Mohon tunggu...
Evert_N
Evert_N Mohon Tunggu... PNS -

Saat ini bekerja sebagai PNS pada Kantor Walikota Sorong, Provinsi Papua Barat. Masih terlibat secara terbatas pada media cetak di Kota Sorong.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gus Dur dan Jokowi: Sama-sama Mencintai Papua

1 Januari 2016   13:27 Diperbarui: 1 Januari 2016   18:15 2348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provinsi Papua dan Papua Barat mendapat perhatian luar biasa dari Presiden Joko Widodo. Baru memimpin Indonesia selama 1 tahun, pria Solo itu sudah beberapa kali mengunjungi Papua dan Papua Barat. Bahkan, saking cintanya Jokowi terhadap Papua, sempat terlontar ide membangun sebuah istana presiden di daerah paling timur Indonesia ini.

Apa yang membuat Jokowi  begitu senang mengunjungi Papua, padahal daerah ini dikenal tidak aman karena masih ada bibit-bibit gerakan separatis yang menyebar di beberapa kabupaten? Tidak takut ditembak kah? Atau tidak takut didemo minta referendum kah? Memang tidak! Karena ia percaya pada penerimaan masyarkat Papua yang sudah mencintainya.  

Jokowi sangat menyadari ketertinggalan Papua dalam berbagai hal: ya infrastruktur, ya kesehatan, ya pendidikan, dst.  Ini terbukti dari berbagai pernyataan saat ia mengunjungi daerah ini. Yang paling terkini adalah merayakan Tahun Baru bersama masyarakat di Kaupaten Raja Ampat.

Di setiap daerah yang ia kunjungi, mulai dari Wamena, Merauke, Jayapura, Sorong Selatan, Sorong dan terakhir di Raja Ampat, Jokowi selalu berbicara tentang infrastruktur. Intinya: pembangunan fisik harus dipacu kencang di Papua dan Papua Barat.

***

Sebenarnya bukan hanya Jokowi yang paling mencintai Papua. Presiden keempat Indonesia Aburrahman Wahid (Gus Dur) juga masuk dalam daftar presiden yang paling mencintai Papua. Juga sebaliknya, rakyat Papua ternyata paling mencintai Gus Dur. Sosok yang satu ini dinilai paling mengerti Papua (tentu saja dalam konteks dan kondisi saat itu).

Kalau tidak salah (mohon dikoreksi) selama menjadi presiden, Gus Dur hanya sekali datang ke Provinsi Papua.  Ketika itu Provinsi Papua masih memakai nama Provinsi Irian Jaya. Hanya satu provinsi. Orang Irian saat itu tidak menghendaki lahirnya provinsi lain. Alasannya, itu adalah akal-akalan pemerintah pusat untuk memecah belah orang Papua. Alasan ini logis karena pada masa kepemimpinan Gus Dur semangat orang Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia sangat kuat.

Tetapi kunjungan Gus Dur yang hanya sekali itu bak hujan sehari di musim kemarau panjang yang menerpa Bumi Cenderawasih. Begitu datang, Gus Dur membuat keputusan-keputusan yang paling menyejukkan bagi orang Papua (tetapi mungkin tidak bagi orang Jakarta). Ia mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua. Gus Dur juga mengijinkan pengibaran Bendera Bintang Pagi (Kejora?). Ia juga mengijinkan penyelenggaraan Kongres II Papua yang melahirkan Presidium Dewan Papua (PDP).

Gus Dur akhirnya kembali ke Jakarta. Bisa saja, ia tidak pernah melihat wajah-wajah gembira orang Papua akibat keputusannya itu. Gus Dur berhasil membuat rakyat Papua ‘tidur nyenyak di rumah yang selama ini asing bagi mereka’.  Ia sukses membujuk kelompok separatis meletakkan senjata tanpa kekerasan.

Padahal, pada masa Presiden B.J. Habibie, terjadi kekerasan beruntun di hampir seluruh daerah di Papua. Pergerakan separatis sangat kuat, referendum makin kencang digelorakan, serta anggapan bahwa kedaulatan bangsa Papua dirampas oleh Indonesia. Tentu saja Habibie tidak perlu dipersalahkan atas semua ini karena campur tangan negara asing yang begitu kuat.  Mereka mendesak Indonesia menggelar referendum terhadap Timor Leste, Aceh, dan Papua dengan alasan status politiknya tidak jelas dalam NKRI.  

Saya berkesimpulan: Gus Dur membawa obat penawar paling tepat bagi Papua pada masa itu. Walaupun dalam perjalanan ke depan, ada yang salah menggunakan kebaikan hati Gus Dur ini. Misalnya saja: Thom Beanal dan Theis Elluay yang menjadi Ketua PDP, menjadikan PDP sebagai lembaga yang memperjuangkan kemerdekaan Papua.

***

Presiden Jokowi sebenarnya sedang membawa obat penawar yang tepat saat ini. Orang Papua, mungkin tidak semua, tidak terlalu mempedulikan yang namanya TPN/OPM yang masih kuat di daerah pegunungan. Orang Papua lebih senang berbicara tentang politik nasional Indonesia saat ini. Kami sudah senang bila ada orang Papua yang menjadi menteri di setiap kabinet yang dipimpin presiden siapapun.

Kami saat ini masih menanti keseriusan DPR RI membahas R[caption caption="Dengan gaya sederhana Presiden Jokowi menikmati sunrise hari pertama tahun 2016 di Raja Ampat. Sumber: Republika Online"][/caption]UU Otsus Plus menjadi UU. Dengan UU ini, bisa saja Papua yang besar ini akan menjadi beberapa provinsi.

Kami sudah cukup puas karena pemerintah masih mengakui keberadaan Majelis Rakyat Papua (MRP), sebuah lembaga presentasi golongan agama, adat, dan perempuan Papua. Saat ini MRP sudah menunjuk beberapa orang untuk duduk di kursi DPRD provinsi tanpa harus mengikuti Pemilu. Itu sudah bagus bagi kami.

Dan, kami juga pasti akan lebih senang lagi bila Jokowi benar-benar merealisasikan rencana pembangunannya di Papua. Sorong sebagai salah satu pelabuhan utama tol laut bila terealisasi akan sangat membanggakan kami. Pendidikan: bila sekolah-sekolah dan tenaga pendidik diperhatikan di Papua, itu sudah cukup bagi kami. Begitu juga dengan kesehatan.

Tetapi Jokowi jangan beranggapan bahwa virus separatis itu sudah hilang. Bila suatu saat kepemimpinan Jokowi ‘sakit’ maka virus itu akan muncul kembali, dan bisa saja akan lebih parah. Jokowi juga jangan lupa menebar budaya trasparansi, profesionalitas dan anti-korupsi di Papua. Jangan-jangan cinta Jokowi itu dibalas dengan korupsi besar-besaran oleh pejabat di Papua sendiri.

Akhirnya, saya tidak bermaskud menyepelekan kebijakan presiden-presiden lain terhadap Papua. Semua mempunya kebijakan yang baik bagi Papua, dan itu memperlihatkan cinta mereka bagi rakyat di daerah ini. Tujuannya satu: menjadikan Papua sebagai Tanah yang benar-benar diberkati Tuhan. Tanah yang subur bagi semua kebaikan umat manusia.***

 

Selamat Tahun Baru 2016

Salam dari Kota Sorong  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun