Dari pola-pola dasar komunikasi tersebut dapat dikembangkan pola-pola komunikasi yang lebih luas. Secara teoritik, perluasan pola-pola komunikasi dasar tersebut dapat dilakukan dengan menggambarkan anak-anak panah ke segala arah.
Hal itu berarti, komuni9kasi di dalam kelompok lebih dibuka, lebih didemokrasikan. Dalam hal ini, apabila pola komunikasi bintang yang diperlukan demikian, pola dasar komunikasi bintang dapat berubah menjadi pola dasar komunikasi roda.
       Sifat demokratik dan kurang demokratik yang terdapat pada pola dasar komunikasi roda dan bintang hendaknya tidak dihubungkan dengan sifat baik dan kurang baik. Hal itu sebenarnya bergantung pada sifat-sifat yang terdapat pada pimpinan kelompok, anggota-anggota kelompok dan kondisi persoalan yang dihadapi kelompok.
Ada kelompok yang memang memerlukan ketegasan dan sedikit kekerasan untuk mampu mencapai tujuannya. Sebaliknya adalah kelompok lain, anggota-anggotanya akan segera berontak begitu terjadi perahasiaan informasi. Itu semua bergantung kepada kebiasaan berkomunikasi pada masing-masing kelompok.
Anggota-anggota kelompok yang sudah terbiasa dengan komunikasi instruktif, biasanya dapat menikmati kondisi tidak usah ikut berfikir memecahkan masalah-masalah yang dihadapi kelompok.
Komunikasi yang bersifat memerintah, sering dianggap sebagai petunjuk tentang apa yang mereka harus lakukan. Selesai melakukan perintah, usailah kewajiban anggota-anggota kelompok itu.
Sebaliknya, suatu kelompok yang sudah terbiasa dengan komunikasi partisipatif yang bebas dan terbuka, anggota-anggotanya segera merasa disepelekan, dikucilkan, disingkirkan, begitu diketahui adanya pemutusan jalur komunikasi antara mereka dengan pimpinan kelompok.
       Pada dasar komunikasi bintang dapat disamakan dengan pola dasar komunikasi vertikal, sedang pola dasar komunikasi roda dapat disamakan dengan pola dasar komunikasi horisontal.
Pengembangan pola dasar komunikasi tersebut akan menghasilkan komunikasi interfungsional, yaitu jalinan jalur komunikasi yang menuju ke segala arah secara timbal balik, baik secara horisontal maupun vertikal, di antara semua pihak yang berfungsi sebagai sub sistem dari suatu lembaga, bahkan juga yang dari luar lembaga komunikasi interfungsional telah terjadi di dalam seorang kepala SD yang dapat berkomunikasi secara dinas dengan staf gubernur tanpa melelui jenjang kelembagaan yang bertingkat-tingkat.
Di Indonesia kasus-kasus yang menunjukkan adanya komunikasi interfungsional dapat terjadi karena keadaan mendesak.
Dalam keadaan mengikuti kebiasaan dan peraturan hal itu tidak harus terjadi.