Saat ini praktek tindakan plagiarisme di kalangan akademisi sering kali terjadi. Seperti halnya dalam kasus yang terjadi pada tahun 2010 lalu yaitu Dr. M. Zuliansyah yang melakukan plagiarisme terhadap makalahnya yang berjudul 3D Topological Relations for 3D Spatial Analysis.Â
Zuliansyah menjiplak sebuah karya yang terbit di jurnal IEEE, akibatnya nama Zuliansyah tercoreng dari alumni kampusnya (Hapsarini, 2014). Tidak hanya di kalangan mahasiswa tindakan plagiarisme juga terjadi di kalangan dosen atau pendidik seperti dalam kasus Dr. dr. Wahidin A Sinrang.Â
Beliau adalah Wakil Rektor II Universitas Hasanudin yang menerbitkan hasil penelitian orang lain dalam sebuah jurnal. Hasil yang diterbitkan sangat mirip baik dari segi judul maupun isi penelitiannya. Kasus ini menjadi salah satu contoh dari sekian banyak kasus plagiarisme lain.
Plagiarisme didefinisikan sebagai tindakan menjiplak atau melakukan pengakuan atas karya orang lain yang mana hal ini sering ditemukan di kalangan mahasiswa karena ditujukan untuk keperluan pendidikan misalnya dalam pembuatan makalah, essai, artikel ilmiah, maupun karya tulis ilmiah.Â
Tindakan ini terjadi karena beberapa alasan. Pertama, mahasiswa tidak memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan hasil karyanya sendiri. Kedua, mahasiswa berpikiran bahwa pembaca tidak akan mengetahui tulisan yang di jiplak. Ketiga, mahasiswa berpikiran bahwa dosen tidak akan memeriksa tulisannya bahkan mungkin tidak memperdulikan hal tersebut (Aji, 2020). Di balik itu semua, ada salah satu faktor pendukung mahasiswa atau akademisi melakukan tindakan plagiarisme.Â
Salah satunya sosialisasi tentang plagiarisme masih minim, seperti yang kita ketahui plagiarisme adalah tindakan menjiplak atau mengakui karya orang lain atas dirinya sendiri. Plagiarime dapat menyebabkan pelaku terseret di jalur hukum sebagai konsekuensi atas tindakannya.Â
Oleh karena itu sangat diperlukan bagi semua perguruan tinggi untuk menggencarkan sosialisasi plagiarisme agar mahasiswa mengetahui bentuk plagiarisme, dampak plagiarisme, dan bagaimana menghindari plagiarisme.Â
Selain itu, tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa malah terdukung oleh kemajuan teknologi khususnya internet. Teknologi memudahkan kita untuk mengakses sumber bacaan baik dalam bentuk e-book, artikel ilmiah, jurnal, atau website. Sumber bacaan atau konten ini dapat dengan mudah di copy paste oleh mahasiswa dalam mengerjakan tugas dari dosen. Mahasiswa merasa dengan menulis daftar pustakan sudah cukup untuk menghindari plagiarisme padahal mahasiswa perlu mencamtumkan sitasi agar terhindar dari plagiarisme. Faktor pendukung yang terakhir adalah sifat malas.Â
Malas menjadi salah satu faktor mahasiswa melakukan tindakan plagiarisme, hal ini biasanya terjadi ketika mahasiswa mencari bahan bacaan di internet tetapi malas untuk menulis ulang. Kadang kala mereka malas untum mencantumkan sitasi dalam karyanya sehingga tindakannya ini tergolong palgiarisme, sifat malas menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya plagiarisme (salmaa, 2021).Â
Berdasarkan pemaparan masalah tersebut, dalam tulisan ini akan di bahas mengenai tindakan plagiarisme yang merupakan salah satu bibit korupsi sekaligus menghadirkan solusi akan permasalahan tersebut.
Tanpa kita sadari, tindakan plagiarisme nyatanya dapat menjadi bibit korupsi di kalangan mahasiswa. Yang menjadi pertanyaan, mengapa hal tersebut bisa berkaitan? Plagiarisme adalah suatu tindakan yang melanggar kode etik akademik dan sering kali disebut sebagai aib di dunia pendidikan. Konsekuensi atas tindakan ini juga cukup berat salah satunya mendapatkan sanksi moral dan sanksi sosial.
Plagiarisme yang telah dilakukan seseorang dapat menurunkan kreadibilitas dan integritas pelaku. Lantas apa korelasi plagiarisme dengan korupsi? Tindakan plagiarisme di kalangan mahasiswa masuk ke dalam level korupsi namun dari segi moral.Â
Adanya moralitas menjadi salah satu aspek penting yang harus dimiliki mahasiswa, termasuk ketika membuat sebuah karya. Dalam artian, kedudukan moralitas berada di level tertinggi dalam rangka menegakkan etika akademik. Di dunia pendidikan, mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah selayaknya memiliki moral yang baik.
Salah satunya dengan menjaga kualitas karya-karyanya agar bisa berkompetisi dalam kancah nasional maupun internasional. Tentu saja, moral yang baik tidak akan melakukan tindakan plagiarisme yang menjadi bibit korupsi (Triyono, 2020). Â Â Â Â Â
Dalam arti sempit, korupsi adalah tindakan kejahatan luar biasa yang mencuri hak orang lain. Sama halnya dengan definisi plagiarisme yaitu tindakan mencuri karya orang lain dan mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri. Dua kata tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Bahkan pelaku atau plagiator dapat disebut sebagai seseorang yang lebih jahat dari pencuri, perampok, atau pelaku tindak pidana lainnya.Â
Bahkan bisa dikatakan tindakan plagiarisme bukan lagi sebagai bibit korupsi akan tetapi sebuah korupsi akademik atau penyelewengan terhadap ilmu pengetahuan. Mahasiswa sebagai control social seharusnya mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan bukan malah menjiplak karya orang lain hanya untuk kredit nilai maupun popularitas.Â
Para mahasiswa yang sering kali melakukan kecurangan akademik menjadi fakta apabila pendidikan karakter hanya sebatas pengetahuan abstrak dan belum diinternalisasi maupun diaktulisasikan dalam kehidupan akademik. Berkaitan dengan itu semua perlu tentunya untuk mengajarkan moral, etika, dan kebiasaan yang baik pada mahasiswa untuk meminimalisir tindakan plagiarime bahkan mencegah plagiarisme terjadi.
 Mencegah lebih baik daripada mengobati, ungkapan ini sudah sering kita dengar namun sangat besar pengaruhnya apabila kita lakukan. Seperti halnya plagiarisme yang menjadi penyakit umum di kalangan mahasiswa yang tentunya sulit untuk disembuhkan. Namun, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa untuk menghindari kecurangan akademik ini.Â
Pertama, mengerjakan tugas sedini mungkin, hal ini menjadi salah satu tips untuk menghindari plagiarisme karena kita akan memiliki banyak waktu untuk meriset bahan bacaan. Berbanding terbalik dengan mahasiswa yang sering mengerjakan tugas mendekati deadline yang mana mereka akan terburu-buru dalam mengerjakan alhasil copy paste menjadi jalan ninjanya. Kedua, mencantumkan sitasi di setiap tulisan yang diambil dari berbagai sumber.
Membuat sitasi yang tepat menjadi salah satu cara untuk menghindari plagiarisme. oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mengetahui langkah-langkah mencantumkan sitasi.Â
Ketiga, melakukan parafrasa dengan benar, parafrasa adalah menulis ulang informasi yang kita dapat menggunakan bahasa kita sendiri. Sebisa mungkin kita harus bisa mengubah frasa dari internet menggunakan kalimat kita sendiri, biasanya dapat dilakukan dengan mencari sinonim frasa tersebut.
Beberapa tips ini sekiranya bisa kita lakukan untuk menghindari plagiarisme di dunia pendidikan. Harapannya kita sebagai insan akademisi dapat menghindari tindakan amoral ini yang dapat merusak citra diri sendiri maupun citra lembaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H