Mohon tunggu...
Runive
Runive Mohon Tunggu... Penulis - Evi Nur Humaidah

Apalagi kalau bukan menulis?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petik Kenang di Waktu Siang

6 Januari 2019   14:12 Diperbarui: 21 Januari 2019   20:37 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski ia tak panas atau hangat, ia mampu menghangatkan. Bagaimanapun, bukan itu poin utamanya. Yang penting dia bisa membuatku terjaga. Dan ternyata terus bisa. Hingga akhirnya ia berhenti ada.

Kehilangan sudah tentu. Tahun ini baru tahun pertamaku bertemu dengan harmoni, dan menjadi tahun titik balik untuk kembali pada teman malam, tokoh se-windu yang lebih sederhana, tapi setia. Ampuh pula.

Dinamika untuk kembali pada tokoh se-windu tidak terlalu rumit. Tapi cukup berbekas untuk sesuatu yang ingin dilupakan. Terutama soal rasa. Kombinasi memberikan bagian dari setiap yang berbeda. Tapi, mau bagaimana  jika hasil dari perpaduan itu telah tiada.

Pada suatu malam di tahun yang sama. Aku dan teman malamku, kembali berjumpa. Ia kusapa dalam suasana yang hangat dan bersahabat. Rasanya tidak berubah, masih tetap seperti se-windu lalu, saat pertama kali ia mengalir di jalur perhubungan cap dan penampungan.

Tunggu dulu, ini kenangan di malam se-abad yang lalu. Bukan hari ini. Dan jika kuingat kembali, pekatnya begitu sempurna dalam gelap. Aromanya menyingkirkan waktu yang cepat. Dan aku suka, sampai hari ini.

Pahitnya teredam oleh butir-butir halus putih yang mudah larut. Entah mengapa, saat itu aku merasa bangga. Meski tak sedang bahagia, aku merasa jatuh cinta sepanjang tema tiap kali berjumpa dengannya.

Pertemuanku dengan tokoh se-windu se-abad lalu terabadikan sangat singkat. Mungkin karna memoar saat meneguknya di malam-malam sebelum se-windu dulu cukup buruk. Meskipun ia telah menjadi teman malam yang menjagaku, pertemuan kami berhenti sampai di sini.

Setelah sebuah rasa bangga itu, berhenti-lah yang menjadi kata penutup perjumpaan kami. Ya sudah, sejak se-abad lalu, malamku tidak pernah lagi ditemani.

Tapi malam ini, setelah se-abad lamanya, tiba-tiba aku rindu berat. Sangat berat. Rindu pada nyanyian gelas kaca. Rindu pada gelombang pekat dengan poros dalam yang memanjakan mata. Rindu pada aroma menyengat yang mengundang rasa hangat.

Pedih-perih di malam seratus delapan tahun lalu telah dikalahkan oleh rindu yang besarnya sejagat. Padamu teman malamku.

Saat sekitarku telah terlihat lelah. Aku membuka pintu dan pergi mencari tokoh seratus delapan tahun itu. Setelahnya, tak perlu menunggu lama harumnya mempesona dan aku pun terperdaya. Manja dengan suasana. Berkat kehadirannya aku pasti terjaga lebih lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun