ke kota Yogyakarta. Oleh sebab itu, peraturan daerah Kota Yogyakarta nomor 6 tahun 2022 hadir untuk mengatur mengenai pemasangan reklame. Berdasarkan Perda tersebut, peraturan ini dibuat dengan harapan mewujudkan tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh tim jurnalis, banyak iklan luar ruang yang ditemukan pada Jalan Seturan Raya dan bersifat illegal serta menyalahi Perda tersebut. Iklan luar ruang yang ditemukan pada Jalan Seturan Raya tidak hanya dari usaha mandiri saja, tetapi juga berasal dari perusahaan besar seperti Plaza Ambarukmo, Gojek, BCA, Indosat, Partai PAN, dan promosi jual rumah. Bentuk media iklan luar ruang yang ada pada jalan tersebut seperti baliho dan juga reklame. (Gambar 2)

Jumlah baliho dan reklame yang ada juga sangat banyak dan menumpuk pada tiang listrik. Hal ini jelas menyalahi aturan Perda Yogyakarta nomor 6 tahun 2022 pasal 9 ayat 2d yang menyatakan bahwa "Reklame dilarang diselenggarakan dalam bentuk  menempel pada pohon, tiang listrik, tiang telepon dan/atau rambu lalu-lintas."

Akademisi hadir untuk menjadi tempat dalam memberikan edukasi kepada generasi muda mengenai kesadaran dalam mengurangi sampah visual yang ada pada Kota Yogyakarta. 

Hal ini dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa  Arsitektur UAJY yang membuat sebuah Pameran dengan tema "Kala Nara Karma". Dalam pameran tersebut, mereka menyelipkan sebuah kritik bagi baliho dan tata ruang kota yang semrawut. Tim Jurnalis mewawancarai Nicholaus Jodhi selaku ketua dan penggerak ide bersama dengan rekan-rekannya, yakni Anrissa Rotty dan Allysia Sheren pada 23 Juni 2023 lalu.

"Kala Nara Karma jika diartikan menjadi sesuatu hal yang terjadi atau suatu bencana yang terjadi dan bagaimana kita merespon kepada hal tersebut serta balasan apa yang akan didapatkan nantinya," kata Nicholaus Jodhi saat diwawancarai pada 23 Juni 2023. 

Hal yang memicu Jodhi dan rekan-rekannya untuk melakukan kritik terhadap baliho yang semrawut ini bermula dari pengalaman pribadi yang dialami oleh Allysia Sheren. 

"Kalau yang baliho itu sendiri kebetulan berasalkan dari pengalaman aku, yang misalnya kalau temen suka ajak ketemuan terus bilang 'aku shareloc disini ya', kalau ga 'ketemuan disini ya'. Nah tapi tuh aku suka nggak nemuin plang atau si tempatnya itu karena yang pertama terlalu besar, habis itu terlalu mepet, dan lain-lain gitu," Ujarnya kepada tim Jurnalis, saat diwawancarai. 

Jodhi berpendapat, terdapat 2 lokasi yang menjadi tempat favorit bagi para agensi periklanan dalam memasang media iklan luar ruang yang ada di Kota Yogyakarta. "Kita lihat aja kayak di Jalan Seturan Raya dan Babarsari, baliho-balihonya kayak apa. Banyak banget yang gak sesuai dengan undang-undang namun tetap di legalin pemerintah," ucapnya saat diwawancara. 

"Hal ini sangat berpengaruh. Pada saat tahun lalu kan banyak sekali baliho yang tumbang waktu hujan badai, tentu hal ini akan mempengaruhi keamanan. Selain itu baliho ilegal ini merusak estetika tata kota yang menutupi bangunan dan pandangan kita yah. Sebenernya kenapa kritik baliho ya karena ini tuh masalah mikro disekitar kita," tambahnya saat ditanya mengenai pengaruh iklan luar ruang pada tata ruang kota. 

Alih-alih mereka memberikan solusi kreatif dalam pameran Kala Nara Karma dalam mengatasi kesemrawutan baliho. Mereka menyarankan untuk menyatukan iklan luar ruang tersebut kepada bangunan yang telah disesuaikan, sehingga tetap terlihat nyaman dan tidak menutupi bangunan. Tak hanya itu, terdapat rekomendasi untuk mengatur bagaimana cara untuk mengatur iklan luar ruang seperti baliho dan reklame dengan membuat iklan luar ruang secara minimalis dan secukupnya sehingga selain menciptakan rasa nyaman dan aman bagi para pejalan kaki tetapi juga sesuai dengan regulasi yang ada di Yogyakarta. 

Tak hanya mereka, seorang Dosen Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta juga kerap menyampaikan kritiknya terhadap sampah visual terkhusus iklan luar ruang yang seakan memprivatisasi ruang publik di kota Yogya. Beliau bernama Sumbo Tinarbuko, yang merupakan seorang dosen sekaligus pemerhati budaya visual di Kota Yogyakarta. 

Tim ingin mewawancarai dan berbincang bersama beliau, sehingga tim menghubungi pihak Sumbo Tinarbuko melalui berbagai macam media seperti Instagram, Whatsapp, Facebook. Tim jurnalis juga sudah mendatangi kediaman Beliau untuk memberikan surat permohonan kepada Beliau secara fisik. Tetapi sampai saat ini, tidak ada respon dan jawaban apapun mengenai ketersediaan Beliau menjadi narasumber kami.

Dikutip dari KR Jogja (24/03/2017), Sampah visual tersebut bisa menjelma sebagai bencana sosial dan melunturkan keistimewaan Yogyakarta. Ruang publik yang kotor dan mengganggu estetika kota bisa membuat Yogyakarta tak lagi nyaman bagi penduduknya. 

"Dulu dianggap tidak masalah. Ternyata seiring waktu semakin masif. Di jembatan ada, tembok, sembarang tempat. Saya harap pemerintah dan Satpol PP bergerak. Karena telah menjelma menjadi vandalisme dan semakin meresahkan," Ungkap Sumbo, dalam KRJogja (24/03/2017)

Oleh sebab itu, kami mewawancarai salah satu Dosen Arsitektur UAJY yakni Prof. Dr. Amos Setiadi untuk meminta kejelasan mengenai pengaruh iklan luar ruang yang semrawut terhadap pembangunan dan tata ruang kota. 

"Reklame di ruang kota tentu berdampak langsung pada arsitektur kota. Salah satu pembentuk arsitektur kota adalah tata bangunan dan lingkungan (TBL). Di dalam TBL terdapat tata tanda (signage), baik tata tanda lalu lintas yang disediakan oleh pemerintah maupun tata tanda reklame (komersial dan non komersial). Maka estetika arsitektur kota turut ditentukan oleh tata tanda tsb." Ujarnya melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada Tim (26/6/2023).

"Reklame di ruang kota sebenarnya bisa dikatakan bukan sampah visual sejauh memenuhi peraturan daerah tentang reklame. Kota Yogyakarta memiliki Perda Kota Yogyakarta No 6 Tahun 2022 Tentang Reklame." tambahnya.

Kami berusaha mencari tahu, alasan mengapa masih banyak pihak yang menggunakan iklan luar ruang sebagai media promosi. Oleh sebab itu, kami menanyai Dosen Ilmu Komunikasi untuk meminta kejelasan mengenai efektivitasnya dalam mempromosikan sebuah produk di era digital saat ini. Kami mewawancarai Pak Meganusa Prayudi Ludvianto dan juga Pak Alexander Beny Pramudyanto.

"Kalo saya melihat ini merupakan bentuk dari konvergensi media, orang menggunakan media iklan luar ruang itu dipakai buat campaign yang ada di media sosial. 'Coba cari dong billboard kita pas di kotamu ada gak?' jadi mereka saling sinkron satu sama lain. Jadi dari situ, mengingat juga sampai hari ini masih ada gitu kan, orang pasang iklan luar ruang saat ini masih efektif sih menurut saya " ujar Meganusa saat diwawancarai (22/06/2023).

"Iklan itu dinilai efektif ada indikatornya, bergantung pada objektif iklan itu. Efektivitas itu juga punya peluang di semua media. Mau media luar ruang, mau media konvensional yang lain atau mungkin digital, tentu ada pertimbangannya. Efektif kembali lagi prinsipnya apabila mencapai tujuan dari pemasangan iklan tersebut." Jawab Beny saat diwawancarai melalui pesan suara (24/06/2023).

Meganusa juga berpendapat bahwa aparat berhak melakukan pembongkaran terhadap iklan luar ruang yang illegal, tetapi hal ini belum tentu bisa terjadi pada aktivis lingkungan sebab seorang aktivis tidak memiliki hak dalam pembersihan sampah visual dalam bentuk apapun dan juga hal ini erat kaitannya dengan ruang publik.

Tim jurnalis hendak mewawancarai Satpol PP Kota Yogya sebagai aparat yang berperan langsung dalam setiap penegakan Perda di Kota Yogyakarta. Namun sayangnya, tim jurnalis tidak mendapatkan respon dari pihak tersebut. Tim jurnalis sudah memberikan surat ke kantor langsung dan menghubungi melalui berbagai macam platform yang ada. Tujuan dan harapan tim jurnalis untuk mewawancarai pihak Satpol PP Kota Yogyakarta adalah melihat upaya Satpol PP dalam menangani permasalahan terkait iklan luar ruang yang melanggar Perda Kota Yogyakarta ini.

https://www.youtube.com/watch?v=pR0riWr1MQw&ab_channel=AvianHaryono
Dengan adanya peliputan ini, kami berharap civitas akademika terus memiliki sikap kritis pada polusi visual iklan luar ruang di kota Yogyakarta. Iklan luar ruang memang masih menjadi salah satu media promosi yang dinilai efektif dalam memasarkan sebuah produk. Tetapi penting bagi sebuah agensi periklanan maupun institusi memperhatikan regulasi dan peraturan daerah kota Yogyakarta yang mengatur perihal reklame (Perda Yogyakarta nomor 6 tahun 2022). 

Bagaimana tanggapan kalian mengenai polusi visual iklan luar ruang di kota Yogyakarta ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun