Mohon tunggu...
Amri MujiHastuti
Amri MujiHastuti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Sekolah Dasar

Pengajar, Ibu, pemerhati pendidikan anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjaga Semangat Guru di Masa Pandemi

14 November 2020   11:38 Diperbarui: 14 November 2020   20:53 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktivitas kegiatan sekolah | Dok. pribadi

Wajah Pendidikan di Masa Pandemi
Praktis telah sekitar 8 bulan sejak bulan Maret, pendidikan menemukan wajah barunya. Dalam arti positif ataupun negatif, image baru itulah yang harus dijalani oleh para guru. 

Sekolah telah menjadi arti yang lebih luas dari sekadar pembelajaran yang dibatasi empat buah dinding ruang kelas. Sekolah sebagian besar dilaksanakan di rumah, dan idealnya membuka kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitar, dari banyak sumber belajar, dan dengan beragam aktivitas yang sangat bervariasi, jauh dari bosan.

Pada masa pandemi anak-anak dihadapkan tema besar tentang kesehatan, ancaman kesehatan dunia, atau tentang Dampak Sosial dan Ekonomi di Tengah Wabah. Terkesan berat dan menantang, dan pantas dikategorikan sebagai belajar yang merangsang siswa berpikir tingkat tinggi seperti yang selama ini terus menerus diupayakan.

Ternyata bukan hanya siswa yang dalam kegiatan belajar berpikir tingkat tinggi ini perlu banyak berlatih dan berupaya, namun pada awalnya justru guru yang harus cermat berlatih dan berupaya dengan tantangan yang tak mudah dan tak sederhana. Guru di awal pandemi cukup kaget dengan kenyataan bahwa sekolah ditutup. 

Pembatasan jarak sosial dilakukan termasuk sekolah. Sistem pembelajaran jarak jauh sama sekali belum ada atau sekedar dipersiapkan untuk membuat new normal sekolah serta merta dapat dilakukan.

Sekolah dengan wajah barunya menuntut tidak hanya guru berpikir tingkat tinggi. Sekolah ini melibatkan lebih banyak pihak untuk mendukung keberhasilan pendidikan dan ada satu pihak di garda terdepan yang mungkin paling tidak siap jadi bagian dari sistem pendukung terpenting pendidikan jarak jauh ini.

Orangtua harus berperan aktif dalam pembelajaran di masa pandemi ini sebab mereka menggantikan tugas guru berada di samping anak dalam belajar di rumah.

Di sisi lain guru menyiapkan pembelajaran daring dan luring, melakukan kunjungan rumah, dan membimbing kegiatan siswa yang dilakukan secara daring maupun luring dengan protokol kesehatan yang ketat. 

Senormal apapun kategori upaya itu dalam era normal baru namun tetap terasa kurang normal di sanubari guru. Kegiatan terasa kurang maksimal dan terlalu diperpendek.

Kurikulum juga disederhanakan pada masa pandemi ini dengan memprioritaskan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang diperlukan bagi keberlanjutan pendidikan siswa di jenjang berikutnya.

Guru berusaha tegar dan terus melakukan refleksi seperti yang diungkapkan Dr. Romi Siswanto fungsional perencana muda pada Ditjen GTK Kemdikbud dalam blog Prof. Suyanto, Ph.D. seorang teknokrat berkebangsaan Indonesia dan rektor di Universitas Negeri Yogyakarta. 

Dr Romi menyoroti siapa yang paling siap dan paling tidak siap di era kenormalan baru sekolah saat ini. Dengan asumsi guru sudah terbiasa dengan pembelajaran aktif, kreatif, dan inovatif, masa ini akan dapat dilewati guru dengan baik-baik saja. 

Beberapa akan belajar dan menyesuaikan diri, namun komunitas dan tuntutan profesionalitas akan membantu mereka cepat menemukan cara terbaik bagi pembelajaran siswanya. Namun sangat penting menjaga kesehatan mental di masa pandemi ini sebab melihat kenyataan tak semulus harapan.

Meskipun guru siap, tidak demikian dengan orangtua. Hati nurani guru tentu terketuk melihat keadaan orangtua bersusah payah mengajar anaknya. Batu sandungan kedua adalah berita-berita menyayat hati yang diakibatkan pembelajaran di rumah. Dua bulan terakhir ini saja ada dua musibah yang menimpa pendidikan selama belajar dari rumah. 

Di bulan September seorang anak dianiaya ibu yang kesal anak kesulitan mengikuti PJJ. Sementara di bulan Oktober kembali ada berita duka seorang siswa bunuh diri karena frustasi tak bisa menyelesaikan tugas dan kewajiban daring.

Efek yang memprihatinkan dari pembelajaran masa pandemi ini membuat guru berefleksi lebih sungguh-sungguh lagi untuk mencegah musibah serupa terjadi lagi. 

Kemendikbud melalui program guru belajar memperkenalkan praktik memanusiakan hubungan yang mengarahkan pendidik untuk membangun komunikasi tentang kesulitan yang dialami anak dan orangtua selama menjalankan belajar dari rumah. 

Guru harus hadir tidak hanya untuk memberi bantuan akademis namun juga sosial, psikologis dan membangun motivasi dan komitmen anak dan orangtua. Termasuk mencari solusi untuk kesulitan dan kendala siswa. 

Guru harus aktif memantau apa yang 'terjadi' dengan diri siswanya selama belajar dari rumah. Apakah mereka baik-baik saja selama belajar dari rumah dan mendapat dukungan yang diperlukan?

Bagaimana kondisi orangtua, apakah orangtua memiliki kendala dalam mendukung secara spiritual maupun material pembelajaran putra-putrinya selama BDR?

Ketidaksiapan Beradaptasi dengan Wajah Baru Pendidikan. Siapa yang Paling Siap?
Tak ada pihak yang siap dengan adaptasi baru pendidikan. Siswa, guru, dan orangtua keteteran dengan tugas baru ini. Mereka berpacu dengan waktu dan diantara berita wabah pandemi yang jumlahnya bertambah masif dari waktu ke waktu tanpa tahu pasti kapan kita bebas dari wabah ini. 

Tugas guru menjadi fasilitator yang merencanakan dan menyiapkan media dan sumber belajar pendukung yang sebagian besar dikirim lewat daring dan beberapa lewat modul belajar cetak. 

Guru memiliki dua tugas dalam pendidikan yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Lewat vidio pembelajaran, modul, dan kelas maya tugas minimal mengajar dapat dituntaskan oleh guru, namun tidak demikian dengan tugas mendidik. 

Saat guru mendidik siswanya dalam setiap proses belajarnya bisa menjelma menjadi kegiatan mendidik dalam bersikap, berperilaku, berbahasa dan hal baik lainnya. 

Proses mendidik ini lebih efektif melalui interaksi langsung dan intens. Bertemu setiap hari, mengamati sikap dan perilaku anak, mendidik melalui komunikasi dan sikap afektif adalah satu-satunya cara pendidikan akan berlangsung efektif. Agaknya peran inilah yang kini harus banyak diperankan orangtua di rumah.

Di sisi lain, orangtua mempunyai tanggung jawab lain selain mendidik anak. Mereka mungkin bekerja sehingga tak dapat meluangkan waktu cukup, atau barangkali mereka memiliki waktu cukup namun dalam keluarga belum terbangun suatu hubungan mendidik yang rutin sebagai kebiasaan baik di keluarga. Sebagian mungkin telah terbiasa menyerahkan tanggung jawab mengajar dan mendidik pada sekolah. 

Kita kesampingkan persoalan teknis seperti kuota internet sebab telah ada bantuan kuota Kemendikbud bagi guru dan siswa, namun masih perlu dipertimbangkan kendala sinyal karena perbedaan geografis bagi wilayah yang seluas Indonesia, dan perbedaan fasilitas yang dimiliki masing-masing siswa. 

Pembelajaran kombinasi luring dan daring dapat diterapkan dengan membuka sumber belajar tak terbatas dan kegiatan membangun pengetahuan sendiri melalui menemukan dan pengalaman langsung. Materi kontekstual dengan situasi dan kondisi yang dialami menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang teredukasi dalam menghadapi pandemi.

Apa yang Mungkin Dirindukan Murid?
Cukupkah seorang guru bersandar pada kalimat dalam lirik lagu Tanpa Batas Waktu yang dinyanyikan Ade Govinda feat Fadli dalam potongan syair "Engkau jauh di mata, namun dekat di do'a" menyangkut masa depan pendidikan siswa? 

Mungkin mereka sedikit tertinggal secara akademis yang kesulitaan mendapatkan akses informasi dan sumber belajar sedangkan bagi yang mudah membuka akses justru melengkapi dan melejitkan prestasi dan pengetahuan mereka dalam prinsip pembelajaran jarak jauh. 

PJJ memungkinkan anak bahkan mengharuskan anak mencari berbagai sumber belajar meskipun hal ini memunculkan beberapa kemungkinan yang tricky. 

Dengan banyak sumber belajar dan kelonggaran waktu yang dimiliki untuk belajar di rumah menyesuiakan dengan waktu ideal masing-masing anak maka kemungkinannya anak akan belajar lebih banyak atau justru tidak belajar. Di sinilah peran orang dewasa untuk selalu memotivasi dan mengarahkan.

Sejujurnya dalam kapasitas mayoritas sebagai fasilitator, penyedia materi dan perancang kegiatan belajar yang akan dilalui siswa, namun tanpa mendampingi belajar siswa secara langsung menimbulkan perasaan asing bagi guru.

Serupa peran yang direduksi. Namun demi kebaikan semua, terhindar dari pandemi, tetap menjamin anak mendapatkan hak pendidikannya maka belajar jarak jauh dengan kolaborasi harmonis antara guru dan orangtua adalah solusi terbaik untuk saat ini.

Anak mungkin rindu suasana sekolah dan sosialisasi khas sekolah yang hanya bisa didapatkan dengan belajar bersama guru dan teman sekelas. 

Namun hal itu dapat menunggu. Yang harus dikebut adalah konsep besar tentang wajah sekolah di masa depan dengan mempertahankan kolaborasi guru dan orang tua yang sudah dimulai atau baru diterapkan di masa pandemi ini untuk sama-sama concern dengan pendidikan. 

Siswa juga merindukan suasana belajar yang kaya sumber belajar, didukung fasilitas belajar, belajar dengan beragam kegiatan pengalaman langsung dan aplikasi, mengkreasi dan bergotong-royong memecahkan masalah dan tantangan. Tentunya dengan situasi dan kondisi aman dari ancaman pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun