Mohon tunggu...
Eva Nur Khofifah
Eva Nur Khofifah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penulis 5 Buku, Praktisi Pendidikan Keluarga, Hipnoterapis, Founder @mozaikpsikologi

Salam Bahagia, Life with Love.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversial Penggunaan Kata Negasi (Jangan) untuk Anak

26 Juni 2019   17:21 Diperbarui: 11 Juli 2019   15:01 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coba kalkulasikan saja, kalau sehari 10 kata negasi yang keluar bahkan biasanya lebih karena seringkali orangtua tidak sadar, maka dalam jangka waktu sebulan sudah 300 kata negasi yang terucap. Maka dari itu, kata negasi alangkah lebih baik sangat dihindari orangtua, maksudnya bukan secara harfiah saja namun secara esensi bahwa orangtua yang sering menggunakan kata negasi akan menjadikan anaknya kurang percaya diri karena terlalu banyak larangan.

Lalu bagaimana dong supaya kata negasi bisa dihindari, ganti redaksi larangannya dan itu harus dibiasakan oleh orangtua. Misal orangtua ingin melarang " jangan lari-lari" redaksinya dirubah menjadi " jalan saja ya", " jangan makan cepet" dirubah menjadi " pelan-pelan ya makan nya", " jangan minum berdiri" dirubah menjadi " minumnya duduk saja ya biar sehat" dan banyak lagi kata negasi yang remeh temeh yang seringkali diucapkan padahal sebetulnya bisa dirubah redaksinya. Mengapa hal ini penting ? karena disini kita berbicara kalkulasi/ itung-itungan saja jika kata negasi terlalu sering dan dikalkulasikan ternyata itu menjadi sangat tidak wajar digunakan oleh orangtua untuk melarang anak, efeknya bukan saat itu saja, namun bisa terbawa sampai dewasa.

Beralih ke pendapat yang kedua bahwa kata negasi boleh diucapkan karena dalam al-qur'an pun demikian, bagaimana kita menyikapinya?

Perlu diketahui bersama bahwa dalam al-qur'an kata negasi bukan hanya kata "jangan" saja, terdapat kata-kata lainnya untuk menyatakan sebuah larangan misalnya " hindarilah, jauhilah, lebih baik ini daripada itu, tahanlah, dst". Maksudnya adalah bahwa ternyata untuk menyatakan sebuah larangan itu tergantung situasinya atau ada tingkatan-tingkatannya, maka dari itu alangkah lebih baik orangtua melihat asbabun nuzul ayat tersebut, saat seperti apa menggunakan kata " jangan, hindari, jauhilah, tahanlah, dst".

Misalnya penggunaan kata " jangan" dalam QS Al- Hujurat ayat 11 yang artinya " jangan mengejek orang lain", asbabun nuzul nya seperti yang dijelaskan dalam tafsir al-maraghiyang menyatakan bahwa turunnya ayat ini karena pada saat itu kelompok Bani Tamim mengejek sahabat Rasul yang miskin seperti Bilal Bin Rabbah, Salman Al-Farisi, Shuhaib dll. Maka turunlah ayat ini, janganlah kalian memperolok-olok/ mengejek orang lain.

Ini hanya salah satu contoh saja bahwa nyatanya penggunaan kata " jangan" dalam Al-Qur'an sangatlah tidak sebanding/setara jika disandingkan dengan kondisi dalam mendidik anak yang dimaksudkan oleh pendapat pertama tadi, contoh lainnya misalnya dalam QS Luqman ayat 13 dimana Luqman berkata kepada anaknya “janganlah mempersekutukkan Allah SWT” , peringatan/larangan dalam al-qur’an yang seperti ini jelaslah berbeda konteks dengan larangan “ jangan berlari nanti ketabrak mobil, jangan lompat nanti jatuh ke tebing” . Larangan yang ada dalam al- qur’an yang menggunakan kata “jangan” jelaslah kebenarannya, tidak mungkin kita berani mengubah misalnya kita berkata “kenapa menggunakan kata jangan, harusnya stop, berhenti, diam, dll.” Sebuah pernyataan yang tidak masuk akal dan tidak nyambung sekali saya kira jika ada yang berpikiran seperti itu. Penulis hanya merasa perbandingan seperti itu sangatlah tidak sebanding alias tidak nyambung, karena jelas sekali pendapat pertama hanya berpendapat bahwa penggunaan kata “jangan” baiknya dihindari dalam keadaan mendesak, bukan dalam setiap keadaan seakan-akan haram menggunakan kata “jangan”.

Banyak sekali contoh-contoh lainnya jika kita menelusuri asbabun nuzul bahwa kata " jangan" memang harus diucapkan untuk kondisi seperti di atas. Misalnya " jangan melakukan penyuapan, jangan membunuh, dll" yang tentunya berbeda kondisi turun ayatnya, jadi tidak bisa dipukul rata semuanya, kalau mau membandingkan haruslah dengan yang sebanding dalam situasi dan kondisinya, dalam hal ini ya yang berkaitan dengan dunia pengasuhan anak yang dimaksudkan pada pendapat pertama tadi.

Selain itu, dalam Al-Qur'an pun kata negasi bukan hanya " jangan" saja, ada kata lainnya yang bisa digunakan sesuai dengan situasinya, karena memang dilihat dari asbabun nuzul nya pun ya berbeda situasi dan kondisinya, seperi penggunakan kata " hindari" dalam kondisi apa, kata " jauhilah" dalam kondisi seperti apa, dan contoh-contoh lainnya yang perlu dikaji ulang oleh orangtua sebelum menjudge sesuatu hal.

Sebetulnya jika kita melihat makna nya, terdapat kesamaan terkait dengan penggunaan kata negasi untuk mendidik anak baik itu dalam Al-Qur'an dengan teori yang sebelumnya dibahas, terkadang kata " jangan" memang harus diucapkan, terkadang pula kata negasi lainnya yang lebih baik diucapkan.

Kesimpulannya bagaimana dong jika kita melihat analisis di atas terkait dengan dua pendapat yang berseberangan, kesimpulannya adalah bahwa kata negasi " jangan" itu tidak boleh digunakan dalam keadaan mendesak karena menurut riset otak anak memang tidak menerima dengan alasan yang sudah di deskripsikan sebelumnya, bukan dalam semua keadaan seakan-akan kata "jangan" menjadi haram dan yang berpendapat demikian berarti orang yang menentang al-qur'an karena terdapat ratusan kata "jangan" dalam al-qur'an, pemikiran seperti itu rasanya pemikiran yang sangat sempit sekali. 

Misalnya nih yang disarankan untuk dihindari itu ketika dalam keadaan mendesak atau rusuh kita berkata "jangan lari, jangan ini, jangan itu" karena kata yang dilontarkan terlalu panjang dan yang didengar anak adalah kata terakhir. Jadi informasi yang ingin disampaikan orangtua justru akan lama dicerna ketika mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun