" Tabayyun adalah sebaik-baiknya tindakan, karena dengan tabayyun seseorang mampu terhindar dari fitnah belaka dan jelaslah bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, kutipan ayat yang tidak asing ditelinga namun begitu berat merealisasinya."
-Eva Nur Khofifah-
Kontroversial memang sudah menjadi fitrah yang melekat dalam kehidupan manusia, hal tersebut justru membuat hidup lebih bervariasi, munculnya keterbukaan dan yang lebih penting bahwa ternyata memang perbedaan itu indah. Sama halnya dalam dunia parenting kontroversi sudah menjadi masalah klasik yang harus dipecahkan bersama dengan tujuan tepatnya kita dalam mengambil sikap.
Kata negasi atau kata larangan yang seringkali diucapkan orangtua kepada anaknya menjadi kontroversial karena ada dua pendapat yang berseberangan, pendapat pertama menyatakan bahwa orangtua wajib menghindari kata negasi seperi " jangan, tidak, gak boleh" dll karena dianggap hal tersebut justru akan membuat anak berperilaku sebaliknya, misalnya " nak, jangan lari-lari" anak justru terus berlari, " nak, jangan lompat-lompat" anak justru terus melompat, " nak, tidak boleh ini, tidak boleh itu" dan banyak contoh penggunakan kata negasi lainnya. Kata negasi tersebut seakan-akan haram untuk diucapkan oleh orangtua.
Pendapat yang kedua berkata sebaliknya, kata " jangan" sangat boleh digunakan karena jika kata "jangan" tidak diperbolehkan sama saja orangtua menentang kata-kata yang termaktub dalam kitab suci al-qur'an dimana terdapat banyak sekali kata negasi "jangan" yang digunakan dalam al-qur'an, misalnya " jangan berkata kasar, jangan berbuat seperti itu, jangan iri dengki" dan penggunaan kata negasi "jangan" lainnya yang sangat banyak sekali digunakan dalam al-qur'an.
Lalu bagaimana cara kita menyikapinya? Pendapat manakah yang harus kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal pertama yang harus dilakukan oleh orangtua adalah analisis mendalam atau tabayyun terkait asbabun nuzul ayat al-qur'an tersebut dan tabayyun bagaimana sebetulnya pemikiran yang komprehensif yang diungkapkan oleh orang yang memiliki pendapat yang pertama tadi, orangtua yang cerdas tidak menerima mentah-mentah sebelum masak dan tidak menerima begitu saja apa yang ia dengar, baca dan lihat. Haruslah di analisis mulai dari akarnya dengan maksud tepatnya pengambilan sikap dan mampu menghargai orangtua lain yang berbeda pendapat dengan kita.
Nah, setelah penulis melakukan analisis dan tabayyun nyatanya apa yang dibaca dan di dengar itu tidak sepenuhnya benar, informasi yang didapatkan tidak lengkap. Realitanya maksud pendapat pertama alasan kata negasi wajib di hindari adalah karena menurut riset pun otak anak tidak akan menerima kata larangan tersebut dalam keadaan mendesak, jadi dalam keadaan mendesak otak anak hanya menerima kata yang jelas dan tegas saja. Misalnya nih anak sedang berlarian dan tiba-tiba ia berlari sampai ke jalan raya yang banyak sekali kendaraan berlalu lintas, sontak orangtua berkata " jangan lari" anak justru akan lari karena pertama, katanya tidak tegas ( terlalu panjang) jika dalam keadaan mendesak, yang kedua karena dalam keadaan mendesak anak hanya mengingat kata terakhirnya yaitu "lari".
Yang perlu digarisbawahi pada pendapat pertama adalah bahwa kata negasi itu dilarang dalam keadaan mendesak, lalu harus seperti apa dong jika mendesak seperti tadi, gunakanlah kata yang tegas dan hanya satu kata saja, misalnya " diam, stop, berhenti" lebih efektif digunakan saat mendesak karena informasi yang diberikan kepada anak tidak ambigu, langsung diproses oleh otaknya bahwa ia harus diam atau berhenti.
Kemudian yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah apakah dalam keadaan biasa saja atau tidak mendesak kata negasi boleh digunakan kepada anak? jawabannya boleh karena dalam keadaan anak sedang rileks ia akan menerima kata negasi tersebut dan akan mampu mengolahnya, anak tidak akan bingung. Namun tetap saja dibatasi dan dihindari, mengapa?
Jika dalam sehari saja orangtua mengucapkan 10 kata negasi " jangan main disana, jangan makan seperti itu, jangan duduk seperti itu, jangan minum seperti itu, jangan main air, jangan kotor-kotoran, jangan kesana, jangan kesini, jangan kesitu, tidak boleh ini, tidak boleh itu, dst" maka yang ada anak stres dan merasa apa yang dilakukannya banyak dilarang, langkahnya dianggap selalu salah dan akhirnya anak menjadi tidak percaya diri dan tumbuh menjadi anak yang penakut.
Coba kalkulasikan saja, kalau sehari 10 kata negasi yang keluar bahkan biasanya lebih karena seringkali orangtua tidak sadar, maka dalam jangka waktu sebulan sudah 300 kata negasi yang terucap. Maka dari itu, kata negasi alangkah lebih baik sangat dihindari orangtua, maksudnya bukan secara harfiah saja namun secara esensi bahwa orangtua yang sering menggunakan kata negasi akan menjadikan anaknya kurang percaya diri karena terlalu banyak larangan.
Lalu bagaimana dong supaya kata negasi bisa dihindari, ganti redaksi larangannya dan itu harus dibiasakan oleh orangtua. Misal orangtua ingin melarang " jangan lari-lari" redaksinya dirubah menjadi " jalan saja ya", " jangan makan cepet" dirubah menjadi " pelan-pelan ya makan nya", " jangan minum berdiri" dirubah menjadi " minumnya duduk saja ya biar sehat" dan banyak lagi kata negasi yang remeh temeh yang seringkali diucapkan padahal sebetulnya bisa dirubah redaksinya. Mengapa hal ini penting ? karena disini kita berbicara kalkulasi/ itung-itungan saja jika kata negasi terlalu sering dan dikalkulasikan ternyata itu menjadi sangat tidak wajar digunakan oleh orangtua untuk melarang anak, efeknya bukan saat itu saja, namun bisa terbawa sampai dewasa.
Beralih ke pendapat yang kedua bahwa kata negasi boleh diucapkan karena dalam al-qur'an pun demikian, bagaimana kita menyikapinya?
Perlu diketahui bersama bahwa dalam al-qur'an kata negasi bukan hanya kata "jangan" saja, terdapat kata-kata lainnya untuk menyatakan sebuah larangan misalnya " hindarilah, jauhilah, lebih baik ini daripada itu, tahanlah, dst". Maksudnya adalah bahwa ternyata untuk menyatakan sebuah larangan itu tergantung situasinya atau ada tingkatan-tingkatannya, maka dari itu alangkah lebih baik orangtua melihat asbabun nuzul ayat tersebut, saat seperti apa menggunakan kata " jangan, hindari, jauhilah, tahanlah, dst".
Misalnya penggunaan kata " jangan" dalam QS Al- Hujurat ayat 11 yang artinya " jangan mengejek orang lain", asbabun nuzul nya seperti yang dijelaskan dalam tafsir al-maraghiyang menyatakan bahwa turunnya ayat ini karena pada saat itu kelompok Bani Tamim mengejek sahabat Rasul yang miskin seperti Bilal Bin Rabbah, Salman Al-Farisi, Shuhaib dll. Maka turunlah ayat ini, janganlah kalian memperolok-olok/ mengejek orang lain.
Ini hanya salah satu contoh saja bahwa nyatanya penggunaan kata " jangan" dalam Al-Qur'an sangatlah tidak sebanding/setara jika disandingkan dengan kondisi dalam mendidik anak yang dimaksudkan oleh pendapat pertama tadi, contoh lainnya misalnya dalam QS Luqman ayat 13 dimana Luqman berkata kepada anaknya “janganlah mempersekutukkan Allah SWT” , peringatan/larangan dalam al-qur’an yang seperti ini jelaslah berbeda konteks dengan larangan “ jangan berlari nanti ketabrak mobil, jangan lompat nanti jatuh ke tebing” . Larangan yang ada dalam al- qur’an yang menggunakan kata “jangan” jelaslah kebenarannya, tidak mungkin kita berani mengubah misalnya kita berkata “kenapa menggunakan kata jangan, harusnya stop, berhenti, diam, dll.” Sebuah pernyataan yang tidak masuk akal dan tidak nyambung sekali saya kira jika ada yang berpikiran seperti itu. Penulis hanya merasa perbandingan seperti itu sangatlah tidak sebanding alias tidak nyambung, karena jelas sekali pendapat pertama hanya berpendapat bahwa penggunaan kata “jangan” baiknya dihindari dalam keadaan mendesak, bukan dalam setiap keadaan seakan-akan haram menggunakan kata “jangan”.
Banyak sekali contoh-contoh lainnya jika kita menelusuri asbabun nuzul bahwa kata " jangan" memang harus diucapkan untuk kondisi seperti di atas. Misalnya " jangan melakukan penyuapan, jangan membunuh, dll" yang tentunya berbeda kondisi turun ayatnya, jadi tidak bisa dipukul rata semuanya, kalau mau membandingkan haruslah dengan yang sebanding dalam situasi dan kondisinya, dalam hal ini ya yang berkaitan dengan dunia pengasuhan anak yang dimaksudkan pada pendapat pertama tadi.
Selain itu, dalam Al-Qur'an pun kata negasi bukan hanya " jangan" saja, ada kata lainnya yang bisa digunakan sesuai dengan situasinya, karena memang dilihat dari asbabun nuzul nya pun ya berbeda situasi dan kondisinya, seperi penggunakan kata " hindari" dalam kondisi apa, kata " jauhilah" dalam kondisi seperti apa, dan contoh-contoh lainnya yang perlu dikaji ulang oleh orangtua sebelum menjudge sesuatu hal.
Sebetulnya jika kita melihat makna nya, terdapat kesamaan terkait dengan penggunaan kata negasi untuk mendidik anak baik itu dalam Al-Qur'an dengan teori yang sebelumnya dibahas, terkadang kata " jangan" memang harus diucapkan, terkadang pula kata negasi lainnya yang lebih baik diucapkan.
Kesimpulannya bagaimana dong jika kita melihat analisis di atas terkait dengan dua pendapat yang berseberangan, kesimpulannya adalah bahwa kata negasi " jangan" itu tidak boleh digunakan dalam keadaan mendesak karena menurut riset otak anak memang tidak menerima dengan alasan yang sudah di deskripsikan sebelumnya, bukan dalam semua keadaan seakan-akan kata "jangan" menjadi haram dan yang berpendapat demikian berarti orang yang menentang al-qur'an karena terdapat ratusan kata "jangan" dalam al-qur'an, pemikiran seperti itu rasanya pemikiran yang sangat sempit sekali.
Misalnya nih yang disarankan untuk dihindari itu ketika dalam keadaan mendesak atau rusuh kita berkata "jangan lari, jangan ini, jangan itu" karena kata yang dilontarkan terlalu panjang dan yang didengar anak adalah kata terakhir. Jadi informasi yang ingin disampaikan orangtua justru akan lama dicerna ketika mendesak.
Lain halnya dengan larangan yang ada dalam al-qur'an semisal jangan membunuh, jangan ghibah, jangan riya, jangan sombong, jangan mempersekutukan allah, kata tersebut jelaslah kebenaran nya dan orangtua memang harus tegas akan hal itu,kata "jangan" sangatlah sah bahkan dianjurkan untuk menunjukan bahwa hal tersebut sangat tidak boleh dilakukan. Jadi sangat berbeda sekali ya konteksnya, tidak bisa disamaratakan begitu saja.
Dalam keadaan lainnya/tidak mendesak/ anak sedang dalam keadaan santai, penggunaan kata " jangan" itu boleh saja diucapkan dengan syarat tidak terlalu sering namun sebisa mungkin dihindari dengan cara diganti redaksinya dengan tujuan ajakan yang disampaikan lebih ringan dan anak tidak merasa segala sesuatu dilarang. Bukankah Rasulullah pun menganjurkan para orangtua untuk mempermudah anaknya, tidak banyak menuntut dan melarang anak?
Tujuan penulis membahas terkait kontroversial ini tidak lain untuk menepis anggapan bahwa pandangan ilmu psikologi dalam dunia parenting adalah salah arah dalam menilai penggunaan kata " jangan", ada kesalahpahaman disana yang menganggap bahwa ilmu psikologi melarang bahkan mengharamkan penggunaan kata "jangan" yang dalam Al-Qur'an pun diulang ratusan kali, seakan-akan ilmu psikologi dalam hal ini berseberangan dengan Al-Qur'an.
Realitanya dalam dunia psikologi kata " jangan" tidak diharamkan, namun penggunaannya haruslah tepat sasaran, sesuai dengan situasi dan kondisi anak, jadi boleh menggunakan kata negasi tersebut selama keadaannya memang mengharuskan. Toh setelah dibedah nyatanya dalam Al-Qur'an pun demikian, kata negasi banyak sekali bukan kata " jangan" saja, artinya apa? segala sesuatu tergantung situasi dan kondisinya. Utamakan menganalisa dan tabayyun ya bunda, kesalahan ada pada diri penulis dan kebenaran datangnya dari Allah SWT, Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H