Mohon tunggu...
Evaristus Cahya
Evaristus Cahya Mohon Tunggu... Guru - Menulis bagian dari hobiku.

Belajar kapan saja, di tempat manapun juga, dan sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita di Balik Dinding Sutra

17 Juni 2021   07:38 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:02 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: sr.osfsemarang.org

Kehadiran-Nya selalu menggetarkan benang-benang sutra yang telah terajut rapi. Ketika jiwa kami menyentuh dinding sutra itu, kami tahu bahwa Dia telah turun dari tempat yang maha tinggi. Merendahkan diri-Nya dan dengan kasih yang amat besar Dia masuk ke dalam diri kami. Menyembuhkan luka-luka kami di masa lalu. Membentuk kami sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Bagaimana mungkin kami tak merasa bahagia di dalam cinta-Nya yang sedemikian dahsyat ini? Kami tak ingin mengingkarinya. Kami memang bahagia.

Ketika kami memasuki kehidupan di dalam tembok Novisiat ini kami berjumlah sembilan orang. Emerensiana, Karolina, Bernadeta, Lusiana, Fatima, Sofia, Risda, Albertina, dan Angela demikianlah nama sapaan yang digunakan oleh kakak- kakak malaikat kami yang tidak lain adalah kakak novis kami. Sang utusan yang adalah ibu pembimbing juga memanggil kami demikian. Bersama mereka kami memulai kehidupan ini. Bagaimana yang terjadi di dalamnya telah kukisahkan.

Kini aku ingin menceritakan bagaimana salah seorang saudari kami yang bernama Risda pergi meninggalkan kami. Pada suatu hari yang hening terdengar teriakan dari salah sebuah kamar.

"Aukh...... sakiiiiiit................sakiiiiiiiiiiiiit...............tolong akuuuu........"

Tanpa mengetuk pintu kami langsung memasuki kamarnya. Kami melihat Risda yang selalu ceria kini dengan wajah pucat berjuang menahan rasa sakit. Beberapa saudariku bergerak cepat mencari minyak kayu putih. Sedangkan kami yang lain terpekur dalam diam. Aku tahu bahwa jauh di lubuk hati kami masing-masing pasti sendang memohon pertolongan kepada Sang Pencipta. Keesokan harinya saudari kami ini diantar ke Rumah Sakit Elisabeth. Tidak seorang pun dari kami yang tahu sakit apa yang dideritanya. Bahkan menurut Ibu pembimbing kami, dokter pun belum menemukan penyakitnya.

Peristiwa ini semakin menyatukan kami. Siang malam bersama kakak-kakak novis kami bergandeng tangan dalam doa. Secara khusus kami berdelapan gadis-gadis kecil itu sebelum tidur di malam kami masuk ke ruang doa kecil di lantai dua. Kami duduk setengah lingkaran menghadap Sang Pencipta yang bertakhta dalam Sakramen Maha Kudus.

Dengan suara pelan nan lembut kami menyampaikan perhomohonan kami melalui doa koronka. Setiap malam kami bergantian memimpin. Sang pemimpin biasanya mengawali dengan tanda salib, doa Bapa Kami, Salam Maria dan Aku Percaya yang kami ucapkan bersama-sama. Sesudahnya pemimpin doa akan berdoa:

"Bapa yang kekal, kupersembahkan kepadamu Tubuh dan Darah, jiwa dan keAllahan Tuhan kami Yesus Kristus sebagai pemulihan dosa-dosa kami dan seluruh dunia."

Kami satu persatu secara bergilir akan menyambung dengan suara yang sangat pelan hampir menyerupai bisikkan karena takut menggangu tidur kakak-kakak novis kami.

" Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasihanmu kepada kami dan seluruh dunia.".

Setelah seluruh manik-manik rosario mendapat giliran melewati ujung-ujung ibu jari dan jari telunjuk kami, kami berdoa bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun