Mohon tunggu...
Eva Christine Saragih
Eva Christine Saragih Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - MD

long life learning

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hidup Setelah Stroke: Hati-hati dengan Depresi

17 Desember 2021   17:19 Diperbarui: 17 Desember 2021   18:52 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Seorang pria berusia 45 tahun terkena stroke. Untung saja gejalanya ringan, ia "hanya" mengalami kelemahan ringan di lengan dan tungkai kanannya. Ia adalah seorang dosen juga pengusaha. Badannya gagah dan sehat. Hanya saja selama ini ia abai dengan hipertensi yang sudah diketahuinya sejak medical check up dua tahun lalu. 

Tetapi, walau ia cukup beruntung nyawanya selamat dan hendaya yang dialaminya tidak berat, sejak mengalami stroke ia menjadi orang yang berbeda. 

Ia tidak percaya diri mengajar, tidak bersemangat bekerja, dan sering khawatir kondisinya tiba-tiba memburuk bahkan akan meninggal dunia. Ia tidak mau keluar dari rumah, dan hanya tiduran seharian. Berat badannya bertambah, ia menolak makan obat anti hipertensi, dan akhirnya mendapat serangan stroke kedua enam bulan kemudian.

Kisah lain, adalah seorang wanita, 60 tahun, selama ini ia menderita diabetes mellitus. Namun saat pandemi  ia terkena serangan jantung dengan komplikasi stroke. 

Sejak mengalami stroke ia sulit berbicara, ia tidak bisa mengucapkan apa yang ia pikirkan, walaupun ia mengerti apa yang dikatakan oleh anak dan menantu yang merawatnya. 

Kondisi ini terjadi berbulan-bulan, menyebabkan ia merasa sendirian, tidak berdaya. Ia menjadi sedih, malas memakan obatnya dan mengurung diri di kamarnya.   

Setahun setelah terkena stroke pertama, ia terkena stroke kedua dan serangan ini menyebabkan ia hanya dapat berbaring di tempat tidur dan memerlukan bantuan untuk seluruh perawatan dirinya.

Stroke memunculkan banyak masalah. Saat ini stroke menjadi penyakit penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung, meskipun teknologi kesehatan sudah semakin maju. Lebih daripada itu, banyak orang yang selamat hidupnya setelah serangan stroke, hidup dengan kecacatan. 

Kedua kisah di atas ialah contoh tentang penyintas stroke, yang mungkin saja disabilitasnya tidak terlalu berat, namun  mengalami depresi paska stroke, yang memperburuk kualitas hidupnya. 

Bila dibiarkan, depresi ini akan menyebabkan pasien penyintas stroke terisolasi, tidak patuh berobat atau mengikuti rehabilitasi, bahkan bunuh diri.  Depresi paska stroke juga menyebabkan pasien stroke meningkat tingkat kematian dan kesakitannya.

Bagaimana kita tahu seorang penyintas stroke mengalami depresi? Kita bisa menanyakan atau mengamati suasana perasaannya, yang didominasi oleh perasaan sedih, rasa bersalah, rasa gagal atau rasa putus asa. Ia mungkin tampak kehilangan minat terhadap banyak hal, bahkan terhadap hal-hal yang dulu membahagiakannya. 

Tidur lelap mungkin tidak dapat dinikmatinya karena sulit tidur atau sering terbangun di malam hari, atau sebaliknya, ia cenderung selalu tidur.  Pasien dengan depresi mungkin tidak mengerti apa yang dikatakan padanya karena tidak bisa berkonsentrasi. Bila berat, ia mungkin berpikir tentang kematian, bahkan untuk bunuh diri. 

Mengapa ini bisa terjadi? Jawaban yang pasti belum dapat diberikan para ahli, namun pasien dengan depresi sebelumnya, disabilitas yang berat, dan adanya gangguan daya pikir akibat stroke lebih mudah mengalami depresi, meskipun semua pasien penyintas stroke berisiko mengalami depresi. Satu dari tiga pasien stroke dapat mengalaminya, bukan hanya di tahun awal setelah mengalami stroke, namun lebih dari itu. 

Apakah Anda penyintas stroke atau memiliki keluarga penyintas stroke? Aspek kesehatan mental penyintas stroke perlu diperhatikan. Memahami dan mengenali depresi pada penyintas stroke akan membantu penyintas stroke untuk mendapat pertolongan, baik secara medis maupun dengan dukungan sosial. 

Mereka yang mengalami depresi tentu butuh pertolongan dari keluarga, rekan, lingkungan agama, dan sebagainya. Bila gejalanya berat dan sangat  mengganggu kualitas hidup, beri tahulah dokter Anda tentang kondisi ini, dan dokter akan berusaha membantu dengan psikoterapi atau obat-obatan. 

Hidup setelah stroke memang tidak mudah, namun bukan tak mungkin hidup kembali indah. Tetap menjaga dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental dengan mengikuti pengobatan, menjaga pola makan, rehabilitasi, dan tentu saja mengelola diri agar dapat mengontrol stress. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun