Perubahan SDM merupakan perubahan yang menyangkut faktor orang dalam kedudukannya sebagai anggota Polri atau PNS Polri (pegawai negeri pada Polri). Termasuk dalam katagori ini misalnya program-program latihan, penataran, bimbingan & konseling, dan pemecahan masalah (problem solving). Rendahnya kompetensi terutama lulusan Bintara dan Perwira Pertama Polri, masih banyaknya keluhan tentang penyimpangan dalam penerimaan pegawai negeri pada Polri, serta pembinaan karir yang belum obyektif dan belum susuai kompetensi, mengharuskan untuk segera dilakukan penyempurnaan proses rekrutmen dan pembenahan dalam pembinaan karir di lingkungan Polri. Disamping itu, budaya kerja pegawai negeri pada Polri yang cenderung menempatkan diri sebagai orang yang "harus dilayani" harus diubah menjadi "sebagai pelayan", dan budaya kerja yang cenderung berdasarkan "membenarkan kebiasaan" harus diubah menjadi "membiasakan yang benar".
Gagasan untuk membentuk kultur Polri yang humanis dan dekat dengan masyarakat semakin gencar disuarakan setelah pengesahan UU Kepolisian tahun 2002. Sepanjang era Reformasi, lembaga kepolisian mencoba beragam cara untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Cita-cita membentuk Polri sebagai lembaga yang humanis selalu mengemuka pada setiap suksesi pucuk pimpinan Polri (Kapolri). Pimpinan Polri sejak awal menyadari bahwa reformasi budaya adalah satu-satunya cara untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Polri yang baru. Reformasi budaya sangat bergantung pada tata nilai dan perilaku seluruh anggota Polri, dari jajaran tertinggi hingga terendah.
Penerapan Asas Trikon Ki Hajar Dewantara pada suatu organisasi
Ki Hadjar Dewantara (1900-1959) adalah tokoh pendidikan nasional yang memiliki kontribusi besar dalam pembentukan sistem pendidikan di Indonesia. Konsep Trikon adalah tiga pilar yang menurutnya penting dalam proses pendidikan, yaitu: Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani. Konsep ini tidak hanya relevan dalam dunia pendidikan tetapi juga dapat diterapkan dalam manajemen strategi, pada setiap organisasi termasuk organisasi Polri.
Manajemen strategi merupakan disiplin yang sangat penting dalam dunia organisasi dan kepemimpinan. Penerapan manajemen strategi harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai dengan karakteristik dan nilai-nilai budaya lokal, terutama dalam konteks Indonesia. Penerapan konsep Trikon dalam konteks manajemen strategi mencakup tiga jenis strategi utama, yaitu strategi kontinyu, strategi konvergen, dan strategi konsentris.
Strategi kontinyu adalah strategi yang tidak terputus, melainkan berfokus pada proses perbaikan berkelanjutan. Strategi kontinyu mengacu pada pendekatan jangka panjang yang fokus pada kelangsungan dan pengembangan yang berkelanjutan. Pimpinan Polri hendaknya terus memperbarui metode, memperbaiki sistem, serta memperkaya pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dipimpinnya.
Strategi konvergen adalah strategi yang mengarah pada penyatuan atau penggabungan sumber daya dan upaya yang berbeda menuju satu tujuan yang lebih besar. Tujuan dari strategi konvergen adalah mencapai efektivitas dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada dalam satu fokus yang sama. Pimpinan Polri hendaknya mendorong agar semua bagian atau unit kerja yang ada dalam organisasi bekerja menuju tujuan yang sama.
Strategi konsentris adalah strategi yang berfokus pada pengembangan kekuatan inti dari organisasi, dengan memperkuat area atau sektor yang sudah dikuasai, sekaligus memperluas potensi baru yang masih relevan dengan kekuatan inti tersebut. Dalam organisasi strategi konsentris dapat diterapkan dengan memperkuat bidang akademik, sambil memperluas kegiatan yang masih berhubungan seperti pelatihan keterampilan atau pengembangan budaya organisasi. Pimpinan Polri hendaknya memfokuskan perhatian pada penguatan kualitas pengetahuan dan ketrampilan terhadap anggota yang dipimpinnya, memperdalam pemahaman di bidang tertentu, sembari menjelajahi peluang baru yang tetap berhubungan dengan visi dan misi organisasi.
Hubungan ajaran Ki Hajar Dewantara dengan konsep Trikon yang perlu diadopsi oleh setiap pemimpin adalah sebagai berikut:
a. Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi contoh)
Seorang pemimpim harus mampu memberikan teladan atau contoh yang baik di hadapan orang yang dipimpinnya. Dalam konteks Trikon, prinsip ini menekankan bahwa pendidikan bukan hanya sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter melalui keteladanan. Jadi, guru/pemimpin sebagai pusat pendidikan sangat dihargai untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, karena hal itu akan ditiru oleh anak didik atau anak buah.