Dari sebuah penelitian, hasil sampling di 326 titik pengamatan, ditemukan titik kebakaran 284 titik (hampir 87,12%) terbakar. Penyebab utamanya adalah kebakaran akibat pembukaan lahan sebayak 93,56%. Angka statistika ini didapat dari hasil analisis kejadian dan penyebab kebakaran di KHG sungai Kampar Sungai Gaung Provinsi Riau. Tak mengherankan bila pemerintah daerah dimanapun yang terkait permasalahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) layaknya kebakaran jenggot menerbitkan perda tentang Pencegahan dan Pengendalian Karhutla.
Mencari ketiak ular memang bila Pemda dihadapkan pada persoalan ini, mengingat terjadinya karhutla dipengaruhi juga oleh kondisi hujan. Sehingga alam pun bisa dipersalahkan, bila merujuk kepada keputusan hakim yang tidak memvonis dan menyatakan membakar hutan itu belum ada pasalnya dijatuhkan untuk terdakwa, karena itulah yang diketahui dari kearifan turun temurun pewarisan tetua maupun teknologi mereka.
Panasea (penggunaan kata “panacea” untuk disamakan dengan bahasa Indonesia “obat mujarab” belum mengena pada penafsiran permasalahan ini karena “obat” mengacu kepada penyakit, sedangkan pada kasus ini sebagian pemangku kepentingan merasa ini belum dalam taraf “sakit”), bukan dari pemerintah daerah saja yang mendudukkan satu permasalahan karhutla. Walaupun permasalahan sangat jelas menjelma dalam bentuk kabut asap yang sejak beberapa tahun ini langganan menyapa provinsi hingga ke negara tetangga.
Sudah berbagai metode ditempuh, terakhir setelah pulang dari menghadiri koferensi di Paris Presiden Jokowi juga mengumpulkan para bintang kepolisian dan TNI untuk wanti-wanti siapa saja yang tidak berhasil meredam asap memalukan itu akan dicopot dari jabatannya. Sungguh keseriusan tiada tara.
Mari mencoba untuk memahami bahasa akademis ini kepada bahasa kita sehari-hari:
Gambut: Material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang telah terdekomposisi tidak sempurna serta terakumulasi pada daerah rawa atau genangan air.
Tanah Gambut: Tanah yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum (hardjowigeno dan Abdullah, 1987).Lahan: Bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
Lahan Gambut: Lahan dengan tanah jenuh air, terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukan sisa-sisa (residu) jaringan tumbuhan masa lampau yang melapuk, dengan ketebalan lebih dari 50 cm (Rancangan Standar Nasional Indonesia-RSNI, Badan Sertifikasi Nasional, 2013).
Kesatuan Hidrologis Gambut: Suatu ekosistem gambut yang dibatasi oleh sungai dan/atau anak sungai dan /atau laut.
Kembali kepada karekteristik kebakaran dipengaruhi oleh hujan diatas sebelumnya, kita akan dihadapkan pada kenyataan data bahwa lahan gambut yang dipengaruhi oleh hujan bisa menebal hingga 1.150 cm. Terkait dari pengertian diatas, lalu kita kaitkan dengan sumbangan alam yang tidak mengahdirkan hujan dalam satu bulan saja maka ketebalan 1.000 cm itu layak diberi gelar “dian yang tak kunjung padam”.
Lalu terkait panasea pemerintah daerah menerbitkan Perda tentang pencegahan dan penanggulangan karhutla akan membasi ditahap implementasi. Hingga diranah hukum pun para Jagawana, Polda, TNI, jaksa hingga hakim akan mandul memberikan efek jera terhadap para pelanggar perda. Selain kearifan lokal yang mereka (baca: petani pembuka lahan) warisi adalah membakar lahan yang memiliki residu bahan pembakar mulai dari 50 cm lebih tebalnya, demi memaksimalkan hasil pertanian mereka kelak.
Tulisan opini ini mencoba menjelaskan sesuatu yang sudah diketahui para cerdik pandai sebenarnya. Tidak lebih meramaikan riuh gaduhnya permasalahan karhutla bak eksim kulit kala tekanan pikiran mewabah. Semakin digaruk semakin gatal dan meradang bernanah.
Panasea tawaran kebijakan baik dilakukan oleh tiga pemangku kepentingan: Masyarakat (petani, peladang lahan), Pemerintah daerah (penerbit peraturan) dan Pengusaha (pemilik HGU). Pada Kompas hari ini (27/01) di halaman pertama dilaporkan kesah masyarakat petani di Jambi terkait pembukaan lahan dilarang dengan membakar. Lalu ditanyakan bahwa apakah pemerintah sudah menyediakan traktor bagi petani untuk membuka lahannya yang tebal itu tadi.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah perda dibuat berdasarkan penelitian dan data menunjang ? bila diterapkan suatu perda apakah pemda telah mengantisipasi pemecahan masalah turunan bila perda diberlakukan? Lalu kebakaran pun menghantui nantinya pada musim kemarau tahun ini, dan presiden kita pun blusukan kesana mengharapkan janji itu dapat terpenuhi. #Mari melek Karhutla (disponsori Kemdikbud, BPNB. Kementerian KLH dan Kemenko Kebudayaan dan SDM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H