Mohon tunggu...
Evan Jonatan Satyagung
Evan Jonatan Satyagung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Universitas Airlangga

Hobi membaca sastra klasik serta tertarik dengan berbagai topik terkait keuangan, ekonomi, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SJW dan Feminisme Modern: Open Minded atau Memaksakan Pendapat?

30 Juni 2022   13:00 Diperbarui: 30 Juni 2022   13:02 2520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa contoh kasus tersebut tidak hanya menjadi pelajaran supaya masyarakat membaca dan memahami berita dengan logis dan berkepala dingin, tapi juga menunjukkan betapa berpengaruhnya suara masyarakat saat ini. 

Apalagi para SJW ini ternyata belum mampu untuk berpikir tenang dan langsung saja menyerang pihak yang dianggap bersalah meski belum terbukti. Perilaku seperti inilah yang menjadi perhatian penulis tentang pentingnya kita melihat peristiwa SJW yang bermunculan di media sosial.

Aspek lain yang sangat dipengaruhi SJW dan sangat mengganggu adalah aspek industri kreatif seperti film dan video game. Ketika menonton film dan video gim tentu orang-orang mencari hiburan untuk melepas penat mereka. 

Para penikmat film dan gim paham bahwa karya tersebut hanya fiksi semata. Namun demikian, para SJW dan feminisme merusak hal tersebut dengan menuntut agar industri gim dan film untuk lebih “bersahabat” dengan menghilangkan unsur kekerasan atau umpatan. 

Padahal unsur kekerasan adalah bentuk pelampiasan para pemain karena mereka tahu bahwa kekerasan di dunia nyata tidak diperbolehkan sedangkan umpatan tersebut biasanya merupakan kritik sosial yang ditujukan kepada para petinggi dan elit yang korup.

Banyak juga SJW yang meminta agar film bertema kekerasan seperti film perang tidak terlalu brutal dengan alasan bisa membuat orang terpancing untuk membunuh. Padahal yang namanya perang tentu saja isinya adalah pembunuhan yang brutal dan kejam. 

Jika permintaan para SJW dituruti, maka kesan realistis dari seni tersebut akan hilang serta menimbulkan kritik pedas dari penikmat film. Para pelaku industri tentu sangat menyadari bagaimana dampak dari karya yang mereka buat. 

Oleh karena itu, mereka telah membuat sistem rating usia untuk memberi batasan sekiranya karya tersebut ditujukan untuk kisaran usia berapa saja. 

Justru menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga jika semisal ada anak di bawah umur yang berbuat kriminalitas karena menonton film atau bermain video gim padahal keluarganya saja yang tidak bisa bertanggung jawab dan memberi pendidikan tentang membedakan fiksi dan realita kepada anak mereka.

Ketika membuat artikel ini, penulis teringat terdapat karakter dalam cerita di mana karakter tersebut sangat menyebalkan karena terus menyerukan keadilan tapi ternyata mengorbankan orang lain untuk dirinya dan menganggap hal tersebut sebagai keadilan. Seperti itulah bagaimana SJW terlihat. 

Melalui artikel ini pembaca diharapkan memperoleh insight yang bisa dipelajari dari fenomena negatif SJW ini bahwa yang penting bukan hanya tentang kebaikan apa yang ingin disampaikan tapi juga cara menyampaikan kebaikan tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun