Tidur lelap mungkin tidak dapat dinikmatinya karena sulit tidur atau sering terbangun di malam hari, atau sebaliknya, ia cenderung selalu tidur. Â Pasien dengan depresi mungkin tidak mengerti apa yang dikatakan padanya karena tidak bisa berkonsentrasi. Bila berat, ia mungkin berpikir tentang kematian, bahkan untuk bunuh diri.Â
Mengapa ini bisa terjadi? Jawaban yang pasti belum dapat diberikan para ahli, namun pasien dengan depresi sebelumnya, disabilitas yang berat, dan adanya gangguan daya pikir akibat stroke lebih mudah mengalami depresi, meskipun semua pasien penyintas stroke berisiko mengalami depresi. Satu dari tiga pasien stroke dapat mengalaminya, bukan hanya di tahun awal setelah mengalami stroke, namun lebih dari itu.Â
Apakah Anda penyintas stroke atau memiliki keluarga penyintas stroke? Aspek kesehatan mental penyintas stroke perlu diperhatikan. Memahami dan mengenali depresi pada penyintas stroke akan membantu penyintas stroke untuk mendapat pertolongan, baik secara medis maupun dengan dukungan sosial.Â
Mereka yang mengalami depresi tentu butuh pertolongan dari keluarga, rekan, lingkungan agama, dan sebagainya. Bila gejalanya berat dan sangat  mengganggu kualitas hidup, beri tahulah dokter Anda tentang kondisi ini, dan dokter akan berusaha membantu dengan psikoterapi atau obat-obatan.Â
Hidup setelah stroke memang tidak mudah, namun bukan tak mungkin hidup kembali indah. Tetap menjaga dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental dengan mengikuti pengobatan, menjaga pola makan, rehabilitasi, dan tentu saja mengelola diri agar dapat mengontrol stress.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H