Ketika KPI menghentikan penayangan sinetron GGS, mungkin sayalah salah satunya yang turut berbahagia. Bahkan sangat bersyukur. Bukan bermaksud saya berbahagia di atas penderitaan orang lain. Karena diberhentikannya sinetron ini, berartiakan mengurangi rezeki sekelompok orang. Terutama bagi mereka yang telah bekerja susah payah di balik layar untuk menampilkan acara ini. Akan tetapi, bila mengingat dampak negative sinetron ini. Maka sudah sepantasnyalah harus diberhentikan, dan alangkah baiknya jika hal ini berlaku untuk semua tayangan TV sejenisnya. Berkat sesukses sinetron ini, stasiun TV pesaing juga menjiplak tayangan sejenis, meski tetap tak bisa mengalahkan tenarnya fenomena GGS.
Saya selaku seorang guru SD, merasa resah akan banyaknya anak murid yang menirukan adegan–adegan di sinetron tersebut. Bertingkah layaknya hewan serigala sambil menirukan suaranya serta menirukan adegan perkelahian antara manusia serigala dengan vampire. Belum lagi , adegan anak-anak berseragam sekolah yang bermesraan .Membuat saya semakin resah.
Bahkan pada suatu hari, seorang murid perempuan saya mengadu sambil menangis digigit teman laki-lakinya. Meski tak gigit dengan kuat, sebab tak begitu jelas bekas gigitnya. Namun sempat membuat saya sangat marah dan menghukumnya. Ketika ditanya alasan dia melakukan hal tersebut, ternyata alasannya mencari darah suci. Bukankah ini sudah sangat keterlaluan??? Agar hal serupa tidak terulang kembali, saya meminta para orang tua murid untuk melarang anak-anaknya menonton tayangan itu di rumah.
Jadi apabila akhirnya acara ini diberhentikan oleh pihak KPI, saya sangat setuju. Dan kiranya KPI sebagai lembaga yang berwenang mengawasi penyiaran di Indonesia lebih mampu menilai dan men-sensor tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik terutama untuk anak-anak sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H