Mohon tunggu...
Eva Armeilita
Eva Armeilita Mohon Tunggu... -

Hi, I am Eva. I 'm seventeen years old now. My hobbies are reading, writing, listening to music and dancing. Here I want to sharpen my knowledge and try to develop my ability. Please help me to verify and develop my idea. Thank you :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Calon Desainer Grafis Suka Meninggalkan Kota Malang untuk Menitih Karier

8 April 2016   19:35 Diperbarui: 15 April 2016   09:55 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

        Desain grafis telah berkembang di Indonesia kurang lebih sekitar 59 tahun lalu. Dalam perkembangannya, desain grafis berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Setiap tahun terdapat 5000 mahasiswa yang telah diwisuda oleh Perguruan Tinggi DKV (Desain Komunikasi Visual). Namun, ketika memasuki dunia kerja, calon desainer grafis sering meninggalkan kampung halaman untuk merantau dan mencari nafkah di negeri orang. Tak terkecuali bagi masyarakat Kota Malang yang terbiasa merantau ke kota-kota besar seperti Surabaya, Bandung atau Jakarta untuk berkarier di sana.

          Faktanya, calon desainer grafis Kota Malang lebih suka mengadu nasib di kota besar dikarenakan beberapa faktor seperti UMR (gaji). Siapa yang tidak ingin digaji tinggi? Semua orang pasti ingin sukses dari segi finansial dan sukses dengan karya-karyanya. Menurut http://caranesia.com/daftar-besar-gaji-umk-2015-terbaru-seluruh-indonesia/ (diakses tanggal 3 Maret 2015), penetapan UMR dan UMK telah diatur oleh Walikota atau Bupati daerah masing-masing. Awalnya, wilayah Jawa Timur belum menetapkan UMR-nya hingga tahun 2015. UMK dan UMP di tahun 2015 mengalami sedikit inflasi dari tahun sebelumnya sehingga gaji/upah naik kurang lebih 10%, sedangkan Jawa Timur baru menetapkan UMR sebesar Rp 1.882.000,00.

        Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa UMK kota Malang berada di tengah-tengah. Ini menyimpulkan bahwa sebenarnya kota Malang merupakan kota dengan pendapatan yang cukup. Namun, itu masih belum sebanding dengan peralatan-peralatan yang seharusnya dimiliki sebagai seorang desainer grafis dan proyek-proyek yang dikerjakannya. Memiliki profesi sebagai desainer grafis haruslah memiliki budget yang cukup tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk berkarya.

           Selain itu, berdasarkan hasil wawancara 8 dari 10 orang di Kota Malang menyatakan bahwa mereka ingin berkarier di tempat yang memberikan pengakuan atas hasil kerja dan hasil karya, dimana hak dan kewajiban mereka dapat dihargai. Sayangnya, di Indonesia masih belum menerapkan ini sepenuhnya, terutama bagi calon desainer grafis atau desainer grafis. Ini merupakan masalah mental yang biasa terjadi dimana masyarakat menganggap desain adalah perkara yang mudah karena setiap orang dapat membuat desain tanpa harus memikirkan nilai estetika.

          Lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi seorang desainer untuk merasa nyaman ketika bekerja. Sebagai desainer grafis, wajib hukumnya untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang modern dan canggih sesuai dengan kebutuhan konsumen seperti komputer dengan spec tinggi dan memiliki aplikasi-aplikasi desain yang memiliki lisensi yang kuat. Dalam prakteknya, tidak semua badan usaha dapat membelinya sehingga kebanyakan desainer menggunakan software bajakan. Sehingga, bila ketahuan maka usaha tersebut diharuskan membayar denda dengan jumlah yang tidak sedikit.

           Selain itu, adanya potensi untuk berkembang dan ketersedianya pendidikan lanjutan, yaitu Program Magister dan Program Doktor. Mengapa perlu menempuh pendidikan S2 dan S3? Seperti yang kita ketahui ilmu pengetahuan selalu berkembang setiap waktunya, tak terkecuali ilmu desain grafis. Di Indonesia terdapat dua institusi yang menyediakan Program Magister dan Program Doktor, yakni ITB dan ISI Yogyakarta namun letaknya kurang pas atau tidak berada di tempat yang seharusnya.

Pendidikan Lanjutan Desain Grafis

            Apakah seorang desainer membutuhkan pendidikan lanjutan S2 dan S3? Pertanyaan ini membuat dilema bagi beberapa calon desainer grafis yang telah menyelesaikan studi S1. Faktanya, banyak desainer grafis dapat berkarya tanpa harus meyelesaikan pendidikan S1, apalagi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Pendidikan lanjutan S2 dan S3 berkaitan dengan riset dan penelitian. Pada jenjang ini desainer memperoleh pengetahuan tentang cara berpikir konstruktif (tertata rapi) dan menuangkan ide-ide ke dalam karya tulis ilmiah.  

            Institusi pendidikan lanjutan terbatas dan letaknya kurang pas. Di Indonesia institusi pendidikan lanjutan S2 dan S3 hanya terdapat di 2 universitas saja, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI Yogya). Sehingga calon desainer grafis Kota Malang yang ingin melanjutkan studi mau tidak mau harus pergi meninggalkan kota kelahirannya.

Lingkungan Kerja Seorang Desainer Grafis

            Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim daru University of Southern California menyatakan bahwa suka atau tidaknya seseorang pada rekan kerjanya mempengaruhi proses kinerja otak yang dimilikinya. Dapat disimpulkan bahwa ini berkaitan erat dengan suasana kondusif di tempat kerja. Selain itu, lingkungan kerja yang kondusif juga dapat menjadi tolak ukur dari kinerja sebuah perusahaan. Semakin kondusif lingkungan kerjanya, semakin baik kinerja karyawan maupun perusahaan tersebut, begitupun sebaliknya.

         Bagi seorang desainer grafis, lingkungan yang kondusif sangat membantu dalam hal ide-ide maupun rasa aman dan nyaman dalam berkarya. Namun, hingga sekarang banyak perusahaan yang meremehkan pentingnya lingkungan kondusif, khususnya bagi seorang desainer grafis. Padahal suasana kondusif yang hangat seperti budaya saling menghargai dan saling mendukung satu sama lain dapat menciptakan rangsangan kinerja otak sehingga seseorang mampu menghasilkan sebuah karya yang baik. Ada beberapa alasan mengapa lingkungan kerja terkesan menjemukan bagi desainer grafis, seperti fasilitas yang kurang memadai dan kurangnya penghargaan atas hasil karya.

       Di zaman yang serba maju sekarang ini menuntut para desainer untuk melakukan inovasi-inovasi desain sesuai perkembangan zaman. Hal tersebut tidak lepas dari fasilitas-fasilitas desain yang seharusnya mendukung desainer untuk terus berkembang, dan ini tidaklah murah. Seperti hukum alam, desainer yang tidak dapat lolos dari seleksi alam biasanya mudah tersingkir. Seorang desainer haruslah memiliki beberapa peralatan desain yang mendukung, khususnya software desain yang berlisensi kuat.

           Seperti yang diketahui, software yang memiliki lisensi yang kuat memiliki harga yang cukup mahal. Sehingga biasanya orang-orang atau usaha-usaha kecil memilih untuk menggunakan software bajakan. “Kan nggak ada yang tahu kalo kita desainnya pake software bajakan. Kita ‘kan freelance”, celetuk dari seorang teman. Baik seorang desainer freelance atau bukan – seharusnya memperhatikan lisensi software yang digunakan untuk jangka panjang.

          Bila suatu waktu software bajakan ini ketahuan maka perusahaan/usaha atau desainer itu harus bertanggung jawab dengan membayar royalti dari software tersebut. Bagi sebuah perusahaan besar, membayar royalti mungkin adalah suatu hal yang sepele. Namun, bagi usaha kecil/menengah atau desainer yang gajinya pas-pasan – itu bukan hal yang sepele karena harus membayar jutaan rupiah hanya untuk sebuah kesalahan. Hingga akhirnya, dampak usaha kecil/menengah atau desainer tersebut berujung pada kebangkrutan.

              Alasan lain lingkungan kerja terkesan menjemukan adalah kurangnya penghargaan atas hasil karya. Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan, Maslow menggambarkan sebuah realitas berdasarkan pengalaman pribadi. Teori ini mengemukakan bahwa setiap orang memiliki tingkatannya sendiri – yang kemudian disusun menjadi 5 tingkat kebutuhan dasar. Teori kepribadian ini telah mempengaruhi beberapa bidang ilmu berbeda.

            Kebutuhan fisiologis (kebutuhan biologis) merupakan kebutuhan pertama yang terdiri dari oksigen, makanan, minuman, dan sebagainya. Bila kebutuhan fisiologi terpenuhi, maka kebutuhan keamanan mulai aktif. Setelah keamanan dan kesejahteraan terpenuhi, maka rasa cinta, kasih sayang dan kepemilikan akan muncul. Menurut Maslow, orang-orang akan mencari ini untuk mengatasi rasa kesepian dan terasing. Bila ketiga kebutuhan dasar terpenuhi, maka harga diri muncul. Setiap orang memiliki keinginan untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang akan merasa percaya diri dan merasa dihargai. Yang terakhir, aktualisasi diri lahir dari kesadaran diri seseorang. Pada tingkatan ini seseorang akan mengetahui dengan sendirinya “apa yang ingin ia lakukan”.

            Untuk menjadi seorang yang paham aktualisasi diri harus memenuhi kelima kebutuhan dasar tersebut, tidak terkecuali seorang desainer grafis. Aktualisasi diri adalah sebuah proses menjadi diri sendiri dengan menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri. Seorang yang paham aktualisasi dirinya memiliki kepribadian yang kuat, dapat bersosialisasi yang baik, kreatif, dapat membedakan sasaran dan tujuan, bertanggung jawab dengan tugas yang diemban dan mandiri. Pada akhirnya, penghargaan atas hasil karya ini dibutuhkan seorang desainer sehinga mereka merasa percaya diri dan merasa dihargai dan mampu mengaktualisasikan diri lewat karya-karya yang diciptakannya.

Upah Seorang Desainer Grafis

            Berdasarkan web di atas, telah dijelaskan bahwa UMK dan UMR ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah tersebut. Berikut ini adalah diagram UMK 6 kota yang biasa disinggahi desainer grafis tahun 2015.

            Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa UMK Malang berada di peringkat keempat setelah Jakarta, Surabaya dan Bandung. Ini termasuk data yang mengejutkan karena UMK Malang lebih tinggi daripada Semarang dan Yogyakarta padahal di kedua kota tersebut sering menjadi incaran desainer grafis daripada Kota Malang. UMK Malang lebih tinggi namun faktanya ada beberapa orang atau perusahaan yang memberikan upah kurang dari UMK.

            Jadi, apakah akar permasalahannya dan bagaimana solusi yang jitu untuk permasalahan tersebut? Bedasarkan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa alasan calon desainer grafis suka untuk menitih karier di luar Kota Malang ialah institusi pendidikan lanjutan terbatas dan letaknya kurang pas, kurangnya fasilitas pendukung bagi desainer untuk berkarya, kebutuhan dasar yang belum terpenuhi dan upah yang tidak diberikan sesuai dengan standar UMK. Dalam hal ini seharusnya ada campur tangan pemerintah terkait upah/gaji untuk desainer grafis dan pendirian beberapa lembaga institusi program pancasarjana bagi desainer. Selain itu, semua orang juga ikut ambil bagian dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mengubah cara berpikir tentang desain grafis dan desainer grafis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun