Mohon tunggu...
Evelyn Sutedjo
Evelyn Sutedjo Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

Hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tinggalkan Jejak Hidupmu

16 Desember 2015   10:57 Diperbarui: 16 Desember 2015   14:20 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenai hidup, rasul Paulus menulis kepada jemaat di Roma sebagai berikut:

Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Roma 14:7-8)

Di dalam keseharian hidup kita, pastilah banyak cerita yang kita dengar atau kita lihat.

Apakah kemudian kita menemukan jejak yang ditinggalkan oleh lakon cerita itu?

Apakah kita juga meninggalkan “jejak” dalam perjalanan hidup kita?  Jejak yang indah, yang bermanfaat dan membangun sesama kita?

Berikut jejak yang saya temukan dari cerita-cerita sederhana. Semoga bermanfaat dan menginspirasi kita semua.

 

1. Cerita KERUPUK

Hampir semua orang pernah makan kerupuk, bahkan dalam setiap perayaan hari Kemerdekaan Indonesia selalu ada ‘lomba makan kerupuk’ buat anak-anak.

Suatu hari, keheningan pagi di rumah saya dipecahkan oleh suara orang yang menjajakan kerupuk,

“Kerupuk… kerupuk…”  Saat itu saya langsung berpikir untuk membuat menu dengan kerupuk, jadi saya ke luar rumah sambil memanggil, “Kerupuk…,” untuk menghentikannya. Begitu saya sampai di depan pagar, saya terkejut. Ternyata penjual kerupuk itu dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan, dan keduanya tidak bisa melihat, alias buta.

Bayangkan Sahabat, dengan kondisi seperti itu, mereka tetap berusaha. Pastilah setiap kali mereka berkeliling menjajakan kerupuk,  mereka menghadapi berbagai kendala.

Si bapak berjalan dengan tongkat di depan sambil memanggul setumpuk bungkusan kerupuk, sedangkan si ibu berjalan di belakangnya dengan berpegangan pada tumpukan kerupuk yang dipanggul si bapak. Ia pun memanggul setumpuk kerupuk. Bila ada yang mau beli, mereka meminta pembeli itu untuk mengambil sendiri kerupuknya, lalu menghitung uang yang harus dibayar. Harga sebungkus kerupuk itu lima ribu rupiah.

Sahabat, mereka percaya penuh pada kejujuran si pembeli. Seandainya si pembeli meminta uang kembalian, mereka pun akan memintanya untuk mengambilnya sendiri.

Mudah-mudahan tidak ada pembeli yang jahat, yang tega memperdaya mereka. Alangkah indahnya hidup ini, ya Sahabat, bila setiap orang mempunyai hati yang percaya dan bisa dipercaya, yang tidak merugikan orang lain.

Hikmat memang selalu ada di sekitar kita, dalam kejadian-kejadian kecil yang kita temui. Seperti halnya pagi itu, hikmat dari ‘keberanian’ bapak dan ibu penjual kerupuk itu berseru nyaring di jalan, di depan rumah saya.  

 

Jejak yang dibuat oleh si penjual kerupuk:

-          Pantang menyerah dengan keadaan fisik mereka dan  tetap berusaha.

-          Percaya bahwa yang Mahakuasa pasti menjaga dan melindungi mereka dari yang jahat dan yang tidak jujur.

Kata inspirasi: “TIDAK ADA YANG TIDAK BISA, JIKA ENGKAU MAU.”

 

 

  1. Cerita KOIN

Cring… cring… cring… cring… cring…, suara sekumpulan uang koin yang dikocok-kocok oleh kondektur membuyarkan lamunan saya. Suara itu merupakan tanda bahwa sebentar lagi ia akan sampai di kursi saya untuk menagih ongkos bus. Dan saya pun segera menyiapkan uang untuk membayar. Ongkos bus empat ribu rupiah. Saya melihat penumpang laki-laki  di depan saya membayar dengan uang sepuluh ribuan, dan seorang perempuan di samping saya membayar dengan uang dua puluh ribuan, masing-masing belum menerima kembalian. Terlihat oleh saya, si kondektur melipat salah satu ujung kedua lembaran uang itu dengan satu lipatan dan dua lipatan. Setelah ia selesai menagih ongkos semua penumpang, ia kembali untuk memberikan kembalian kepada laki-laki di depan saya dan perempuan di samping saya, dan ia mengembalikannya dengan benar.

O…, terbersit dalam pikiran saya, ternyata… dengan melipat ujung uang kertas, ia memberi tanda uang siapa saja yang masih harus dikembalikan.  Sekali lagi ayat di dalam Amsal 1:20 terngiang di telinga saya. “Hikmat berseru nyaring di jalan-jalan,” ternyata langsung terbukti. Entah dari mana si kondektur mendapat ide untuk melipat uang kertas itu, tetapi dari mana ia mendapatkannya tidak penting bagi saya. Yang penting bagi saya adalah bahwa di mana pun, saya bisa menemui hikmat. Ya, tentu harus dengan kepekaan, sehingga hal-hal kecil pun dapat merupakan suatu keajaiban.

Sahabat, mungkin kita berbeda dalam cara pandang dan hikmat yang kita temui setiap hari, tetapi bila kita mau membuka mata hati kita, waspada dan peka terhadap lingkungan di sekitar kita, dan tidak hanya berdiam diri dan berpikir untuk diri sendiri, maka kita akan terus belajar untuk menjadi lebih bijak dalam menyikapi kehidupan.

 

Jejak  yang  dibuat si  penumpang:

  • Kejujuran penumpang tetap diperlukan meskipun kondektur punya cara mengetahui uang siapa, karena jujur adalah sikap yang patut dilakukan siapa saja.
  • Jangan berpusat pada diri sendiri, edarkan pandangan di sekitar Anda.

 

Kata inspirasi : “HIKMAT BERSERU NYARING DI JALAN-JALAN“

 

YESUS KRISTUS  juga meninggalkan jejak saat  datang ke dunia untuk menebus dosa manusia.  GOLGOTA dan KUBUR KOSONG jadi saksi abadi.

 

Sahabat, bagaimana dengan kita ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun