Garfinkel juga mengklaim bahwa studi -studi etnometodologis menganalisa kegiatan sehari-hari sebagai cara untuk memaknai hal tersebut, dengan memaknai kegiatan-kegiatan tadi, maka kegiatan sehari-hari  dapat dipandang menjadi lebih rasional. Sederhananya adalah ketika seseorang atau individu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan habit atau kebiasan yang biasanya  atau harus dia lakukan, maka orang-orang di sekitarnya akan memaknai hal tersebut supaya bisa menjadi normal untuk dilakukan, atau lumrah, tentu dengan pemaknaan yang berbeda - beda dari setiap individu.Â
Contohnya, seorang ayah yang biasanya tenang, tidak pernah marah, tetapi suatu  ketika dia marah tanpa suatu alasan yang jelas, maka anak-anaknya akan berpikir mungkin ayahnya sedang cape sehabis kerja, atau dia sedang ada masalah dengan pekerjaannya, dan sebagainya untuk menormalkan sikap marah ayahnya tersebut.Â
Menurut pemahaman penulis, fokus dari etnometodologi adalah berpusat kepada bagaimana masyarakat atau individu memaknai kehidupannya sehari-hari. Dalam memaknai kehidupannya sehari-hari, dilakukan dengan berbagai cara dan metode , bisa berbetuk percakapan, cerita-cerita, ungkapan, dan sebagainya. Menurut penulis, etnometdologi tidak tapat dipisahkan dari interaksi yang di dalamnya terdapat  percakapan, ungkapan, dan sejenisnya. Â
Dari proses memaknai tersebut, akan muncul intepretasi - intepretasi yang berbeda-beda pada masing -masing individu, tetapi mempunyai satu tujuan, yaitu untuk membentuk keteraturan di dalam masyarakat.
 Di dalam buku terdapat contoh seorang dosen yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas dan melakukan sesuatu di luar kebiasannya saat di ruang kelas. Maka, mahasiswanya akan memaknai apa yang dilakukan dosen tersebut dengan memunculkan intepretasi untuk mewajarkan kegiatan dosen yang dianggap tidak biasa atau keluar dari habit. Seperti mungkin sang dosen sedang menyiapkan tempat praktek, mungkin juga sang dosen sedang menyiapkan teka-teki, dan lain-lain.Â
Contoh lainnya adalah ketika teman kita tiba-tiba berlaku sangat baik, tetapi cenderung berlebihan maka di dalam otak kita akan muncul pemikiran apakah teman kita bersikap baik untuk menutupi rasa bersalah atas kesalahan yang dia perbuat, atau mungkin dia ingin meminta pertolongan, atau mungkin dia memang murni bersikap baik karena sayang pada kita, dan pemikiran-pemikiran lainnya untuk mewajarkan tindakan dari teman kita tersebut.Â
ReferensiÂ
Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern ( edisi revisi). Maumere : Penerbit Ledalero. 2021
Ritzer, George - Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi Modern. (Alimandan, Pentj.). Jakarta: Kencana Prenada Group.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H