Mohon tunggu...
Evie Usman
Evie Usman Mohon Tunggu... Guru - Yang berkali-kali jatuh cinta padamu

Aku wajib untuk tidak melukai hati orang-orang.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Darelano

20 Juni 2023   23:10 Diperbarui: 21 Juni 2023   12:35 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Darel datang di Minggu malam. Membawa oleh-oleh kue bolu untuk Mama. Penampilannya malam ini, tidak seperti di hari-hari lain lebih yang sering menggunakan kaos dan celana belel. Dengan kemeja berwarna abu-abu dan celana kain, ia lebih kelihatan lebih tampan dan berwibawa.

Mama dan Papa menyambutnya ramah. Mereka berbincang seperti sudah kenal lama. Aku pamit ke dapur untuk membuat minuman dan cemilan, meninggalkan tiga orang itu yang sedang mengobrol dengan hangat. 

Darel, kami bertemu dua bulan yang lalu di tempat yang temaram dalam keadaan aku yang kacau. Lampu jalan dan cahaya bulan tidak cukup menerangi gelap malam ketika itu. Aku baru saja diputuskan oleh Arie hanya karena meminta kepastian hubungan kami. Lima tahun bukan waktu yang singkat berpacaran, dan kurasa sudah saatnya kami saling berkomitmen.

Arie menolaknya dengan alasan-alasan yang membuatku muak. Ia masih belum siap untuk menikah. Ia masih butuh waktu yang panjang untuk ke jenjang itu. Lalu, apa gunanya ia memacariku? Atau seumur hidup kami hanya berpacaran tanpa menikah? Arie yang terus kudesak untuk segera melamarku, lebih memilih hubungan ini berakhir. Lima tahun itu tidak berarti baginya, berbeda denganku yang meraung dalam hati, ia membuatku patah hati.

"Nona, apa ada keluargamu meninggal? Kenapa terlihat sangat sedih?"

Pria itu apa ia tidak tahu, sedih bukan saja karena berita meninggal dunia, tapi banyak, salah satunya karena putus cinta. Di usia 27 tahun dengan mempunyai pekerjaan tetap, seharusnya ... aku sudah menikah. Nyatanya aku salah mengawali sebuah hubungan yang kupikir ia akan memberiku anak-anak yang lucu.

Pria itu, sejak kapan ada di sini, mungkin karena sibuk mengeja luka, tidak kusadari kedatangannya. Bahkan motornya yang terparkir di sisi jalan, sama sekali tidak terdengar bunyinya. 

Pria itu mendekat, ikut duduk di sampingku, di tepi jalan yang sepi. Jarak kami teramat dekat, tanpa permisi, aku menyandarkan kepalaku di pundaknya. Aroma sensual dari parfumnya menyerbu penciumanku. Sedikit menenangkan.

"Aku diputuskan. Hu-hu-hu," ucapku disertai sesenggukan. Air mataku tumpah tanpa bisa kutahan. 

"Cuma pacar ditangisi," timpalnya dengan nada yang angkuh. "Dia bukan siapa-siapamu, tidak pantas untuk ditangisi. Suami bukan, keluarga bukan."

Aku mengangkat kepalaku dari pundaknya. Menatap wajahnya yang tidak menunjukkan simpati dengan nasibku. " Kamu tidak pernah putus cinta, ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun