Mohon tunggu...
Evi Sulistia  Wati
Evi Sulistia Wati Mohon Tunggu... Guru - Master of Science Education

"Kegagalan Hanya Terjadi Bila Kita Menyerah" (Bj. Habibie)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Integrasi Problem Based Learning Berbasis Bioentrepreneurship

6 November 2021   18:00 Diperbarui: 6 November 2021   19:21 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meningkatkan Karakter Kewirausahaan dan Ketrampilan Proses Sains

Keterampilan 4C sangat dibutuhkan pada abad 21 dan era revolusi industri 4.0. Pada abad ke-21 ditandai dengan era revolusi industri 4.0 sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi. Artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Perkembangan teknologi dan internet telah menghapus banyak pekerjaan, namun juga memunculkan pekerjaan baru. 

Mesin atau robot sudah banyak menggantikan tenaga manusia akan mengakibatkan pengangguran baru. Kehidupan pada abad ini membutuhkan sumber daya manusia berkualitas dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga mampu membuahkan hasil unggul yang berbeda dari masa-masa sebelumnya.

 Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam berpikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigma baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru. Dalam konteks pembelajaran kreativitas, karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains perlu dikembangkan. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan dalam memberikan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di abad 21 tersebut.

Tuntutan perkembangan zaman mengharuskan peserta didik memiliki soft dan hard skills. Hard skill biasanya disebut juga dengan istilah kecerdasan intelektual yaitu keterampilan yang diperlukan untuk menunjang dalam melakukan sesuatu pekerjaan, antara lain berbentuk ilmu pengetahuan baik umum maupun khusus. Sementara soft skill biasanya disebut dengan kecerdasan emosional yaitu kompetensi untuk mengembangkan dan memaksimalkan kinerja terhadap peserta didik, antara lain meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. 

Keterampilan ini dapat dilatih melalui pembelajaran di lembaga pendidikan. Pendidikan harus diorientasikan pada penyiapan sumber daya manusia agar mampu bersaing dan memiliki kompetensi yang berkualitas.  Elfinfri, dkk. (2010) mengemukakan bahwa soft skill dan hard skill  dapat dikatakan sebagai semua sifat yang menyebabkan berfungsinya hard skill. Jika seseorang menguasai kedua keterampilan tersebut dengan baik, maka ilmu dan keterampilan yang dikuasainya dapat mendatangkan kesejahteraan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 

Arief (2012) menambahkan bahwa lulusan perguruan tinggi harus memiliki keterampilan hard skill dan soft skill untuk sukses dalam pekerjaannya. Kemampuan ini akan membantu individu menerapkan pengetahuan yang didapatkan di perguruan tinggi pada dunia kerja. Oleh karena itu pelaksana pendidikan dan pengajaran juga harus membekali peserta didik dengan keterampilan hard skill dan soft skill tersebut.

Jumlah pengangguran di Indonesia cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk pengangguran lulusan perguruan tinggi. Pada periode Agustus 2019 Badan Pusat Statistik Indonesia (2021) menyebutkan bahwa angka pengangguran sebanyak 5,23% atau sejumlah 7104,42 ribu orang. Pada periode Agustus 2020 jumlah pengangguran penduduk mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu sebesar 7,07% atau sejumlah 9767,75 ribu orang. 

Jumlah angka pengangguran ini seharusnya dapat ditekan dengan penyiapan sumber daya manusia yang kompeten. Untuk dapat menyiapkan sumber daya manusia dengan kompetensi yang dibutuhkan diperlukan adanya perubahan paradigma proses pembelajaran. Dalam hal ini pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan peserta didik yang aktif, mandiri, dan mampu membangun pengetahuannya masing-masing.  

Penguasaan hard skill dan soft skill dapat diwujudkan melalui pengintegrasian karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran. Karakter kewirausahaan merupakan karakter seorang wirausaha yang diimplementasikan dalam proses kewirausahaan. Menjadi wirausaha merupakan modal utama untuk merubah pola pikir (mindset) peserta didik dalam memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai peluang untuk mengasah hard skill dan soft skill yang dimiliki. Seorang wirausaha yang sukses harus memiliki keterampilan proses sains. 

Menurut Nugraha (2005) keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. 

Dalam mengintegrasikan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains terdapat peningkatan dan keseimbangan soft skill dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sifat kewirausahaan. Dharma (2019) dan International Training Centre ILO (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa seorang wirausaha yang sukses harus memiliki tiga kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sifat kewirausahaan. 

Upaya untuk meningkatkan kemampuan soft skill dan hard skill peserta didik dapat dilakukan melalui berbagai metode, salah satunya adalah melalui Problem Based Learning (PBL). Hal ini sejalan dengan Kropf (2013) bahwa kebutuhan masyarakat abad ke-21 yang harus mampu mengembangkan keterampilan kompetitif yang berfokus pada pengembangan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains.

Melalui model PBL siswa dibimbing untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Guru diharapkan mampu melatih dan mengintegrasikan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains. Melalui pembelajaran tersebut peserta didik dilatih agar dapat memecahkan serumit apa pun permasalahan yang diberikan melalui pengembangan inovasi dan kreatifitas masing-masing. 

Sagala (2009) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan berhasil apabila pembelajaran tersebut mampu menumbuhkan keterampilan proses sains yang ditandai dengan berpikir kritis, kreatif, logis, objektif dan sistematis. Sehingga keterampilan tersebut harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini kepada peserta didik di sekolah. PBL menjadi pembelajaran yang dapat menjadi sarana untuk mengarahkan pembelajaran lebih pada kontekstual, penuh makna dan menjadi sarana untuk mengembangkan nilai intelektual.

Dewasa ini, pendidik dihadapkan pada tantangan yang cukup serius dalam menciptakan suasana dan hasil belajar peserta didik. Guru memegang peran yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan oleh guru  diharapkan mampu mengajak dan melatih siswa untuk dapat mengintegrasikan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains. 

Keterampilan proses sains merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Keterampilan proses sains membutuhkan integrasi kemampuan lain seperti karakter kewirausahaan yang implementasinya dapat diingtegrasikan dengan model PBL. 

Adanya kerjasama yang baik antara guru dan siswa dalam hal bertukar konsep, pengetahuan, dan keterampilan akan membuat guru dan siswa merasa puas atas proses pembelajaran yang berlangsung. Arends (2008) mengemukakan esensi PBL berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Sedangkan siswa bertanggung jawab atas pembelajaran yang berlangsung melalui proses pembangunan makna pengetahuan dan konsep yang siswa peroleh.

Penerapan pembelajaran bioentrepreneurship dalam mata pelajaran Sains membuat siswa mampu mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai jual dan menumbuhkan minat belajar. Pendekatan bioentrepreneurship merupakan suatu pendekatan pembelajaran biologi yang kontekstual, yaitu pendekatan pembelajaran biologi yang mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan objek atau fenomena alam yang ada di sekitar kehidupan peserta didik. Melalui pembelajaran bioentrepreneurship siswa dapat mengaitkan pembelajaran IPA dengan pembelajaran kewirausahaan dengan kurikulum sekolah sehingga tercipta pembelajaran yang bersifat kontekstual. 

Penerapan pembelajaran bioentrepreneurship dalam mata pelajaran IPA membuat siswa mampu mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai jual dan menumbuhkan minat belajar. Pembelajaran bioentrepreneurship dilakukan secara nyata dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dan membekali siswa dalam pengolahan suatu produk sehingga pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, selain memperoleh materi pelajaran siswa juga memiliki kesempatan untuk mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi suatu produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan minat berwirausaha.

Pembelajaran bioentrepreneurship dapat diintegrasikan dengan model pembelajaran PBL dalam implementasinya. Langkah-langkah metode problem based learning adalah sebagai berikut: (1) Orientasi peserta didik pada masalah; (2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 

Integrasi Problem Based Learning berbasis bioentrepreneurship diharapkan dapat meningkatkan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains. Dengan diterapkannya pendekatan PBL dalam proses pembelajaran diharapkan siswa mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya secara mandiri di bawah fasilitator guru. Sehingga dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa serta dapat meningkatkan karakter kewirausahaan dan keterampilan proses sains.

 

Daftar Pustaka

Arends, R. I. (2008). Belajar untuk mengajar (Terjemahan Helly Prayitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjito). New York: Me Craw Hill (buku asli terbitan tahun 2007).

Arief. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Badan Pusat Statistik Indonesia. (2021). Data Jumlah dan Persentase Penduduk Bekerja dan Pengangguran. Source Url: https://www.bps.go.id/indicator/6/1953/1/jumlah-dan-persentase-penduduk-bekerja-dan-pengangguran.html

Dharma, Surya. (2019). Bahan Ajar Fleksibel : Kewirausahaan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen PMPTK.

Elfinfri, dkk. (2010). Soft skill dan Hard skill untuk Pendidik. Baduose Media.

ILO.(2005). Modul 1 : Apakah Usaha dan Kewirausahaan itu?. Turin, Italy : International Training Centre, ILO.

Kropf, Dorothy C,.(2013). Connectivism: 21st Century's New Learning Theory', European Journal of Open, Distance and E-Learning.

Nugraha, Ali. (2005). Sains dalam Ilmu Pengetahuan. Bandung: Pustaka Setia.

Sagala, S. (2009). Konsep dan makna pembelajaran. (alfabeta, Ed.). bandung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun